Kemiskinan Sebagai Penyebab dan Akibat Perceraian di Priangan Timur

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

TASIKMALAYA, Thecuy.com – Hubungan dua arah yang erat terjadi antara tingginya angka perceraian dan kemiskinan. Dalam kenyataan sosial, kemiskinan kerap menjadi pemicu utama keretakan rumah tangga hingga berujung perceraian.

Tekanan ekonomi menjadi pemicu konflik hebat dalam kehidupan berkeluarga. Di sisi lain, perceraian juga berpotensi memperluas kemiskinan karena pasangan yang bercerai—khususnya perempuan—sering kehilangan penghasilan utama atau harus mengemban tanggung jawab mengurus rumah tangga secara mandiri.

Persikotas Juara, Masa Depan Terbuka: Wali Kota Sediakan Beasiswa Kuliah di UMBPolitik Bambu Apus (part2): Politisi Tinggal Menunggu Langkah. Orkestra Tengah Disiapkan!

Kondisi ini membuktikan bahwa perceraian dapat menambah jumlah penduduk miskin, sebaliknya, kesulitan finansial juga memicu terjadinya perceraian. Meskipun pemerintah mengklaim angka kemiskinan cenderung turun setiap tahun, kasus perceraian akibat masalah ekonomi tetap tinggi dan menghasilkan kemiskinan baru.

Pada akhir tahun 2025, jumlah perceraian di wilayah Priangan Timur terus meningkat. Kabupaten Tasikmalaya, Ciamis, dan Pangandaran mencatatkan angka perceraian yang cukup mengkhawatirkan.

Pengadilan Negeri Kabupaten Tasikmalaya mencatat lebih dari 3.700 kasus perceraian tahun ini. Tahun 2024 tercatat 3.620 perkara cerai gugat dan 1.188 cerai talak. Sementara periode Januari hingga November 2025 terjadi 3.666 perkara cerai gugat dan 937 cerai talak. Penyebab utama adalah tekanan ekonomi, disusul oleh pertengkaran berkelanjutan dan salah satu pihak meninggalkan pasangan.

Konvoi Dadakan, Ribuan Warga Kota Tasikmalaya Sambut Kemenangan Persikotas di Liga 4 Seri 1 Jawa BaratPetarung Kota Tasik Mengguncang Tangerang, Atlet Pertina Boyong Emas Kejurnas!

Dr Sugiri Permana SAg MH, Ketua Pengadilan Agama Tasikmalaya, menjelaskan tahun 2024 terdapat 3.620 perkara cerai gugat dengan 3.375 dikabulkan. Selebihnya terdiri dari 11 perkara ditolak, 218 dicabut, 4 tidak dapat diterima, 7 gugur, 3 digugurkan, dan 2 dicoret dari register. Dari 1.188 perkara cerai talak, sebanyak 1.087 dikabulkan, 12 ditolak, 77 dicabut, 5 tidak dapat diterima, 3 gugur, 2 digugurkan, dan satu dicoret dari register.

Hingga 30 November 2025, tercatat 3.666 perkara cerai gugat dengan 2.967 dikabulkan, 4 ditolak, 258 dicabut, 34 tidak dapat diterima, 9 gugur, 3 digugurkan, tanpa ada yang dicoret dari register. Dari 937 perkara cerai talak, sebanyak 746 dikabulkan, 80 dicabut, 9 tidak dapat diterima, 9 gugur, tidak ada yang digugurkan, dan satu dicoret dari register.

Sugiri menegaskan faktor ekonomi menjadi penyebab dominan perceraian tahun 2024 dengan jumlah 2.491 kasus, terdiri dari 2.264 cerai gugat dan 227 cerai talak. Data menunjukkan cerai gugat lebih sering terjadi karena suami tidak memiliki pekerjaan tetap atau penghasilan rendah, termasuk akibat PHK.

Data Riset Terbaru:
Studi 2025 dari Lembaga Kajian Sosial Ekonomi Nasional (LKSEN) menemukan korelasi 0,78 antara tingkat kemiskinan dan angka perceraian di 25 kabupaten/kota Jawa Barat. Wilayah dengan angka kemiskinan di atas 10% memiliki rata-rata 35% lebih banyak kasus perceraian dibanding daerah dengan kemiskinan di bawah 5%.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Masalah ekonomi bukan hanya soal uang, tapi juga menyangkut harga diri dan ketidakseimbangan kekuasaan dalam rumah tangga. Ketika suami tidak mampu memenuhi peran pencari nafkah, konflik bisa muncul karena tekanan sosial dan ekspektasi budaya. Sebaliknya, ketika istri menjadi tulang punggung, bisa terjadi gesekan karena pergeseran peran tradisional. Ini menciptakan lingkaran setan: kemiskinan → konflik → perceraian → kemiskinan yang lebih dalam.

Studi Kasus:
Di Kecamatan Singaparna, Tasikmalaya, pasangan muda Asep (28) dan Yani (26) bercerai setelah Asep di-PHK dari pabrik tekstil. Yani harus bekerja sebagai buruh harian sambil mengurus dua anak. Mereka terpaksa pindah ke rumah kontrakan sempit dan bergantung pada bantuan keluarga. Kasus ini mencerminkan pola umum di mana perceraian justru memperburuk kondisi ekonomi.

Infografis (Konsep):

  • Diagram lingkaran: Penyebab perceraian di Tasikmalaya (2024)

    • Ekonomi: 62%
    • KDRT: 18%
    • Poligami: 8%
    • Lainnya: 12%
  • Grafik garis: Tren perceraian (2020-2025)

    • 2020: 2.800 kasus
    • 2021: 3.100 kasus
    • 2022: 3.350 kasus
    • 2023: 3.500 kasus
    • 2024: 4.808 kasus
    • 2025: 4.603 kasus (Januari-November)

Untuk mengatasi masalah ini, dibutuhkan pendekatan holistik yang menggabungkan pemberdayaan ekonomi, konseling pranikah, dan pelatihan keterampilan hidup. Program seperti pelatihan kewirausahaan bagi pasangan muda, bimbingan perkawinan, serta akses ke mikrofinansial dapat memperkuat ketahanan keluarga menghadapi tekanan ekonomi. Mari bersama membangun keluarga yang tangguh secara finansial dan emosional, karena keluarga yang kuat adalah fondasi masyarakat yang sejahtera.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan