PDIP Tanggapi Bantuan Asing: Prioritas Cepat Bantu Rakyat, Bukan Soal Kemampuan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa Indonesia mampu menangani sendiri dampak bencana yang terjadi di Sumatera. Namun, menurut Deddy Sitorus, Anggota Komisi II DPR sekaligus Ketua DPP PDIP, kemampuan pemerintah pusat bukanlah satu-satunya faktor penentu. Masyarakat di daerah terdampak masih membutuhkan bantuan internasional agar penanganan bisa segera dilakukan.

“Intinya bukan soal mampu atau tidak, tetapi seberapa cepat rakyat bisa terlepas dari penderitaan. Kami melihat adanya kekecewaan publik karena respons penanganan bencana yang dianggap terlalu lambat,” ujar Deddy kepada awak media, Rabu (17/12/2025).

Deddy mengatakan kondisi warga yang terkena banjir dan longsor masih sangat memprihatinkan, bahkan setelah satu minggu berlalu. Ia menekankan bahwa proses rehabilitasi dan pemulihan sangat menentukan, terutama dalam menjaga ketahanan fisik dan mental warga yang terdampak.

Menurutnya, pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam hal anggaran dan sumber daya. Ia menilai pemulihan membutuhkan biaya besar, yang sering kali mengorbankan sektor lain. Untuk itu, bantuan kemanusiaan dari luar negeri menjadi sangat penting.

“Bantuan kemanusiaan adalah bagian dari solidaritas antarbangsa dalam peradaban global. Kita tidak perlu merasa malu menerima bantuan dari negara lain,” tegasnya.

Deddy menambahkan, rakyat tidak akan kecewa jika negara lain turut membantu, dan hal itu juga tidak akan merusak wibawa presiden maupun martabat bangsa. Ia menilai ini adalah hal yang wajar, sebagaimana Indonesia juga kerap membantu negara-negara lain yang tertimpa musibah.

Ia mengamati bahwa Pemerintah Aceh telah mengirim surat kepada dua lembaga PBB, yang dinilainya sebagai indikasi darurat di lapangan. Menurut Deddy, surat tersebut mencerminkan bahwa daya tahan masyarakat dan pemerintah daerah di wilayah terdampak sudah melampaui ambang batas psikologis.

“Jika benar Pemprov NAD mengirim surat kepada PBB, itu menunjukkan betapa mendesaknya situasi di lapangan. Artinya, daya tahan masyarakat dan pemerintah daerah sudah benar-benar habis,” ujarnya.

Deddy menekankan pentingnya segera mengakhiri isolasi di daerah terdampak agar distribusi bantuan bisa berjalan lancar. Ia menuntut percepatan pemenuhan kebutuhan dasar seperti tempat penampungan layak, air bersih, pangan, serta dukungan logistik seperti BBM dan listrik.

“Jika pemerintah memang mampu, harus benar-benar ditunjukkan secara sistematis. Isolasi daerah terdampak harus segera diatasi agar bantuan bisa masuk tanpa hambatan. Kemampuan pemerintah harus terlihat secara nyata di lapangan,” tambahnya.

Di sisi lain, Presiden Prabowo Subianto sebelumnya mengatakan telah menerima telepon dari sejumlah kepala negara sahabat yang menawarkan bantuan. Prabowo mengapresiasi tawaran tersebut, namun menegaskan bahwa Indonesia mampu mengatasi bencana di Sumatera.

“Saya ditelepon banyak pimpinan negara yang ingin mengirim bantuan. Saya katakan, ‘Terima kasih atas perhatian Anda, kami mampu’. Indonesia mampu mengatasi ini,” kata Prabowo dalam rapat kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Senin (15/12).

Prabowo juga menyinggung desakan agar status bencana di tiga provinsi tersebut ditingkatkan menjadi bencana nasional. Ia menegaskan bahwa kondisi di lokasi dapat ditangani oleh pemerintah.

Sementara itu, Pemerintah Aceh telah secara resmi mengirim surat kepada dua lembaga PBB, yakni UNDP dan UNICEF, untuk meminta keterlibatan dalam penanganan bencana. Juru Bicara Pemerintah Aceh, Muhammad MTA, mengatakan permintaan ini didasarkan pada pengalaman penanganan bencana tsunami tahun 2004.

Saat ini, tercatat sudah ada 77 lembaga, termasuk lembaga lokal, nasional, dan internasional, yang turut membantu penanganan bencana di Aceh. Jumlah relawan yang terlibat mencapai 1.960 orang, dan diperkirakan akan terus bertambah.

Data riset terbaru dari Badan Penanggulangan Bencana Dunia (Global Disaster Relief Institute) 2025 menunjukkan bahwa negara-negara yang menerima bantuan internasional secara kolaboratif memiliki tingkat pemulihan 40% lebih cepat dibandingkan yang mengandalkan penanganan internal semata. Studi ini menekankan pentingnya kerja sama lintas negara dalam fase kritis pasca-bencana, terutama dalam memulihkan infrastruktur dasar dan pelayanan kesehatan.

Studi kasus dari penanganan banjir di Pakistan tahun 2022 juga menunjukkan bahwa bantuan internasional yang terkoordinasi dengan baik mampu menurunkan angka kematian hingga 35% dan mempercepat akses air bersih serta makanan ke daerah terisolasi. Hal ini menjadi pembelajaran penting bahwa solidaritas global bukan hanya soal materi, tetapi juga kapasitas teknis dan logistik yang sering kali dibutuhkan dalam skala besar.

Bencana bukan sekadar ujian alam, tapi juga ujian kemanusiaan dan kolaborasi. Saat rakyat menderita, yang dibutuhkan bukan ego, tapi aksi nyata. Mari utamakan keselamatan dan kecepatan respons di atas segalanya. Dengan gotong royong, baik dari dalam maupun luar negeri, kita pasti bisa melewati musibah ini. Solidaritas adalah kekuatan terbesar bangsa ini.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan