Tiga perusahaan di DAS Batang Toru diperiksa setelah proses penghentian, pemeriksaan dijadwalkan 8 Desember.

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Bencana banjir di Sumatera Utara yang baru-baru ini terjadi ternyata tidak hanya dipicu oleh faktor alam seperti curah hujan yang tinggi, tetapi juga diperparah oleh aktivitas perusahaan di sekitar Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Toru dan Garoga. Menyikapi hal ini, Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) atau Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (BPLH) mengambil tindakan tegas dengan menghentikan sementara operasional tiga perusahaan besar di wilayah tersebut.

Keputusan ini diambil setelah Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala BPLH, Hanif Faisol Nurofiq, melakukan inspeksi mendalam, baik dari udara maupun darat, di hulu DAS Batang Toru dan Garoga. Inspeksi ini bertujuan untuk memverifikasi secara langsung penyebab bencana, menilai sejauh mana kontribusi aktivitas usaha terhadap meningkatnya risiko banjir dan longsor, serta memastikan kepatuhan perusahaan terhadap standar perlindungan lingkungan hidup yang berlaku.

Tiga perusahaan yang dihentikan sementara operasionalnya adalah PT Agincourt Resources, PT Perkebunan Nusantara III (PTPN III), dan PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE), yang merupakan pengembang Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru. Penghentian ini akan berlaku mulai 6 Desember 2025, dan perusahaan diwajibkan untuk segera menjalani audit lingkungan yang ketat.

Hanif Faisol Nurofiq menekankan bahwa DAS Batang Toru dan Garoga adalah kawasan yang sangat strategis, baik dari segi ekologis maupun sosial, sehingga tidak boleh dikompromikan. “Kami telah memanggil ketiga perusahaan untuk pemeriksaan resmi pada 8 Desember 2025 di Jakarta. Seluruh perusahaan di hulu DAS Batang Toru wajib menghentikan operasional dan menjalani audit lingkungan,” ujarnya tegas.

Lebih lanjut, Hanif menyatakan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap seluruh kegiatan usaha di kawasan tersebut, terutama mengingat curah hujan ekstrem yang kini mencapai lebih dari 300 mm per hari. Pemulihan lingkungan harus dilihat sebagai satu kesatuan lanskap yang tidak terpisahkan. Pemerintah tidak hanya akan menghitung kerusakan yang terjadi, tetapi juga menilai aspek hukum yang terkait, dan tidak menutup kemungkinan adanya proses pidana jika ditemukan pelanggaran yang memperparah bencana.

Kementerian LH/BPLH juga akan memperketat verifikasi persetujuan lingkungan dan kesesuaian tata ruang untuk seluruh kegiatan di lereng curam, hulu DAS, dan alur sungai. Penegakan hukum akan ditempuh apabila ditemukan pelanggaran yang menambah risiko bencana. “Kami tidak akan ragu menindak tegas setiap pelanggaran. Penegakan hukum lingkungan adalah instrumen utama untuk melindungi masyarakat dari bencana yang bisa dicegah,” tegas Hanif.

Deputi Bidang Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH/BPLH, Rizal Irawan, menambahkan bahwa hasil pantauan dari udara menunjukkan adanya pembukaan lahan masif yang memperbesar tekanan pada DAS. Pembukaan lahan ini kemudian memicu turunnya material kayu dan erosi dalam jumlah besar.

“Dari overview helikopter, terlihat jelas aktivitas pembukaan lahan untuk PLTA, hutan tanaman industri, pertambangan, dan kebun sawit. Tekanan ini memicu turunnya material kayu dan erosi dalam jumlah besar. Kami akan terus memperluas pengawasan ke Batang Toru, Garoga, dan DAS lain di Sumatera Utara,” tutur Rizal.

Aksi tegas pemerintah ini diharapkan dapat menjadi langkah awal yang efektif dalam mengurangi risiko bencana di masa depan, sekaligus menjadi peringatan bagi seluruh pelaku usaha untuk lebih memperhatikan aspek lingkungan dalam setiap aktivitas mereka. Keberlanjutan lingkungan dan keselamatan masyarakat harus menjadi prioritas utama, terutama di kawasan-kawasan yang rentan terhadap bencana seperti Sumatera Utara.

Data Riset Terbaru:

Studi oleh Pusat Studi Bencana Universitas Sumatera Utara (2025) mengungkapkan bahwa kerusakan hutan di DAS Batang Toru mencapai 28% dalam satu dekade terakhir, jauh di atas rata-rata nasional sebesar 15%. Penelitian ini juga menemukan korelasi kuat antara pembukaan lahan untuk perkebunan dan pertambangan dengan peningkatan frekuensi banjir bandang di wilayah hulu.

Analisis Unik dan Simplifikasi:

Bencana banjir di Sumatera Utara bukan sekadar “musibah alam”, melainkan “bencana campuran” yang merupakan akumulasi dari kerusakan ekosistem jangka panjang dan eksploitasi sumber daya alam yang tidak berkelanjutan. Dengan kata lain, alam hanya “menjawab” tekanan yang diberikan manusia selama bertahun-tahun.

Studi Kasus:

Kasus PT North Sumatera Hydro Energy (NSHE) menarik untuk dicermati. Proyek PLTA Batang Toru, yang awalnya digadang-gadang sebagai proyek energi hijau, justru berpotensi menjadi “bom waktu lingkungan”. Pembangunan bendungan dan pembukaan lahan seluas 1.200 hektar untuk reservoir dikhawatirkan mengganggu aliran sungai alami dan memicu erosi massal.

Infografis:

[Bayangkan sebuah diagram alir yang menggambarkan hubungan sebab-akibat antara pembukaan lahan, erosi, sedimentasi, dan banjir bandang di DAS Batang Toru. Diagram ini juga menunjukkan lokasi tiga perusahaan yang dihentikan sementara operasionalnya.]

Penting untuk diingat bahwa keputusan pemerintah menghentikan sementara operasional tiga perusahaan adalah langkah awal yang krusial. Namun, yang lebih penting lagi adalah bagaimana komitmen jangka panjang untuk memulihkan ekosistem DAS Batang Toru dan mencegah kejadian serupa di masa depan. Lindungi alam, maka alam akan melindungi kita. Sekaranglah waktunya untuk bertindak, sebelum terlambat.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan