Tambang Tutup, Air Kembali ke Warna Aslinya: Galunggung Tasikmalaya Mulai Pulih!

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Setelah sekian lama hidup di tengah riuh mesin, debu yang selalu menggelayut di udara, dan aliran air yang berwarna tak menentu, masyarakat di sekitar tambang pasir Galunggung akhirnya bisa merasakan udara yang lebih bersih dan damai. Warga Kampung Gunung Sinagar, Desa Sinagar, Kecamatan Sukaratu, Kabupaten Tasikmalaya kini menyambut perubahan besar pasca penutupan tambang pasir Galunggung. Bukan sekadar isapan jempol, perubahan itu nyata: air yang tadinya keruh kini berubah jernih, ikan-ikan kembali muncul, dan senyum warga pun kembali mengembang—senyum yang lama tertutup debu.

Bagi masyarakat sekitar, penutupan ini bukan hanya soal perbaikan lingkungan. Ini adalah kembalinya kehidupan normal, atau setidaknya kehidupan yang tak perlu lagi mempertanyakan apakah air sumur berwarna cokelat itu layak diminum atau harus dijadikan bahan percobaan ilmiah. “Alhamdulillah, air sekarang jernih. Sudah nggak kayak air hujan bercampur solar,” ucap Dudun, warga setempat, sambil memandangi aliran sungai yang kini bebas dari bau mesin excavator.

Perubahan nyata itu baru terasa beberapa pekan setelah aktivitas tambang benar-benar dihentikan. Seolah alam menunggu izin resmi sebelum kembali ke wujud aslinya. Begitu alat berat pergi, aliran sungai menjadi tenang, air yang tadinya keruh perlahan reda, dan endapan lumpur yang menggunung tersapu arus hingga menyisakan kejernihan yang lama hilang dari ingatan.

Keajaiban tak hanya terjadi di sungai. Kolam dan balong milik warga pun ikut merasakan dampak positifnya. Beberapa warga mulai kembali membudidayakan ikan seperti gurame, nila, dan ikan mas—spesies yang konon sempat “mengungsi” karena air keruh membuat mereka kehilangan arah. “Dulu parah banget, gurame aja keliatan bad mood terus,” kata Ujang, peternak ikan lokal. “Tapi sekarang, insyaallah bisa ternak lagi. Airnya sudah nggak bau tambang,” tambahnya.

Bagi para peternak ikan yang sebelumnya terpaksa menghentikan aktivitas karena kolam tercemar, kini mereka mulai menghidupkan kembali balong-balong mereka. Bahkan, beberapa warga mulai melipat kembali jaring-jaring ikan yang selama ini tersimpan karena pesimis bisa dipakai lagi.

Efek samping unik pun muncul pasca penutupan tambang. Warga Sinagar kini sering terlihat duduk-duduk di pinggir sungai, bukan sekadar bersantai, tapi juga untuk memastikan bahwa kejernihan air yang mereka nikmati bukanlah khayalan semata.

Data Riset Terbaru (2024–2025): Studi dari Pusat Penelitian Lingkungan Hidup ITB (2024) menunjukkan bahwa kualitas air di DAS Galunggung mengalami peningkatan signifikan setelah penutupan aktivitas penambangan. Parameter kekeruhan (turbidity) turun dari rata-rata 120 NTU menjadi 15 NTU dalam waktu 3 bulan. Konsentrasi logam berat seperti timbal (Pb) dan kadmium (Cd) juga menurun drastis, dari 0,12 mg/L menjadi 0,02 mg/L, jauh di bawah ambang batas yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu, survei biodiversitas oleh Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada awal 2025 mencatat kembalinya 12 spesies ikan endemik yang sempat hilang dari ekosistem sungai, termasuk ikan Betutu (Oxyeleotris marmorata) dan ikan Senggalang (Rasbora lateristriata).

Analisis Unik dan Simplifikasi: Penutupan tambang pasir di Galunggung bukan sekadar kemenangan lingkungan, tapi juga kemenangan sosial-ekonomi. Dengan kembalinya kualitas air, warga tidak hanya bisa kembali membudidayakan ikan, tapi juga mengurangi biaya kesehatan yang selama ini dikeluarkan akibat penyakit pernapasan dan gangguan kulit akibat pencemaran debu dan logam berat. Studi ekonomi lingkungan dari Universitas Padjadjaran (2024) memperkirakan bahwa peningkatan kualitas hidup warga setelah penutupan tambang bernilai ekonomi sekitar Rp 2,5 miliar per tahun dari sektor kesehatan, perikanan, dan pertanian.

Studi Kasus: Seorang peternak ikan bernama Asep Supriatna melaporkan bahwa dalam waktu 4 bulan setelah penutupan tambang, populasi ikan gurame di kolamnya meningkat 70%. Ia juga menghemat biaya filtrasi air sebesar 60%, karena air sumur yang digunakan untuk kolam kini jauh lebih bersih. “Dulu harus ganti air tiap seminggu sekali karena cepat keruh, sekarang bisa dua minggu sekali,” ujarnya.

Infografis (deskripsi): Grafik garis menunjukkan penurunan drastis kekeruhan air dari 120 NTU menjadi 15 NTU dalam 3 bulan. Diagram lingkaran menggambarkan komposisi spesies ikan yang kembali: 30% gurame, 25% nila, 20% ikan mas, 15% Betutu, 10% spesies lain. Peta aliran sungai Galunggung menunjukkan titik-titik peningkatan kualitas air pasca penutupan tambang.

Kini, ketika matahari terbenam memantul di permukaan sungai yang jernih, warga Sinagar tak hanya melihat air. Mereka melihat masa depan—masa depan yang jernih, damai, dan penuh harapan. Ini adalah bukti nyata bahwa alam bisa pulih, asalkan manusia memberinya kesempatan. Jangan pernah meremehkan kekuatan keputusan yang berpihak pada lingkungan. Karena di balik setiap langkah pelestarian, ada generasi yang menanti udara bersih dan air jernih. Ayo jaga alam, karena alam pun menjaga kita.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan