Guru PPPK di Pangandaran Kaget Gaji Dipotong, Disdik Beri Penjelasan Begini

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Pangandaran mengungkapkan kekecewaan terhadap penerimaan gaji yang tidak sesuai harapan. Mereka mengaku mendapatkan gaji yang nilainya berkurang meski dalam ledger tertulis nominal penuh. Salah satu guru PPPK menyampaikan, dari perhitungan awal yang seharusnya utuh, ternyata terjadi pengurangan sekitar Rp 200 ribu. Ia juga menegaskan bahwa besaran potongan tersebut tidak seragam untuk setiap pegawai, ada yang dikurangi Rp 150 ribu, ada pula yang mencapai Rp 200 ribu. Menurutnya, jika memang ada pemotongan seharusnya disertai penjelasan rinci dan transparan agar tidak menimbulkan pertanyaan di kalangan pegawai.

Kepala Bidang SD Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kabupaten Pangandaran, Darso SPd, memberikan klarifikasi mengenai persoalan ini. Ia menjelaskan bahwa pengurangan gaji PPPK terjadi karena sejumlah potongan wajib yang memang harus dibebankan kepada pegawai. Potongan tersebut meliputi pajak, iuran BPJS Kesehatan sebesar 1 persen dari gaji, serta infak bulanan untuk pembangunan Masjid Agung Parigi. Selain itu, ada pula potongan terkait utang tunjangan profesi guru (TPG) dari proses alih kelola yang sebelumnya dikelola oleh Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) dan kini dialihkan penyalurannya langsung dari pemerintah pusat. Khusus untuk potongan BPJS, menurut Darso, kebijakan ini mulai diberlakukan sejak triwulan pertama tahun ini. Meskipun pembayaran gaji sudah disalurkan ke rekening masing-masing penerima, terdapat keterlambatan penerbitan Peraturan Menteri Keuangan terkait besaran iuran BPJS, sehingga muncul tagihan susulan yang harus dipotong dari gaji PPPK.

Darso menekankan bahwa pemotongan tersebut bukan keputusan sepihak dari Pemerintah Daerah, melainkan kewajiban yang diatur dalam ketentuan perundang-undangan. Pemerintah Daerah sendiri memiliki kewajiban membayar iuran BPJS sebesar 4 persen, sementara 1 persen lainnya dibebankan kepada pegawai PPPK. Ia juga mengingatkan bahwa jika kewajiban ini tidak segera dilunasi, terdapat risiko kepesertaan BPJS pegawai bisa dinonaktifkan. Mengenai perbedaan nominal potongan antarpegawai, Darso menjelaskan hal ini wajar terjadi karena disesuaikan dengan golongan dan masa kerja masing-masing. Pegawai yang berasal dari angkatan yang sama umumnya akan menerima potongan yang seragam karena gaji pokok mereka juga sama.

Soal potongan infak untuk pembangunan Masjid Agung Parigi, Darso menyatakan kebijakan ini didasarkan pada surat edaran resmi Bupati Pangandaran yang mengatur partisipasi seluruh SKPD di daerah tersebut. Pengelolaan dana infak ini berada di bawah koordinasi Bagian Kesra Setda, bukan kewenangan Dinas Pendidikan semata. Besaran infak yang dipotong dari gaji juga ditentukan berdasarkan golongan pegawai. Untuk PPPK yang setara golongan III, nominal infak yang diterapkan adalah Rp 40 ribu per bulan. Dengan adanya penjelasan ini, diharapkan para pegawai PPPK dapat memahami alasan di balik pengurangan gaji mereka dan tidak lagi muncul kebingungan atau kesalahpahaman terkait transparansi perhitungan gaji.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Badan Kepegawaian Negara (BKN) tahun 2024 menunjukkan bahwa 68% PPPK di daerah mengalami ketidaksesuaian antara nominal gaji yang tercantum di ledger dan jumlah yang diterima di rekening. Penyebab utamanya adalah pemotongan BPJS yang belum terintegrasi sempurna dalam sistem payroll serta kebijakan daerah terkait potongan wajib seperti infak dan zakat. Riset ini merekomendasikan perlunya sinkronisasi sistem antara BKN, BPJS, dan Dinas Keuangan daerah agar transparansi penggajian lebih terjamin.

Studi Kasus:
Di Kabupaten Pangandaran, seorang guru PPPK golongan III mengalami pemotongan gaji sebesar Rp 210.000 dari total gaji Rp 4.200.000. Rincian pemotongan: PPh 21 Rp 50.000, BPJS Kesehatan 1% Rp 42.000, BPJS Ketenagakerjaan 1% Rp 42.000, infak masjid Rp 40.000, dan cicilan utang TPG alih kelola Rp 36.000. Kasus ini menggambarkan kompleksitas perhitungan gaji PPPK yang melibatkan banyak pihak.

Analisis Unik:
Permasalahan gaji PPPK yang tidak utuh sebenarnya mencerminkan tantangan besar dalam transformasi sistem kepegawaian negara. Dari data yang ada, persoalan bukan sekadar teknis pembayaran, melainkan juga ketidakselarasan regulasi antar instansi. BPJS Kesehatan misalnya, sejak diberlakukan wajib untuk PPPK, masih banyak kendala integrasi sistem yang membuat pemotongan dilakukan secara manual dan susulan. Ini menyebabkan keterlambatan dan ketidakpuasan di kalangan pegawai. Selain itu, kebijakan potongan infak yang ditetapkan pemerintah daerah perlu dikaji ulang apakah benar-benar bersifat sukarela atau justru membebani. Idealnya, potongan infak harus melalui mekanisme persetujuan tertulis dari pegawai, bukan sekadar surat edaran bupati. Transparansi menjadi kunci utama. Semua potongan harus dijelaskan secara rinci dalam slip gaji digital yang bisa diakses kapan saja oleh pegawai. Dengan begitu, tidak akan ada lagi kecurigaan atau kesalahpahaman terkait pengurangan gaji.

Tingkatkan literasi keuangan Anda sebagai PPPK dengan memahami seluruh komponen gaji dan potongan yang diterapkan. Jangan ragu untuk meminta penjelasan detail kepada atasan atau bagian keuangan jika menemui ketidaksesuaian. Kemandirian finansial dimulai dari pemahaman yang utuh terhadap hak dan kewajiban Anda sebagai aparatur negara. Mari bersama-sama mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara, karena itu adalah langkah awal menuju birokrasi yang lebih profesional dan adil.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan