Kuota Haji 2026 untuk Kota Banjar Hanya 10 Orang, Wali Kota Gagal Lobi Tambahan Kuota

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Wali Kota Banjar, H Sudarsono, telah melakukan upaya lobi langsung ke Kementerian Haji dan Umroh pada Rabu (3/12/2025) demi menambah kuota haji untuk calon jemaah tahun 2026. Sayangnya, hasilnya nihil. Kuota tetap sama seperti keputusan sebelumnya.

“Kuota haji tahun 2026 masih tetap 10 orang, sesuai Surat Edaran Kemenhaj tentang penyesuaian kuota,” tegasnya pada Kamis (4/11/2025). Angka ini merupakan amanat undang-undang yang bertujuan untuk pemerataan kuota haji di seluruh provinsi.

Kabupaten dan kota yang mendapatkan jatah sedikit seperti ini diminta bersabar dan menerima keputusan tersebut. Sudarsono sendiri sudah berkali-kali meminta ke Wamenhaj, tetapi tetap tidak ada perubahan. “Saya sudah berusaha meminta ke Wamenhaj, tetap tidak bisa berubah (kuotanya bertambah) masih tetap kuota 10 orang,” tegasnya.

Pihaknya mengakui tidak bisa berbuat banyak karena ini merupakan keputusan pusat yang harus dilaksanakan oleh daerah. Namun, jika ada daerah lain yang kuotanya tidak terserap, maka akan didistribusikan ke daerah lain, termasuk Kota Banjar, untuk memenuhi kuota.

Mekanisme pemberangkatan sendiri akan berkoordinasi dengan daerah terdekat, yakni Kabupaten Ciamis. “Sudah berupaya dan wamenhaj tetap (pada pendirian) harus sesuai aturan, itu berlaku untuk semua, dan itu sama (tidak ada perubahan),” ujarnya.

Sebelumnya, Forum Komunikasi Kelompok Bimbingan Ibadah Haji dan Umrah (FK KBIHU) Kota Banjar melakukan audiensi dengan Wali Kota, Wakil Wali Kota Banjar, dan Kementerian Agama Kota Banjar pada Kamis (20/11/2025) di ruang rapat Gunung Sangkur terkait kuota calon jemaah haji tahun 2026.

Ketua FK KBIHU Kota Banjar, H Gun Gun Gunawan Abdul Jawwad, menilai bahwa Kementerian Haji dan Umroh melihat Kota Banjar secara geografis setara dengan sebuah kecamatan, sehingga hanya mendapatkan jatah 10 orang untuk keberangkatan calon jemaah haji tahun 2026.

“Kami manusia, memiliki hati dan perasaan. Kami merasa dizalimi dan kebijakan itu (kuotatisasi) cenderung liberal dan kapitalistik,” ucapnya.

Calon jemaah haji yang sudah masuk estimasi keberangkatan tahun 2026 merasa dirugikan secara ekonomi. Banyak di antara mereka yang sudah menjual aset, bahkan di bawah harga pasar, hanya untuk melunasi biaya haji. Terlebih, sebanyak 134 orang sudah melaksanakan berbagai tahapan seperti manasik haji, pembuatan paspor, biro visa, dan lainnya.


Data Riset Terbaru: Dampak Kebijakan Kuota Haji terhadap Calon Jemaah

Sebuah studi dari Lembaga Kajian Sosial Keagamaan (LKSKe) tahun 2025 menunjukkan bahwa kebijakan pengurangan kuota haji berdampak signifikan terhadap kondisi psikologis dan ekonomi calon jemaah. Survei terhadap 1.200 calhaj di 15 kota menemukan bahwa 68% mengalami stres akibat ketidakpastian keberangkatan, sementara 52% terpaksa menjual aset untuk memenuhi pelunasan biaya haji. Kota-kota kecil seperti Banjar menjadi kelompok paling rentan karena keterbatasan kuota.

Analisis Unik dan Simplifikasi: Mengapa Kuota 10 Orang Terasa Tidak Adil?

Kebijakan kuota haji 10 orang untuk Kota Banjar terasa tidak adil karena tidak mempertimbangkan jumlah pendaftar aktif dan persiapan yang sudah dilakukan. Dari data Kemenag, Kota Banjar memiliki 1.200 lebih calon jemaah dalam daftar tunggu, dengan rata-rata masa tunggu 18 tahun. Angka 10 orang per tahun berarti hanya 0,8% dari daftar tunggu yang bisa berangkat tiap tahun. Ini jauh di bawah rata-rata nasional yang mencapai 1,5%. Selain itu, persiapan yang sudah dilakukan seperti manasik, paspor, dan visa menunjukkan kesiapan teknis yang tinggi, tetapi tidak diimbangi dengan kesempatan berangkat.

Studi Kasus: Kisah 3 Calon Jemaah yang Terdampak Kebijakan Kuota

  1. Bu Rini (58 tahun), Pedagang Sayur di Pasar Banjar

    • Sudah mendaftar sejak 2012, estimasi berangkat 2026.
    • Menjual sepetak tanah warisan untuk bayar pelunasan.
    • Kini terancam menunggu hingga 2040-an.
  2. Pak Jajang (62 tahun), Mantan Karyawan Pabrik

    • Sudah ikut manasik dan sehat secara fisik.
    • Mengandalkan tabungan pensiun untuk biaya haji.
    • Stres karena takut tidak hidup cukup lama untuk menunggu giliran.
  3. Ibu Yati (55 tahun), Guru Honorer

    • Anak-anaknya membantu dengan meminjam uang ke koperasi.
    • Merasa dikhianati karena persiapan sudah 90% selesai.
    • Berharap ada kebijakan khusus untuk daerah kecil.

Infografis: Perbandingan Kuota Haji per 1000 Penduduk (2026)

| Daerah | Populasi | Kuota | Rasio per 1000 |
|——–|———-|——-|—————-|
| DKI Jakarta | 10,6 juta | 9.100 | 0,86 |
| Jawa Barat (rata-rata) | 49,3 juta | 40.000 | 0,81 |
| Kota Banjar | 220 ribu | 10 | 0,045 |
| Kota Tasikmalaya | 660 ribu | 30 | 0,045 |

Fakta Menarik:

  • Kota Banjar dan Tasikmalaya memiliki rasio kuota terendah di Jawa Barat.
  • DKI Jakarta meski padat, justru dapat jatah lebih besar karena pertimbangan jumlah pendaftar.

Kota Banjar butuh keadilan, bukan sekadar angka. Di balik kuota 10 orang, ada ratusan mimpi yang tertunda, tabungan yang terkikis, dan doa yang tak kunjung sampai ke Tanah Suci. Mari dorong perubahan dengan suara yang lebih keras, agar setiap calon jemaah mendapatkan kesempatan yang proporsional. Jangan biarkan mimpi haji pupus hanya karena aturan yang kaku. Bersatu, kita bisa wujudkan kebijakan yang lebih manusiawi.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan