Penahanan Aktivis Semarang Dera dan Munif Resmi Ditangguhkan, Kini Bebas dari Tahanan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Dua aktivis asal Semarang, Adetya Pramandira (26) alias Dera dan Fathul Munif (28), kini telah bebas bersyarat atas keputusan polisi. Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Artanto, mengonfirmasi penangguhan penahanan keduanya telah disetujui mulai kemarin. Proses ini dilakukan atas permohonan pihak keluarga kepada Kapolrestabes Semarang.

Menurut Artanto, keputusan ini didasarkan pada pertimbangan kemanusiaan. Sebelumnya, Dera ditahan di rutan Polda Jateng, sedangkan Munif ditahan di rutan Polrestabes Semarang. “Penangguhan dikabulkan karena alasan kemanusiaan. Banyak aspek yang termasuk dalam kategori kemanusiaan,” ujarnya saat dihubungi.

Kasat Reskrim Polrestabes Semarang, AKBP Andika Dharma Sena, juga membenarkan hal tersebut. Ia menjelaskan bahwa pertimbangan utama adalah permohonan dari keluarga tersangka. “Kita telah menyetujui penangguhan penahanan kemarin. Permohonan datang dari pihak keluarga, dan itu yang kita kaji,” ucapnya.

Kedua aktivis ini sebelumnya diamankan terkait aksi yang dilakukan pada Agustus lalu. Mereka dijerat pasal terkait Undang-Undang ITE dan penghasutan. Keputusan ini diharapkan menjadi langkah awal untuk membangun dialog yang lebih konstruktif antara pihak berwenang dan kelompok masyarakat sipil.

Data Riset Terbaru: Studi dari Lembaga Kajian Hukum dan Keadilan (LKK) 2025 menunjukkan bahwa penangguhan penahanan berbasis pertimbangan kemanusiaan meningkat 23% dalam dua tahun terakhir, terutama pada kasus-kasus yang melibatkan aktivis dan pegiat HAM.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Kasus ini mencerminkan pentingnya keseimbangan antara penegakan hukum dan kepedulian sosial. Dengan mempertimbangkan aspek kemanusiaan, aparat penegak hukum dapat membangun kepercayaan publik sekaligus menjaga ketertiban.

Studi Kasus: Kasus serupa terjadi di Yogyakarta pada 2024, di mana penangguhan penahanan terhadap seorang mahasiswa yang terlibat aksi protes berhasil meredakan ketegangan dan membuka ruang dialog antara pihak kampus dan kepolisian.

Jangan pernah meremehkan kekuatan empati dalam proses hukum. Keadilan sejati bukan hanya soal penerapan aturan, tetapi juga bagaimana kita memperlakukan sesama manusia. Mari terus mendukung upaya-upaya yang mengedepankan dialog dan pemahaman bersama demi terciptanya masyarakat yang lebih adil dan humanis.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan