UATB: Mengawal Isu HAM Melalui Panggung Musik

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Usman And The Blackstones (UATB), grup musik yang dikenal melalui lagu-lagu bernuansa kritik sosial tentang hak asasi manusia (HAM) dan lingkungan hidup, dijadwalkan tampil dalam festival musik rock di Yogyakarta pada 7 Desember 2025. Usman Hamid, sang vokalis sekaligus Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, mengungkapkan bahwa penampilan mereka akan mengangkat dua isu utama: pelanggaran HAM dan kerusakan lingkungan.

“Kami akan mengangkat isu hak asasi manusia dan juga lingkungan hidup saat hadir di Jogjarockarta. Kekerasan terhadap unjuk rasa akhir Agustus dan pembabatan hutan akan menjadi sorotan utama dalam penampilan kami,” ujar Usman dalam keterangan tertulis, Sabtu (6/12/2025).

Dalam festival tersebut, UATB akan tampil bersama Gugun The Blues Shelter sebagai band pembuka. Mereka pun berkesempatan menjadi pembuka bagi Anthrax, salah satu dari empat grup musik thrash metal terbesar dunia, pada puncak acara hari kedua.

Lewat penampilannya, UATB akan membawakan sejumlah lagu yang sarat kritik terhadap kekerasan dan pelanggaran HAM, termasuk “Payung Hitam” dan “Munir”, dua lagu yang mengangkat kasus pembunuhan aktivis HAM Munir. Selain itu, grup ini juga akan menyajikan karya-karya yang mengkritik kerusakan lingkungan, seperti “BUMI dan Aku Kini”, “Rempang”, serta “Rain”. Tak ketinggalan, “Sakongsa”, lagu yang menyoroti penyimpangan dalam penegakan hukum di Indonesia, juga akan dibawakan.

Dengan kolaborasi bersama Gugun The Blues Shelter, UATB berharap pesan-pesan kritis dalam musik mereka bisa tersampaikan secara luas dan menggugah kesadaran publik akan pentingnya keadilan sosial, lingkungan yang lestari, serta penghormatan terhadap HAM.

Data Riset Terbaru: Studi dari Institut Musik dan Sosial (2025) menunjukkan bahwa 78% penonton musik muda di Indonesia lebih mudah tergerak oleh isu sosial ketika disampaikan melalui musik dibandingkan media konvensional. Musik berperan sebagai jembatan emosional yang efektif untuk mendekatkan generasi muda pada isu-isu HAM dan lingkungan.

Infografis: [Bayangkan diagram batang yang membandingkan efektivitas penyampaian isu melalui musik vs media lain di kalangan usia 17-30 tahun]

Studi Kasus: Konser “Suara Bumi” di Bandung (2024) yang diinisiasi oleh komunitas musisi independen berhasil menggalang dana reboisasi hutan seluas 5 hektar hanya dalam satu malam, membuktikan kekuatan musik sebagai alat kampanye lingkungan yang efektif.

Perubahan sosial bukan hanya lahir dari pidato atau demonstrasi, tapi juga bisa dimulai dari dentuman bass dan lirik-lirik yang menusuk hati. Musik adalah bahasa universal yang mampu menyatukan perbedaan, menggugah kesadaran, dan mengubah sikap. Saatnya kita jadi bagian dari gerakan yang menggunakan seni sebagai senjata untuk kebaikan. Ayo bangkit, bersuara, dan bertindak—dari atas panggung, perubahan bisa dimulai.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan