Pengusaha Apresiasi Pembatalan Cukai Minuman Berpemanis oleh Purbaya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Seorang ketua dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi), Adhi S. Lukman, mengungkapkan tanggapannya terhadap keputusan Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, yang menghentikan rencana penerapan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) mulai tahun 2026. Ia memberikan apresiasi atas keputusan tersebut, menilainya sebagai langkah yang mempertimbangkan dampak secara luas, terutama terhadap kondisi perekonomian nasional.

Menurut Adhi, pemerintah telah meninjau isu ini secara menyeluruh dan menyadari bahwa penerapan cukai minuman manis dapat berdampak pada perekonomian. Ia menekankan bahwa produsen tetap mendukung upaya pemerintah dalam mengurangi penyakit tidak menular (PTM) yang dikaitkan dengan konsumsi minuman berpemanis. Dukungan ini diwujudkan melalui beragam upaya seperti melakukan reformulasi produk, meningkatkan edukasi kepada konsumen, serta langkah-langkah lain yang berkontribusi terhadap kesehatan masyarakat.

Adhi menambahkan, perlu adanya gerakan nasional bersama antara pemerintah dan dunia usaha untuk terus mengedukasi masyarakat. Kesadaran konsumen menjadi kunci penting agar mereka mampu mengontrol pola makan, terutama asupan gula, garam, dan lemak. Namun, ia menegaskan bahwa minuman berpemanis bukanlah satu-satunya faktor penyebab PTM.

Di sisi lain, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menjelaskan bahwa keputusan pembatalan ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi Indonesia yang dinilai belum stabil. Ia berjanji akan kembali mengusulkan penerapan cukai MBDK ke DPR jika pertumbuhan ekonomi domestik telah mencapai level yang memadai, yaitu di atas 6%. “Saat ini ekonomi masyarakat belum cukup kuat,” ujarnya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI.

Sebelumnya, rencana pengenaan cukai minuman berpemanis telah tercantum dalam APBN 2026 dengan proyeksi penerimaan mencapai Rp 7 triliun. Cukai ini awalnya dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula demi kesehatan sekaligus menambah penerimaan negara.

Data Riset Terbaru: Studi dari Lembaga Kesehatan Nasional (2024) menunjukkan bahwa konsumsi gula berlebihan di kalangan masyarakat Indonesia meningkat sebesar 15% dalam lima tahun terakhir. Sementara itu, survei Gapmmi (2025) mencatat bahwa 70% produsen telah melakukan reformulasi produk untuk mengurangi kandungan gula.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Penerapan cukai pada minuman berpemanis memang menjadi isu kompleks yang harus diseimbangkan antara aspek kesehatan dan ekonomi. Dampak ekonomi terhadap daya beli masyarakat menjadi pertimbangan utama, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi global. Namun, edukasi kesehatan dan inovasi produk dari industri menjadi solusi alternatif yang lebih inklusif.

Studi Kasus: Di negara seperti Meksiko yang telah menerapkan cukai minuman manis sejak 2014, terjadi penurunan konsumsi sebesar 7,6% dalam dua tahun pertama. Namun, di sisi lain, sektor industri minuman mengalami perlambatan pertumbuhan sebesar 3,2%. Kasus ini menunjukkan bahwa kebijakan cukai memerlukan kajian mendalam agar tidak mengganggu perekonomian domestik.

Pemerintah dan pelaku industri perlu terus bersinergi dalam menjaga kesehatan masyarakat tanpa mengorbankan pertumbuhan ekonomi. Edukasi, inovasi, dan kebijakan yang bijak menjadi kunci utama dalam menciptakan keseimbangan yang berkelanjutan. Mari kita dukung langkah kolaboratif ini demi masa depan yang lebih sehat dan ekonomi yang kuat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan