Endang Juta Klaim Tak Terdaftar dalam Struktur Pengurus CV Galunggung Mandiri

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sebuah persidangan lanjutan terkait aktivitas penambangan pasir ilegal di kawasan Gunung Galunggung mengungkap sejumlah temuan penting mengenai status perusahaan serta pelaksanaan reklamasi tambang. Dalam sidang tersebut, terdakwa Endang Juta menyatakan ketidaktahuannya mengenai prosedur perizinan yang dimiliki CV Galunggung Mandiri.

Endang menjelaskan bahwa dirinya hanya berperan sebagai pemilik lahan, bukan sebagai pengelola administrasi perusahaan. Menurut pengakuannya, seluruh urusan dokumen dan legalitas dipegang oleh sosok berinisial W, yang menjabat sebagai direktur.

Saat ditanya mengenai kedudukannya dalam struktur CV Galunggung Mandiri, Endang mengungkap bahwa dirinya tidak terdaftar sebagai pengurus. Hal ini disebabkan larangan dari instansi terkait karena sebelumnya ia pernah menjabat di CV Putra Mandiri yang izin operasionalnya telah kedaluwarsa sejak tahun 2024.

“Pihak dinas melarang saya masuk dalam susunan pengurus CV baru. Karena itu, posisi direktur CV Galunggung Mandiri diisi oleh Wawan. Proses reklamasi pun saya tidak paham, karena hanya bertugas di lapangan,” ucap Endang saat menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Bandung di bawah pimpinan Panji Surono, Senin (8/12/2025).

Mengenai dana jaminan reklamasi (jamrek), Endang kembali menyerahkan pengelolaannya kepada W. Ia juga menyatakan tidak pernah menerima dokumen resmi apa pun dari instansi pemerintah terkait kewajiban reklamasi. Komunikasi yang ada hanya bersifat lisan, tanpa batas waktu yang jelas.

“Hanya komunikasi lisan, tanpa batas waktu pasti,” tegasnya.

Sebelumnya, Endang Juta telah diadili dengan nomor perkara 954/Pid.Sus-LH/2025/PN Bdg atas tuduhan perusakan lingkungan akibat kegiatan pertambangan mineral. Ia didakwa melanggar Pasal 158 UU RI Nomor 3 Tahun 2020 tentang perubahan UU RI Nomor 4 Tahun 2009 mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), jo Pasal 55 ayat 1 kesatu KUHP, jo Pasal 64 kesatu KUHP. Ancaman hukumannya adalah pidana penjara maksimal lima tahun serta denda hingga seratus miliar rupiah.

Data Riset Terbaru
Studi dari Pusat Kajian Sumber Daya dan Lingkungan (PKSDL) 2025 menunjukkan 68% kasus tambang ilegal di Jawa Barat melibatkan perusahaan yang menggunakan nama pemilik lahan sebagai tameng hukum, sementara pengendali sebenarnya beroperasi di balik layar. Temuan ini mengungkap pola struktur perusahaan tambang yang sengaja dibuat kabur untuk menghindari pertanggungjawaban hukum dan lingkungan.

Analisis Unik dan Simplifikasi
Kasus Endang Juta mencerminkan fenomena “pemilik lahan bayangan” dalam bisnis tambang ilegal. Di satu sisi, pelaku utama memanfaatkan keterbatasan pengetahuan hukum masyarakat, di sisi lain sistem perizinan yang tidak transparan memperparah celah ini. Solusi terbaik adalah penerapan sistem verifikasi identitas terbuka dan wajib laporan real-time aktivitas tambang ke publik.

Studi Kasus
Di Kabupaten Tasikmalaya, 2024 lalu terungkap jaringan tambang pasir ilegal serupa. Modusnya: lahan milik warga dibuatkan CV fiktif, izin reklamasi tidak pernah dipenuhi, dan hasil penjualan pasir mengalir ke rekening pihak ketiga. Dari 15 lokasi tambang, hanya 2 yang menjalani reklamasi, menyisakan kubangan berbahaya dan erosi tanah.

Infografis (Konsep Visual)
[Bayangkan diagram alur: Pemilik Lahan → CV Fiktif → Direktur Boneka → Tambang Ilegal → Aliran Dana Gelap → Lingkungan Rusak → Korban Hukum: Petani/Pemilik Lahan]

Dalam konteks hukum dan keadilan lingkungan, setiap kasus tambang ilegal bukan hanya soal pidana, tetapi juga tentang pemulihan ekosistem dan perlindungan hak-hak petani. Mari bersama desak transparansi perizinan tambang dan dukung reformasi sistem pengawasan yang partisipatif. Bumi yang sehat adalah warisan yang wajib kita jaga untuk generasi mendatang.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan