Sektor Garmen dan Tekstil Paling Rentan PHK

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita


    Jakarta - 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta Kamdani mengungkapkan sektor industri yang paling rentan terhadap gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) saat ini. Dalam paparannya, industri garmen dan tekstil menjadi sektor yang paling terdampak buruk.

"Saat ini sektor yang paling terkena dampak adalah industri garmen dan tekstil. Jumlah PHK terbanyak masih terjadi di sektor ini karena sifatnya yang padat karya. Dengan banyaknya tenaga kerja yang terlibat, maka dampak PHK sangat terasa sekali," ujarnya dalam pertemuan di kantor APINDO, Jakarta, Senin (8/12/2025).

Perempuan yang akrab disapa Shinta ini memperingatkan bahwa tekanan terhadap industri tekstil dan garmen diprediksi akan berlanjut hingga tahun 2026 mendatang. Untuk itu, pihaknya menekankan pentingnya upaya revitalisasi di sektor ini agar tidak semakin memperburuk angka PHK.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kondisi industri garmen dan tekstil sangat dipengaruhi oleh situasi pasar, baik di dalam negeri maupun pasar ekspor. Ketika terjadi penurunan pesanan atau ketidakstabilan pasar, maka industri ini akan langsung merasakan dampak negatifnya.

“Jika pasar ekspor tidak stabil, mereka juga akan mengurangi produksi karena permintaan menurun. Di dalam negeri pun sama, apalagi ketika kita dibanjiri oleh barang impor ilegal, hal ini sangat mempengaruhi. Produk lokal menjadi tidak mampu bersaing dengan banjirnya barang impor tersebut,” jelas Shinta.


ADVERTISEMENT

Mengenai data pasti jumlah PHK, Shinta memilih untuk tidak terlibat dalam perdebatan dengan pihak pemerintah, khususnya Kementerian Ketenagakerjaan. Menurutnya, fokus utama pengusaha saat ini adalah bagaimana membantu menekan angka PHK.

“Kita sekarang lebih memilih fokus membantu merevitalisasi sektor yang terdampak daripada berdebat soal angka PHK. Yang menjadi perhatian kita selanjutnya adalah sektor informal, yang angkanya jauh lebih tinggi. Banyak pekerja yang sebelumnya ter-PHK akhirnya beralih ke sektor informal. Nah, sektor informal ini jika dibiarkan begitu saja akan semakin sulit karena mereka tidak berkembang dan tidak memiliki kepastian penghasilan,” paparnya.

Shinta juga menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja yang sangat bergantung pada arus investasi. Selain memperhatikan volume investasi, kualitas investasi yang masuk juga perlu menjadi perhatian utama.

Data resmi dari Pusat Data dan Teknologi Informasi Ketenagakerjaan Kementerian Ketenagakerjaan mencatat, jumlah pekerja yang mengalami PHK mencapai 70.244 orang. Angka ini merupakan data pekerja yang terdaftar sebagai peserta program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) BPJS Ketenagakerjaan.

“Pada periode Januari hingga Oktober 2025 terdapat 70.244 orang tenaga kerja ter-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) yang terklasifikasi sebagai peserta program JKP,” demikian tertulis dalam situs Satudata Kemnaker, seperti dikutip Thecuy.com Senin (24/11/2025).

Angka tersebut mengalami peningkatan dibanding periode yang sama tahun 2024 lalu, yaitu sebanyak 63.947 orang, atau meningkat 6.297 kasus.

    (ily/hns)

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan