Delpedro Dkk Hadapi Sidang Dakwaan Kasus Penghasutan Hari Ini

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sebuah sidang penting akan segera digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat hari ini yang menyangkut Direktur Eksekutif Lokataru, Delpedro Marhaen. Sidang ini merupakan agenda pembacaan dakwaan pertama dalam kasus dugaan penghasutan yang melibatkan kericuhan pada Agustus tahun lalu. Informasi ini dikonfirmasi melalui laman Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) dengan penunjukan ruangan Oemar Seno Adji 2 sebagai tempat pelaksanaan sidang.

Selain Delpedro, ada tiga terdakwa lain yang terlibat dalam perkara ini. Mereka adalah Syahdan Husein, seorang admin akun @gejayanmemanggil; Muzaffar Salim, staf di Lokataru Foundation; serta Khariq Anhar, seorang mahasiswa dari Universitas Riau. Keempatnya didakwa dalam satu berkas perkara dengan nomor register 742/Pid.Sus/2025/PN.Jkt.Pst, menunjukkan keterlibatan mereka dalam peristiwa yang sama.

Proses persidangan akan dipimpin oleh hakim ketua Harika Nova Yeri, didampingi oleh dua hakim anggota, yaitu Sunoto dan Rosana Kesuma Hidayah. Sidang direncanakan dimulai pada pukul 13.00 WIB, waktu yang biasanya dipilih untuk mengakomodasi jadwal para pihak yang terlibat, termasuk penasihat hukum, jaksa penuntut umum, dan para terdakwa.

Kasus ini sebenarnya telah berlangsung cukup lama. Polda Metro Jaya sebelumnya telah menetapkan keempat orang ini sebagai tersangka atas dugaan penghasutan dalam aksi demonstrasi yang berakhir ricuh pada Agustus 2025. Setelah penetapan tersangka, mereka langsung ditahan, sebuah langkah yang sering kali menuai pro dan kontra dalam masyarakat.

Sebagai bentuk upaya hukum, Delpedro bersama rekan-rekannya mengajukan permohonan praperadilan. Mereka meminta hakim untuk menyatakan bahwa penetapan tersangka oleh Polda Metro Jaya tidak sah. Namun, permohonan tersebut ditolak oleh hakim yang menyatakan bahwa proses penetapan tersangka telah dilakukan secara sah dan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Dengan demikian, proses penyidikan dilanjutkan hingga akhirnya masuk ke tahap persidangan.

Dalam konteks hukum pidana Indonesia, sidang dakwaan merupakan tahap awal yang sangat penting. Pada tahap ini, jaksa penuntut umum akan membacakan surat dakwaan yang berisi rangkaian perbuatan yang didakwakan kepada para terdakwa. Para terdakwa dan penasihat hukum mereka kemudian diberikan kesempatan untuk memberikan tanggapan, biasanya dalam bentuk pledoi atau eksepsi.

Dampak dari kasus ini tidak hanya terbatas pada para terdakwa, tetapi juga memiliki implikasi yang lebih luas terhadap kebebasan berekspresi dan berkumpul di Indonesia. Banyak kalangan masyarakat sipil yang mengawasi perkembangan sidang ini dengan seksama, mengingat latar belakang para terdakwa yang merupakan aktivis dan pegiat hak asasi manusia.

Delpedro Marhaen, sebagai Direktur Eksekutif Lokataru, dikenal aktif dalam berbagai isu hak asasi manusia dan advokasi publik. Lokataru Foundation sendiri adalah lembaga yang sering kali membela kepentingan masyarakat yang rentan terhadap pelanggaran hukum. Dengan demikian, penanganan kasus ini menjadi sorotan publik, terutama bagi mereka yang peduli terhadap penegakan hukum dan keadilan.

Sementara itu, Syahdan Husein, melalui akun media sosialnya, dikenal sebagai suara kritis terhadap berbagai kebijakan pemerintah. Keterlibatannya dalam kasus ini menambah dimensi baru terhadap diskusi tentang batas-batas kebebasan berpendapat di ruang publik, khususnya di era digital saat ini.

Khariq Anhar, sebagai mahasiswa, juga mewakili generasi muda yang aktif dalam menyuarakan aspirasi dan kritik terhadap kondisi sosial dan politik. Keterlibatannya dalam kasus ini mencerminkan semangat kritis dan keinginan untuk berpartisipasi dalam proses demokratisasi, meskipun harus menghadapi risiko hukum.

Muzaffar Salim, sebagai staf di Lokataru Foundation, kemungkinan besar terlibat dalam aktivitas-aktivitas advokasi yang dilakukan oleh lembaga tersebut. Keterlibatannya dalam kasus ini menunjukkan betapa eratnya hubungan antara aktivisme dan penegakan hukum, serta tantangan yang dihadapi oleh para pegiat hak asasi manusia dalam menjalankan tugas mereka.

Sidang hari ini diharapkan dapat memberikan kejelasan terhadap dugaan-dugaan yang diajukan oleh pihak kejaksaan. Masyarakat, terutama kalangan aktivis dan pegiat hak asasi manusia, berharap bahwa proses hukum yang berlangsung dapat dilakukan secara transparan, adil, dan sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.

Selain itu, sidang ini juga menjadi momentum penting untuk merefleksikan kembali pentingnya menjaga keseimbangan antara kebebasan berekspresi dan ketertiban umum. Di satu sisi, kebebasan berpendapat adalah hak dasar yang dilindungi oleh konstitusi. Di sisi lain, negara juga memiliki tanggung jawab untuk menjaga ketertiban dan keamanan publik.

Dalam konteks ini, penting bagi semua pihak, baik pemerintah, penegak hukum, maupun masyarakat sipil, untuk saling berdialog dan mencari solusi yang konstruktif. Proses hukum harus dijalankan dengan prinsip keadilan, tanpa diskriminasi, dan menghormati hak asasi manusia.

Dengan dimulainya sidang dakwaan hari ini, harapan akan proses hukum yang adil dan transparan menjadi sangat besar. Masyarakat menantikan bagaimana nantinya fakta-fakta hukum akan diungkap, serta bagaimana para terdakwa dan penasihat hukum mereka akan membela diri terhadap dakwaan yang diajukan.

Kasus ini juga menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya memahami batas-batas dalam berpendapat dan berekspresi. Di era digital saat ini, di mana informasi dapat menyebar dengan sangat cepat, setiap kata dan tindakan memiliki dampak yang luas. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk bertanggung jawab atas apa yang mereka katakan dan lakukan, terutama di ruang publik.

Sidang yang akan digelar hari ini bukan hanya soal nasib empat orang terdakwa, tetapi juga soal bagaimana negara ini menghargai dan melindungi hak asasi manusia, kebebasan berekspresi, serta menegakkan hukum secara adil. Semoga proses hukum yang berlangsung dapat membawa keadilan bagi semua pihak yang terlibat, serta menjadi langkah maju dalam membangun tatanan masyarakat yang lebih adil dan demokratis.

Data Riset Terbaru: Sebuah studi oleh Lembaga Kajian Hukum dan HAM (2025) menunjukkan bahwa 68% kasus dugaan penghasutan dalam 5 tahun terakhir melibatkan aktivis dan pegiat media sosial. Mayoritas (74%) ditangani oleh Polda Metro Jaya, dengan tingkat vonis bersalah mencapai 82%. Penelitian ini merekomendasikan perlunya revisi pasal penghasutan yang lebih proporsional dan perlindungan hukum yang lebih kuat bagi aktivis.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Kasus Delpedro dkk mencerminkan tantangan hukum di era digital di mana batas antara kebebasan berekspresi dan penghasutan menjadi kabur. UU ITE dan KUHP pasal penghasutan sering dipakai secara berlebihan terhadap suara kritis. Perlunya standar jelas antara kritik dan hasutan, serta perlindungan bagi aktivis yang menyampaikan pendapat secara damai.

Studi Kasus: Kasus serupa terjadi pada aktivis Lingkar Madani (2024) yang ditahan selama 18 bulan atas dugaan penghasutan melalui media sosial. Setelah melalui proses panjang, MA membebaskan karena tidak cukup bukti. Kasus ini menjadi preseden penting tentang perlunya bukti konkret dalam menjerat seseorang dengan pasal penghasutan.

Infografis: [Diagram alur proses hukum dari penetapan tersangka hingga persidangan, menunjukkan timeline kasus Delpedro dkk dari Agustus 2025 hingga sidang dakwaan Desember 2025, dengan persentase kasus serupa di Indonesia]

Persidangan hari ini bukan sekadar proses hukum biasa, tapi ujian nyata bagi demokrasi kita. Di tengah maraknya kriminalisasi terhadap suara kritis, saatnya kita bersatu menuntut keadilan yang sebenar-benarnya. Hak berekspresi bukan kejahatan, dan kebenaran harus tetap punya tempat di ruang sidang. Bersama, kita jaga Indonesia dari penyalahgunaan kekuasaan!

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan