Zulkifli Hasan, atau yang sering disapa Zulhas, secara tegas membantah klaim bahwa dirinya memberikan izin seluas 1,6 juta hektare lahan hutan untuk diubah menjadi perkebunan kelapa sawit. Ia menegaskan bahwa tidak ada izin baru yang dikeluarkan untuk pembukaan lahan sawit, melainkan hanya memberikan kepastian hukum terkait tata ruang bagi daerah-daerah di Riau, mulai dari tingkat kabupaten hingga desa. Menurut penjelasannya, sejak zaman kerajaan, permukiman atau desa-desa telah ada dan kemudian mengalami pemekaran menjadi kabupaten baru, kota baru, serta pembangunan infrastruktur seperti jalan. Meskipun dalam catatan pemerintah masih terdaftar sebagai kawasan hutan, kenyataannya kawasan tersebut telah berubah fungsi secara faktual. Luas 1,6 juta hektare itulah yang kemudian diberi status bukan kawasan hutan karena memang telah terjadi perubahan penggunaan lahan akibat pemekaran wilayah. Proses penandatanganan ini dilakukan atas permintaan resmi dari pemerintah daerah setempat.
Dalam kesempatan yang sama, Zulhas juga menanggapi isu bahwa dirinya memberikan izin pembukaan lahan di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo, Riau. Ia menegaskan tidak ada menteri kehutanan, termasuk dirinya, yang pernah mengeluarkan izin untuk membuka lahan di taman nasional tersebut. Lalu, mengapa kawasan Tesso Nilo mengalami kerusakan? Zulhas menjelaskan bahwa sejak masa reformasi, kawasan taman nasional tersebut telah diserbu oleh masyarakat hingga kini mencapai sekitar 50 ribu jiwa. Ketika Amerika Serikat mempertanyakan mengapa tidak ada tindakan terhadap serbuan tersebut, Zulhas menjawab bahwa hal itu adalah kewenangan penegak hukum, bukan ranah tugas menteri kehutanan.
“Yang disebut Tesso Nilo rusak itu memang benar, tapi itu terjadi karena waktu reformasi diserbu. Sekarang di situ ada 50 ribu orang. Lalu, apa salah Zulkifli Hasan? Katanya saya yang salah semua. Ya sudah, saya terima saja, tidak apa-apa,” ujarnya dengan nada pasrah.
Dukungan terhadap pernyataan Zulhas juga datang dari Hadi Daryanto, mantan Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan. Ia menjelaskan bahwa pelepasan 1,6 juta hektare kawasan hutan tersebut memiliki dasar hukum yang jelas, yaitu Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 dan SK 878/Menhut-II/2014. Kebijakan ini ditandatangani oleh Zulhas pada akhir masa jabatannya dan berisi tentang Perubahan Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan. Ia menegaskan bahwa dalam SK tersebut tidak ada satupun klausul yang mengizinkan perusahaan untuk membuka hutan lindung. Kebijakan ini diambil semata-mata untuk menyesuaikan kondisi faktual di lapangan, di mana banyak lahan yang masih tercatat sebagai “hutan” dalam peta lama, padahal kenyataannya sudah lama menjadi permukiman dan pusat aktivitas masyarakat.
SK tersebut merupakan bentuk respons pemerintah pusat terhadap surat usulan resmi dari gubernur, bupati, wali kota, serta aspirasi masyarakat se-Riau. Penyerapan usulan dan aspirasi ini bertujuan untuk memberikan kepastian ruang bagi pembangunan daerah. Lahan-lahan yang dilepaskan tersebut diperuntukkan bagi kepentingan tata ruang, seperti permukiman penduduk yang meliputi desa, kecamatan, hingga perkotaan yang padat penduduk; fasilitas sosial dan umum seperti jalan provinsi atau kabupaten, sekolah, rumah sakit, dan tempat ibadah; serta lahan garapan masyarakat berupa area pertanian dan perkebunan rakyat yang telah digarap turun-temurun.
Angka 1,6 juta hektare sering kali dikaitkan secara keliru dengan deforestasi besar-besaran dan bencana ekologis seperti banjir. Namun, narasi ini sering kali mengabaikan konteks sebenarnya, yaitu bahwa kebijakan ini justru dimaksudkan untuk “memutihkan” status hukum permukiman dan fasilitas umum yang sudah terlanjur ada, bukan untuk membuka hutan primer bagi kepentingan industri besar. Perdebatan publik yang muncul terkadang disebabkan oleh kurangnya pemahaman terhadap detail teknis kebijakan, sehingga menimbulkan distorsi informasi. Kebijakan tata ruang pada masa itu sering dituding pro-industri, padahal konteks yang sebenarnya adalah penyesuaian tata ruang dan legalisasi terhadap keterlanjuran yang telah terjadi.
Data Riset Terbaru: Studi dari Pusat Kajian Sumber Daya dan Lingkungan Universitas Gadjah Mada (2024) menunjukkan bahwa lebih dari 60% konflik lahan di Sumatera terjadi karena ketidaksesuaian antara peta tata ruang dan kondisi faktual di lapangan. Riset ini merekomendasikan perlunya sinkronisasi data spasial antara pemerintah pusat dan daerah untuk menghindari konflik kebijakan di masa depan.
Studi Kasus: Kasus Tesso Nilo menjadi pembelajaran penting tentang kompleksitas penanganan kawasan konservasi yang telah terjadi okupasi masyarakat. Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (2023) mencatat bahwa dari 50.000 penduduk yang menetap di kawasan ini, hanya 15% yang memiliki dokumen legalitas tanah. Sisanya hidup dalam ketidakpastian hukum, mencerminkan perlunya pendekatan penyelesaian yang holistik dan humanis.
Kita tidak bisa menyelesaikan masalah tata ruang dengan pendekatan yang sempit dan simplistik. Setiap kebijakan harus dilihat dari berbagai sudut pandang: hukum, sosial, ekonomi, dan lingkungan. Perlindungan hutan tetap penting, namun kepastian hukum bagi masyarakat yang telah lama bermukim juga tidak kalah urgen. Mari kita jadikan isu ini sebagai momentum untuk membangun sistem tata ruang yang lebih adil, transparan, dan berkelanjutan bagi seluruh anak bangsa.
Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.