SPPG Aceh Beralih ke Bahan Lokal dan Briket Akibat Kekurangan Gas Bahan Baku

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kepala Regional Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Badan Gizi Nasional (BGN) Aceh, Mustafa Kamal, mengungkapkan bahwa pihaknya melakukan inovasi menyiasati keterbatasan pasokan bahan makanan akibat bencana banjir yang terjadi di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Ia menjelaskan bahwa timnya sedang mengupayakan penggunaan bahan pangan lokal sebagai pengganti menu standar yang biasanya digunakan. Bahan-bahan tersebut meliputi umbi-umbian, kacang-kacangan, tahu, tempe, serta ikan budidaya dari kolam warga, yang masih tersedia di sejumlah daerah seperti Aceh Barat, Bireuen, dan Pidie.

Kamal menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan koordinasi dengan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Aceh mengenai pasokan gas yang terganggu akibat banjir. Mengingat proses pemulihan pasokan gas membutuhkan waktu satu hingga dua bulan, mereka berencana beralih menggunakan briket batu bara sebagai alternatif bahan bakar. Selain itu, tantangan lain yang dihadapi adalah kelangkaan air bersih dan ketidakstabilan pasokan listrik. Upaya koordinasi dengan PDAM telah dilakukan, namun perbaikan instalasi air minum pasca banjir belum dapat dipastikan waktunya. Gangguan jaringan listrik juga masih terjadi karena banyak instalasi yang terendam air.

Akibat berbagai kendala tersebut, sebanyak 19 SPPG di Kabupaten Bireuen terpaksa menghentikan operasionalnya. Sebelumnya, dua SPPG lainnya juga terdampak langsung oleh banjir sejak awal, terutama yang berlokasi di Kecamatan Jangka dan Kecamatan Peusangan. Temuan ini didapatkan dari hasil peninjauan Tim Deputi Pemantauan dan Pengawasan (Tauwas) Badan Gizi Nasional yang dipimpin oleh Deputi Tauwas Letjen TNI (Purn.) Dadang Hendrayuda pada Selasa (2/12).

Selama masa pemulihan, sebanyak 21 SPPG mengalihkan pemberian manfaat program Makanan Bubur Kacang Hijau (MBG) dari siswa sekolah yang diliburkan kepada masyarakat terdampak. Distribusi bantuan dilakukan secara bertahap, dengan jumlah paket yang disalurkan mencapai 62.826 paket pada 26 November 2025, 30.261 paket pada 27 November, 37.180 paket pada 28 November, dan 38.668 paket pada 29 November. Selain menyalurkan makanan, SPPG juga meminjamkan lima unit kendaraan operasional kepada Pemerintah Kabupaten Bireuen untuk mendukung distribusi bantuan, dengan tiga mobil kembali dikerahkan pada 2 Desember.

Sayangnya, keterbatasan bahan baku, pasokan gas yang terganggu, ketidakstabilan listrik, serta kesulitan mendapatkan air bersih membuat SPPG tidak dapat melanjutkan operasional lebih lama. Mustafa Kamal menyatakan bahwa pihaknya hanya mampu melanjutkan operasional hingga 3 Desember 2025. Ia berharap kondisi segera pulih sehingga pelayanan kepada masyarakat dapat kembali berjalan normal.

Data terbaru menunjukkan bahwa kerja sama antara pemerintah daerah dan lembaga terkait terus diperkuat untuk mengatasi dampak banjir. Studi kasus di Bireuen menunjukkan bahwa adaptasi terhadap kondisi darurat sangat penting, terutama dalam memastikan ketersediaan pangan bagi masyarakat terdampak. Infografis yang dirilis oleh Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Aceh mencatat bahwa lebih dari 50.000 jiwa terdampak banjir, dengan ribuan rumah dan fasilitas umum mengalami kerusakan. Upaya mitigasi jangka panjang, termasuk perbaikan infrastruktur dan peningkatan kesiapsiagaan bencana, menjadi prioritas utama pemerintah setempat.

Menghadapi situasi darurat, kreativitas dan kolaborasi menjadi kunci utama dalam memberikan bantuan yang cepat dan tepat sasaran. Semangat gotong royong serta inovasi lokal harus terus digelorakan agar masyarakat dapat segera bangkit dari keterpurukan. Mari bersatu padu, bergerak cepat, dan menjadikan tantangan sebagai peluang untuk membangun ketahanan yang lebih kuat di masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan