Habiburokhman Tanggapi Kaitan Bencana Sumatera dengan Zulhas: Agak Lucu

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Habiburokhman, menanggapi berbagai spekulasi yang menghubungkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor di Aceh, Sumatera Utara, serta Sumatera Barat dengan Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Dalam pandangan Habiburokhman, kaitan antara bencana tersebut dengan sosok Zulhas terasa janggal dan tidak tepat secara logika.

Pernyataan ini disampaikan oleh Habiburokhman dalam forum diskusi “Total Politik” yang mengangkat tema “Gejolak Jelang 2026: Dampak Politik Pisau Hukum Prabowo”, bertempat di ASA Menteng, Jakarta Pusat, pada hari Sabtu, 6 Desember 2025. Ia menekankan bahwa penanganan kasus pidana lingkungan hidup memerlukan waktu yang sangat panjang, bahkan bisa mencapai belasan tahun, dan dampaknya sangat luas. Oleh sebab itu, menurutnya tidaklah mungkin bencana alam digunakan sebagai alat politik untuk menyerang pihak tertentu hanya karena perbedaan pandangan.

Habiburokhman mengingatkan bahwa masa jabatan Zulkifli Hasan sebagai Menteri Kehutanan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono hanya berlangsung selama lima tahun. Ia menegaskan bahwa kerusakan hutan dan lingkungan di berbagai wilayah sebenarnya telah terjadi jauh sebelum Zulhas menjabat, sehingga tidak tepat jika menyalahkan dirinya secara langsung atas kondisi saat ini.

Lebih lanjut, ia mengkritik kecenderungan sebagian pihak yang cepat mengaitkan peristiwa alam dengan figur-figur politik tertentu. Menurutnya, pendekatan seperti itu justru mengaburkan fokus penyelesaian masalah dan cenderung bersifat politis. Ia menekankan bahwa pendekatan hukum seharusnya tidak semata mencari kesalahan individu, melainkan mengidentifikasi akar permasalahan yang menyebabkan kerusakan.

Menurut Habiburokhman, jika suatu peristiwa alam hanya dijadikan alat untuk mencari kambing hitam, maka solusi yang dihasilkan tidak akan pernah menyelesaikan permasalahan secara tuntas. Ia menilai bahwa orientasi semacam itu justru menghilangkan nilai kemanusiaan dan keadilan. Sebaliknya, pendekatan yang berorientasi pada kemanusiaan harus mampu melihat lebih jauh daripada sekadar mencari siapa yang bersalah, melainkan mencari tahu apa yang salah dalam sistem atau kebijakan yang ada.

Ia menambahkan bahwa dengan memahami apa yang menjadi akar masalah, maka masyarakat dan pemerintah dapat bekerja sama untuk memperbaiki sistem tersebut agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Dalam konteks penanganan bencana, pendekatan ini lebih menekankan pada perbaikan tata kelola lingkungan, pengawasan hutan, dan perencanaan tata ruang yang berkelanjutan.

Sebagai catatan, isu pelepasan kawasan hutan seluas 1,6 juta hektare pada masa Zulkifli Hasan menjabat kembali mencuat. Namun, penelusuran terhadap dokumen hukum menunjukkan bahwa kebijakan tersebut merupakan langkah administratif dalam rangka penataan ruang, bukan pemberian izin konsesi perkebunan kelapa sawit secara langsung. Dasar hukum pelepasan lahan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 673/Menhut-II/2014 dan Nomor 878/Menhut-II/2014, yang merupakan keputusan tentang perubahan peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan.

Kebijakan ini bertujuan untuk menyesuaikan kondisi di lapangan dengan peta tata ruang resmi, terutama di wilayah Riau, di mana banyak lahan yang secara administratif tercatat sebagai hutan, namun secara faktual telah menjadi permukiman dan pusat aktivitas masyarakat. Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum bagi masyarakat sekaligus menjadi dasar bagi perencanaan pembangunan daerah yang lebih terarah.

Pemerintah pusat, dalam proses pengambilan keputusan, telah menyerap aspirasi resmi dari berbagai pihak daerah, termasuk gubernur, bupati, wali kota, serta aspirasi masyarakat luas di Riau. Tujuannya adalah untuk menyeimbangkan kebutuhan pembangunan daerah dengan perlindungan lingkungan secara proporsional.

Pendekatan yang holistik dan berkelanjutan terhadap penanganan bencana dan pengelolaan lingkungan hidup jauh lebih penting daripada sekadar mencari kesalahan individu atau kelompok tertentu. Dengan memahami akar permasalahan dan bekerja sama secara kolektif, bangsa ini dapat membangun ketahanan terhadap bencana dan menciptakan tata kelola lingkungan yang lebih baik untuk generasi mendatang. Mari bersama-sama fokus pada solusi nyata yang berpijak pada keadilan, kebenaran, dan kelestarian alam.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan