Polisi mengamankan barang bukti dalam kasus dugaan perundungan remaja yang mencuat di Tasikmalaya

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Sebuah video yang menunjukkan dugaan perundungan terhadap seorang remaja di bawah umur di Tasikmalaya, Jawa Barat, menjadi viral di media sosial. Durasi video tersebut mencapai 1 menit dan menuai sorotan luas dari publik. Korban, yang berasal dari Kecamatan Cipedes, Kota Tasikmalaya, diduga dianiaya oleh empat teman sebayanya di sebuah saung di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya. Dalam rekaman tersebut, korban mengalami tindakan kekerasan seperti dijambak rambutnya hingga digunting, ditampar, dan disiram air kolam.

Video ini pertama kali diunggah oleh akun Facebook @Ihwan Alvaro pada Jumat, 5 Desember 2025. Dalam keterangan unggahannya, dia menyatakan bahwa korban adalah adiknya yang diduga disiksa oleh sekelompok teman. Akun tersebut juga meminta bantuan warganet agar para pelaku segera ditangkap. Respons publik terhadap unggahan ini sangat besar, ditandai dengan 747 komentar, 96 kali dibagikan, dan 602 suka. Banyak netizen yang mengecam keras tindakan tersebut dan mendesak aparat penegak hukum untuk segera bertindak.

Kasus ini menjadi sorotan karena melibatkan anak di bawah umur dan menampilkan kekerasan fisik serta psikologis yang cukup parah. Tindakan perundungan terhadap anak merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan undang-undang yang berlaku di Indonesia. Dalam konteks ini, para pelaku bisa dikenai pasal-pasal terkait kekerasan terhadap anak, yang bisa diancam hukuman penjara. Pihak kepolisian setelah menerima laporan dari keluarga korban langsung melakukan penyelidikan di lokasi kejadian pada Sabtu, 6 Desember 2025.

Belum lama ini, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) kembali menegaskan pentingnya pencegahan perundungan di lingkungan sekolah dan masyarakat. Data dari Kemen PPPA pada 2024 menunjukkan bahwa kasus perundungan di Indonesia meningkat 15% dibandingkan tahun sebelumnya, dengan mayoritas pelaku dan korban adalah anak-anak di bawah umur. Salah satu faktor pendorong meningkatnya kasus ini adalah minimnya pengawasan orang tua dan lingkungan sekitar, serta kurangnya edukasi tentang pentingnya menghargai sesama sejak dini.

Studi kasus serupa pernah terjadi di Jawa Tengah pada 2023, di mana seorang siswa SMP menjadi korban perundungan kelompok temannya hingga mengalami trauma berat. Kasus tersebut menjadi pembelajaran penting bagi sekolah dan pemerintah daerah untuk memperketat pengawasan dan memberikan pelatihan khusus tentang anti-bullying. Di sisi lain, pihak sekolah diharapkan dapat menjadi garda terdepan dalam mencegah perundungan dengan menerapkan program bimbingan konseling dan sosialisasi nilai-nilai toleransi.

Masyarakat diimbau untuk tidak diam ketika menyaksikan tindakan perundungan. Dengan melapor ke pihak berwajib atau lembaga terkait, korban bisa mendapatkan pertolongan lebih cepat. Selain itu, penting bagi orang tua untuk selalu peka terhadap perubahan perilaku anak, karena tanda-tanda perundungan tidak selalu berupa luka fisik, tetapi juga bisa berupa perubahan emosional seperti menarik diri, murung, atau menolak pergi ke sekolah.

Kejadian ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa perundungan bukan sekadar “candaan remaja”, melainkan tindakan kekerasan yang dapat meninggalkan luka fisik dan mental jangka panjang. Kolaborasi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi tumbuh kembang anak. Mari bersama-sama menjadi pelindung generasi muda dari kekerasan dan diskriminasi. Dengan kepedulian dan tindakan nyata, kita bisa mewujudkan masa depan yang lebih baik dan penuh kasih sayang.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan