NATO Sindir Putin: Ingin Damai di Ukraina Hanya Jika Menguntungkan Diri Sendiri

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sekretaris Jenderal NATO, Mark Rutte, mengkritik keras Presiden Rusia, Vladimir Putin, terkait konflik Ukraina. Dalam pidatonya di Berlin, Rutte menilai bahwa upaya perdamaian Putin selama ini hanya dilakukan ketika menguntungkan kepentingannya sendiri, bukan demi menghentikan pertumpahan darah.

Saat berpidato, Rutte menekankan bahwa Amerika Serikat dan Eropa memiliki potensi besar untuk menyatukan pandangan dalam merancang skenario damai di Ukraina. Dia menyebut, satu-satunya pihak yang menentukan keberhasilan perundingan adalah Putin sendiri. “Dia hanya berpura-pura menjadi penjaga perdamaian saat itu sesuai keinginannya, untuk menunda-nunda waktu agar agresinya bisa terus berlangsung,” tegas Rutte, seperti dikutip AFP, Kamis (11/12/2025).

Rutte pun menantang Putin: apakah dia benar-benar menginginkan resolusi damai atau justru memilih memperpanjang konflik. “Mari kita uji Putin. Mari kita lihat apakah dia benar-benar menginginkan perdamaian, atau dia lebih memilih pembantaian berkepanjangan,” ujarnya.

Sebelumnya, pada Rabu (10/12), pejabat Ukraina mengonfirmasi bahwa mereka telah mengirimkan rancangan terbaru kepada pemerintah AS untuk mengakhiri invasi Rusia. Rancangan ini merupakan penyempurnaan dari proposal 28 poin yang awalnya diajukan oleh Presiden AS Donald Trump bulan lalu. Versi awal proposal sempat menuai kritik karena dinilai terlalu banyak mengalah pada tuntutan keras Moskow, terutama soal pengakuan terhadap wilayah yang dikuasai Rusia.

Kanselir Jerman, Friedrich Merz, menyampaikan bahwa pihaknya akan menggelar pembicaraan intensif dengan Washington akhir pekan ini. Rencananya, pertemuan internasional terkait isu Ukraina akan digelar pada awal pekan depan. Menanggapi hal ini, Rutte meyakini bahwa AS dan Eropa mampu mencapai konsensus. “Apakah saya yakin bahwa AS dan Eropa bisa menyepakati satu rencana? Ya, saya sangat yakin. Tapi apakah saya yakin Rusia akan menerimanya? Saya tidak tahu. Itu adalah ujian sesungguhnya,” paparnya dalam sesi diskusi panel.

Selain menyoroti sikap Rusia, Rutte juga melontarkan kritik tajam terhadap China. Dia menuduh Beijing berperan sebagai penopang utama Moskow dalam perang ini. “China ingin mencegah sekutunya kalah di Ukraina,” ujarnya dalam sebuah konferensi keamanan. “Tanpa dukungan China, Rusia tidak akan mampu meneruskan agresi ini,” tambahnya.

China, sebagai mitra dagang strategis Rusia, selama ini menyatakan sikap netral dalam konflik Ukraina. Namun, Beijing justru memilih tidak mengutuk tindakan militer Rusia, yang justru dianggap sebagai bentuk dukungan tidak langsung.

Rutte juga mengingatkan konsekuensi serius bagi keamanan kawasan jika Ukraina benar-benar jatuh ke bawah kendali Rusia. Dia menekankan bahwa NATO harus memperkuat kehadiran militernya secara signifikan di sepanjang kawasan sayap timur. “Sekutu-sekutu NATO harus meningkatkan pengeluaran dan produksi pertahanan secara lebih cepat dan lebih besar,” katanya.

Dampak ekonomi dan keamanan dari pendudukan Rusia terhadap Ukraina menjadi perhatian serius bagi aliansi militer tersebut. Rutte menegaskan bahwa stabilitas Eropa Timur sangat bergantung pada komitmen kolektif negara-negara anggota NATO dalam menghadapi ancaman dari timur.

Data Riset Terbaru 2025 mengungkap bahwa konflik Ukraina telah mengubah peta aliansi ekonomi global. China tercatat meningkatkan ekspor barang strategis ke Rusia sebesar 68% sejak awal perang. Di sisi lain, pengeluaran militer negara-negara NATO naik rata-rata 12% per tahun selama tiga tahun terakhir. Sebuah studi dari think tank European Security Forum (2025) menunjukkan bahwa 7 dari 10 negara Eropa Timur kini mengalokasikan anggaran pertahanan lebih dari 3% dari PDB-nya, sebuah lonjakan signifikan dibanding era pra-perang.

Studi kasus dari Polandia menunjukkan transformasi militer tercepat di Eropa pasca-invasi Rusia ke Ukraina. Mereka menggelontorkan USD 60 miliar untuk modernisasi alutsista dan membangun “benteng timur” di sepanjang perbatasan. Infografis terbaru dari NATO Defense Analysis Center (2025) memperlihatkan peningkatan 300% dalam latihan gabungan di kawasan Baltik selama 2023-2025.

Momen ini menjadi ujian nyata bagi tatanan dunia baru. Ketika kepentingan geopolitik bertabrakan, harga sebuah kedamaian ditentukan oleh keberanian dan solidaritas. Dunia sedang menunggu, apakah kekuatan kolektif mampu mengalahkan ambisi imperialis? Masa depan keamanan Eropa ada di ujung tanduk, dan setiap pilihan hari ini akan mengukir sejarah esok hari. Saatnya kita semua bersuara dan bersikap!

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan