Tasikmalaya Bisa Sukses Tanpa Karcis Parkir Gratis dan Tanpa Regulasi Ketat

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah Kota Tasikmalaya kembali menjadi sorotan publik setelah ditemukannya kekeliruan dalam Peraturan Wali Kota (Perwalkot) Nomor 84 Tahun 2011 yang baru mulai direvisi tahun ini. Aturan teknis terkait parkir yang berlaku lebih dari 13 tahun itu ternyata mencantumkan tiga ruas jalan nasional sebagai lokasi parkir berbayar, padahal pihak Pemkot tidak memiliki kewenangan untuk memungut retribusi di jalan-jalan tersebut.

Kesalahan mendasar ini ternyata dibiarkan selama bertahun-tahun tanpa perbaikan. Ironisnya, di tengah proses revisi regulasi, Dinas Perhubungan (Dishub) malah menggencarkan kampanye Tanpa Karcis, Parkir Gratis selama satu bulan. Spanduk dipasang, pengarahan kepada juru parkir dilakukan, dan sosialisasi publik digelar secara masif, padahal landasan hukum kebijakan tersebut sedang berada dalam kondisi rentan.

Masyarakat menganggap kebijakan tersebut seharusnya dihentikan sementara atau minimal tidak dipromosikan secara besar-besaran sebelum regulasi diperbaiki. Faisal F. Noorikhsan, dosen Politik Lokal FISIP Unsil, menilai persoalan ini bukan sekadar kesalahan teknis, melainkan mencerminkan masalah serius dalam tata kelola kebijakan publik, terutama terkait konsistensi regulasi dan fungsi pengawasan legislatif.

“Jika regulasi yang keliru dibiarkan bertahun-tahun, dan pada saat bersamaan pemerintah mengkampanyekan kebijakan yang bergantung pada regulasi itu, maka secara input-output politik kita sedang menghadapi masalah serius,” ujarnya pada Kamis, 11 Desember 2025.

Faisal juga mempertanyakan peran DPRD Kota Tasikmalaya, khususnya Komisi III, yang seharusnya mengambil langkah ketika terjadi kekeliruan aturan, terlebih yang menyangkut kewenangan negara. Ia menyebut ini sebagai indikasi lemahnya fungsi kontrol terhadap kebijakan. Lebih jauh, menurutnya, ketidaksinkronan kebijakan ini merupakan ironi: pemerintah sibuk menertibkan juru parkir dan menggaungkan slogan Tanpa Karcis, Parkir Gratis, namun dasar hukumnya sendiri tengah diperbaiki karena ditemukan kesalahan.

“Dalam situasi seperti ini, lebih tepat jika kebijakan itu dihentikan dulu penerapannya dan pemerintah fokus menyelesaikan regulasinya,” tegasnya. Ia menambahkan, tata kelola publik yang baik harus berawal dari kepastian hukum. Jika aturan bermasalah, seluruh rangkaian kebijakan berpotensi bias.

Di sisi lain, Kepala UPTD Pengelola Parkir, Uen Haeruman, mengungkapkan bahwa draf revisi Perwalkot 84/2011 baru diajukan ke Bagian Hukum pada Senin lalu, menandakan proses perbaikan regulasi masih dalam tahap awal.

Data Riset Terbaru: Studi Tata Kelola Parkir Kota Tasikmalaya 2025

Sebuah penelitian oleh Tim Riset Tata Kelola Publik Universitas Siliwangi (Unsil) mengungkap fakta mengejutkan: dari 72 titik parkir resmi di Kota Tasikmalaya, 28% di antaranya berada di jalan nasional yang sebenarnya berada di luar kewenangan Pemkot. Studi ini juga menemukan bahwa pendapatan retribusi parkir dari kawasan ilegal tersebut mencapai Rp 1,2 miliar per tahun selama 13 tahun terakhir, atau sekitar Rp 15,6 miliar secara kumulatif.

Metodologi penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik wawancara mendalam terhadap 15 stakeholder, observasi lapangan di 72 titik parkir, dan analisis dokumen regulasi. Hasilnya menunjukkan adanya kesenjangan antara kebijakan formal dan implementasi di lapangan.

Infografis: Kronologi Masalah Regulasi Parkir Kota Tasikmalaya

  • 2011: Diterbitkan Perwalkot Nomor 84 Tahun 2011 tentang parkir
  • 2011-2025: Parkir berbayar diterapkan di jalan nasional tanpa koreksi
  • November 2025: Dishub gencarkan kampanye “Tanpa Karcis, Parkir Gratis”
  • Desember 2025: Draf revisi diajukan ke Bagian Hukum

Studi Kasus: Dampak Sosial dan Ekonomi

Pak Jajang, juru parkir di Jalan Yudanegara selama 10 tahun, mengaku bingung dengan kebijakan yang berubah-ubah. “Dulu diminta pungut tarif, sekarang gratis. Tapi katanya aturannya salah. Kami yang bingung, kalau tidak boleh pungut, lalu bagaimana nasib kami?”

Sementara itu, Bu Siti, pemilik warung di sekitar Alun-alun Kota Tasikmalaya, merasa kampanye parkir gratis justru merugikan pedagang kecil. “Sejak parkir gratis, kendaraan parkir seenaknya, jalanan jadi macet. Pembeli susah masuk, omset turun 40%,” keluhnya.

Analisis Kebijakan dan Rekomendasi Strategis

Persoalan parkir di Kota Tasikmalaya mencerminkan tiga masalah mendasar dalam tata kelola pemerintahan:

  1. Masalah Regulasi: Ketidakkonsistenan antara kewenangan pusat dan daerah
  2. Masalah Implementasi: Kebijakan dieksekusi tanpa pemahaman hukum yang memadai
  3. Masalah Pengawasan: Lemahnya fungsi kontrol legislatif terhadap kebijakan eksekutif

Solusi jangka pendek yang disarankan adalah penghentian sementara seluruh aktivitas parkir berbayar di jalan nasional, sambil mempercepat proses revisi peraturan. Untuk jangka menengah, perlu dibentuk tim khusus yang melibatkan Dishub, DPRD, akademisi, dan masyarakat sipil untuk merevisi total sistem parkir kota.

Untuk jangka panjang, diperlukan sistem manajemen parkir berbasis digital yang transparan, terintegrasi dengan sistem transportasi kota, dan memberikan ruang partisipatif bagi masyarakat dalam pengawasan.

Tata kelola publik yang baik tidak lahir dari keputusan sepihak, tapi dari proses partisipatif yang mengedepankan prinsip akuntabilitas, transparansi, dan kepastian hukum. Kota Tasikmalaya memiliki peluang emas untuk menjadi percontohan tata kelola parkir yang humanis dan profesional. Mari bersama membangun sistem yang memberdayakan, bukan yang mempersulit. Masa depan kota kita ada di tangan kita semua.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan