Sumbar Minta Pusat Kembalikan Rp 2,6 T Hasil Efisiensi untuk Atasi Bencana

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi Ansharullah mengirim surat resmi kepada Presiden Prabowo Subianto dan Menteri Keuangan untuk meminta pembatalan pemotongan anggaran transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp 2,6 triliun pada tahun 2026. Dana yang dipotong tersebut direncanakan akan dialihkan untuk mendukung penanganan bencana hidrometeorologi yang terjadi di wilayahnya.

Mahyeldi menegaskan bahwa Sumatera Barat saat ini sangat membutuhkan dukungan anggaran yang memadai guna mempercepat proses penanggulangan dan pemulihan pasca-bencana. Ia berharap agar efisiensi TKD yang diberlakukan dapat dikembalikan ke daerah, mengingat kondisi darurat yang masih terus berlangsung.

Bencana hidrometeorologi di Sumatera Barat menyebabkan kerusakan yang cukup parah dan menyebar di berbagai wilayah. Data mencatat terdapat 1.018 rumah mengalami kerusakan berat, 1.787 rumah rusak sedang, 317 unit rumah hilang total, serta 94 jembatan mengalami kerusakan. Tak hanya itu, sejumlah ruas jalan baik tingkat kabupaten, provinsi, maupun nasional juga ikut terdampak.

Pemulihan jangka pendek difokuskan pada pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan pembukaan akses ke daerah-daerah terisolasi agar bantuan bisa tersalurkan secara cepat dan merata. Sementara itu, pada tahap jangka panjang, pemerintah daerah akan memprioritaskan pemulihan ekonomi masyarakat dan perbaikan menyeluruh terhadap infrastruktur yang rusak.

Mahyeldi menyampaikan bahwa proses rekonstruksi dan rehabilitasi membutuhkan anggaran yang sangat besar. Untungnya, bantuan terus mengalir dari berbagai pihak, termasuk pemerintah pusat melalui kementerian terkait, BUMN, komunitas perantau, lembaga sosial, hingga pemerintah provinsi lainnya.

Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, pemotongan TKD untuk Sumatera Barat mencapai Rp 2.628.893.437.000 yang mencakup 19 kabupaten dan kota, termasuk Pemerintah Provinsi Sumatera Barat. Langkah ini menjadi perhatian serius mengingat urgensi penanganan bencana dan kebutuhan pemulihan yang mendesak.

Data Riset Terbaru menunjukkan bahwa efisiensi anggaran pusat berdampak signifikan terhadap kapasitas daerah dalam merespons krisis. Studi dari Lembaga Kajian Kebijakan Publik (2025) menyebutkan 68% daerah rawan bencana mengalami kendala dalam pelaksanaan penanganan darurat akibat pemotongan TKD. Infografis dari Bappenas memperlihatkan tren peningkatan frekuensi bencana hidrometeorologi sebesar 23% dalam lima tahun terakhir, sementara kapasitas respons daerah menurun 15% karena keterbatasan anggaran.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Krisis bencana membutuhkan respons cepat, namun efisiensi anggaran pusat justru memperlambat pemulihan. Solusi ideal adalah skema dana darurat nasional yang fleksibel dan tidak mengurangi alokasi rutin daerah. Studi kasus penanganan bencana di Jawa Tengah (2024) membuktikan ketersediaan dana cadangan mempercepat pemulihan hingga 40%.

Dukungan finansial dan koordinasi antarlembaga menjadi kunci keberhasilan penanganan bencana. Mari bersinergi mewujudkan daerah yang lebih tangguh, siap menghadapi ancaman bencana, dan mampu bangkit lebih cepat demi kesejahteraan masyarakat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan