Dana Syariah Indonesia hanya sanggup bayar Rp 3,5 miliar dari tagihan Rp 1,13 triliun

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Sebuah paguyuban yang menaungi lender Dana Syariah Indonesia kembali mengadakan pertemuan virtual dengan manajemen perusahaan tersebut. Dalam pertemuan tersebut dibahas mengenai upaya penyelesaian kewajiban pembayaran yang tertunda kepada para pemberi modal.

Hasil pertemuan menunjukkan bahwa manajemen DSI mengklaim hanya memiliki dana sebesar Rp 3,5 miliar untuk menyelesaikan tunggakan kepada 14.000 lender. Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan total kewajiban yang mencapai Rp 1,13 triliun dari 3.378 pemberi pinjaman per 20 November 2025.

“Perlu dicatat bahwa DSI hanya memiliki Rp 3,5 miliar dana pemulihan yang akan dibagikan kepada 14.000 lender. Yang lebih mencengangkan lagi, mereka sendiri tidak yakin dengan data lendernya. Bukan hanya jumlah dananya yang sangat minim, tetapi data penerimanya pun tidak jelas. Untuk perusahaan yang seharusnya tertib, diaudit, diawasi OJK dan telah bersertifikasi ISO, fakta bahwa mereka tidak mengetahui data lendernya sendiri merupakan kelalaian yang sangat serius, bahkan bisa dikategorikan sebagai malapraktik pengelolaan,” demikian pernyataan perwakilan Paguyuban Lender Dana Syariah Indonesia.

Dana sebesar itu hanya mampu menutupi 0,2% dari total kewajiban terhadap para lender. Paguyuban Lender juga mempertanyakan sistem pengelolaan perusahaan karena manajemen DSI tidak dapat menjelaskan posisi arus kas masuk dan ekuitas selama tahun 2025.

Sebelumnya, DSI pernah memberikan janji mengenai proses pencairan dana pada 8 Desember mendatang. Namun jumlah dana yang disediakan untuk pencairan tersebut hanya mencakup 0,2% dari total keseluruhan lender DSI. Manajemen DSI juga diduga melakukan pengalihan atau over appraisal yang semakin memperbesar kerugian para lender.

“Pihak DSI menyampaikan bahwa mereka memiliki extra balance sheet yang berisi; aliran dana lender masuk, penyaluran dana ke borrower secara lengkap, dan rincian posisi borrower. Namun dokumen tersebut tidak dapat ditampilkan pada saat ini, karena dianggap sensitif dan harus menunggu izin OJK. DSI menjanjikan dokumen ini akan disampaikan setelah tanggal 10 Desember 2025, dengan catatan jika OJK mengizinkan,” jelas pihak paguyuban.

Berdasarkan data yang dirilis oleh Paguyuban Lender Dana Syariah Indonesia, terdapat dana mengendap sebesar Rp 1,13 triliun dari total lender sebanyak 3.787 per 20 November 2025. Data tersebut dipublikasikan melalui akun resmi instagram yang dikelola oleh Paguyuban Lender Dana Syariah Indonesia, @paguyubanlenderdsi.

Dalam mediasi yang dilakukan pada 18 November 2025, Paguyuban Lender Dana Syariah Indonesia ditunjuk sebagai satu-satunya wakil resmi para pemberi modal DSI. Pertemuan tersebut juga menetapkan target pembayaran dana lender selama setahun sejak penandatanganan kesepakatan kerja sama.

“Kedua belah pihak sepakat bahwa pengembalian dana lender ditargetkan selesai dalam periode satu tahun sejak penandatanganan kesepakatan kerja sama ini. Target ini akan menjadi acuan utama dalam evaluasi progres penyelesaian,” tulis hasil pertemuan tersebut dalam keterangan tertulis, Rabu (19/11/2025).

Perlu diketahui bahwa OJK sebelumnya telah menjatuhkan sanksi berupa Pembatasan Kegiatan Usaha (PKU) kepada DSI. Perusahaan ini sebelumnya juga telah terseret kasus gagal bayar kepada para lender atau pemberi dananya.

“Pengenaan sanksi tegas kepada lembaga jasa keuangan PVML dilakukan dalam rangka upaya penguatan pengawasan serta perlindungan konsumen serta memperkuat tata kelola, penyelenggaraan risiko, dan konsolidasi di industri PVML,” kata Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya (PVML) OJK, Agusman, dalam konferensi pers daring, Jumat (7/11/2025).

Data Riset Terbaru menunjukkan bahwa kasus gagal bayar di industri fintech syariah semakin kompleks dan memerlukan penanganan yang lebih serius dari regulator. Analisis Unik dan Simplifikasi menunjukkan bahwa permasalahan utama bukan hanya pada aspek keuangan, tetapi juga pada sistem manajemen dan tata kelola perusahaan yang buruk. Studi kasus yang terjadi pada DSI menjadi pelajaran berharga bagi seluruh pelaku industri fintech syariah untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana nasabah.

Untuk meningkatkan kepercayaan publik terhadap industri fintech syariah, perlu dilakukan perbaikan menyeluruh mulai dari sistem pengawasan, manajemen risiko, hingga tata kelola perusahaan. Transparansi data dan pertanggungjawaban kepada nasabah harus menjadi prioritas utama. Dengan begitu, industri fintech syariah dapat berkembang secara sehat dan memberikan manfaat nyata bagi masyarakat. Ayo bersama-sama bangun industri fintech syariah yang amanah dan profesional demi masa depan keuangan Indonesia yang lebih baik.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan