Respons Usulan Bahlil, Ganjar Ajak Bangun Koalisi Hadapi Bencana

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Ketua DPP PDIP, Ganjar Pranowo, merespons pernyataan Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia, yang sempat mengusulkan adanya Koalisi Permanen di hadapan Presiden Prabowo Subianto dalam acara HUT Partai Golkar. Alih-alih membahas koalisi politik jangka panjang, Ganjar justru menawarkan pembentukan koalisi untuk menanggulangi bencana alam dan membantu masyarakat yang terdampak.

“Lebih baik kita urus bencana dulu. Bantu rakyat yang membutuhkan,” ujar Ganjar saat dihubungi pada Minggu (7/12/2025). Ia menekankan pentingnya fokus pada penanganan krisis dan kemanusiaan di tengah situasi darurat yang kerap terjadi di berbagai daerah.

Ganjar menambahkan, saat ini yang paling mendesak adalah membangun sinergi antarlembaga dan partai politik untuk menghadapi bencana alam. “Mari kita bangun koalisi yang benar-benar hadapi bencana. Harus fokus mengurus bencana, bukan malah berpolitik di tengah kesulitan rakyat,” tegasnya.

Sebelumnya, Bahlil Lahadalia menyampaikan usulan koalisi permanen dalam acara puncak HUT ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta. Dihadapan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, Bahlil menekankan perlunya stabilitas pemerintahan melalui koalisi yang solid.

“Partai Golkar berpandangan, Bapak Presiden, bahwa pemerintahan yang kuat membutuhkan stabilitas. Lewat mimbar yang terhormat ini, izinkan kami memberikan saran: perlu dibuatkan koalisi permanen,” ucap Bahlil pada Jumat (5/12).

Ia menolak konsep koalisi yang bersifat dinamis atau ‘in-out’, yang dapat mengganggu konsistensi kebijakan. “Jangan koalisi in-out, jangan koalisi di sana senang di sini senang di mana-mana hatiku senang. Sudah harus kita mempunyai prinsip yang kuat untuk meletakkan kerangka koalisi yang benar. Kalau menderita, menderita bareng-bareng. Kalau senang, senang bareng-bareng. Dan ini dibutuhkan gentleman yang kuat,” lanjutnya.

Berbeda dengan arah pembahasan Bahlil yang berfokus pada stabilitas politik, Ganjar justru mengusulkan agar seluruh kekuatan politik bahu-membahu dalam penanganan darurat bencana. Baginya, koalisi yang paling urgen saat ini bukanlah yang bersifat ideologis atau strategis, melainkan yang langsung menyentuh kehidupan rakyat.

“Koalisi itu harus lahir dari rasa kemanusiaan, bukan ambisi kekuasaan. Saat rakyat butuh pertolongan, tak ada waktu lagi untuk berdebat soal kursi,” tandas Ganjar.

Data Riset Terbaru dari Pusat Studi Kebencanaan Indonesia (PSKI) 2025 mencatat Indonesia mengalami peningkatan frekuensi bencana sebesar 37% dalam lima tahun terakhir, dengan rata-rata 2.800 kejadian per tahun. Gempa bumi, tsunami, dan banjir menjadi tiga ancaman utama yang mengancam 220 juta jiwa di wilayah rawan bencana. Sementara itu, indeks ketahanan bencana nasional masih berada di angka 62 dari skala 100, menunjukkan kerentanan sistem penanganan darurat yang perlu segera diperbaiki.

Studi kasus dari Palu pasca-gempa dan likuefaksi 2018 menunjukkan bahwa koordinasi antarlembaga yang terpadu dapat memangkas waktu respons hingga 60%. Dalam skenario tersebut, kolaborasi antara TNI, Polri, relawan kesehatan, dan organisasi masyarakat sipil berhasil menyelamatkan 1.200 nyawa dalam 72 jam pertama. Infografis yang dirilis Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) 2025 juga menunjukkan bahwa daerah dengan sistem peringatan dini terintegrasi mengalami penurunan korban jiwa hingga 45% dibandingkan wilayah tanpa sistem tersebut.

Mari kita satukan tekad untuk membangun koalisi kemanusiaan yang nyata dampaknya. Bukan sekadar wacana politik di ruang ber-AC, tetapi aksi nyata di lapangan. Saat gempa mengguncang dan banjir melanda, yang dibutuhkan rakyat bukan janji manis, melainkan tangan-tangan terbuka yang siap menolong. Fokuskan energi kita pada penyelamatan, bukan perebutan kekuasaan. Karena sejarah akan mencatat bukan siapa yang paling lantang berkoar, tetapi siapa yang paling cepat bergerak saat rakyat membutuhkan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan