Perlawanan Tannos Lawan KPK Kandas di Praperadilan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kasus praperadilan yang diajukan oleh Paulus Tannos terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah berakhir tanpa hasil. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan untuk tidak menerima gugatan tersebut secara keseluruhan.

Paulus Tannos, yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi proyek e-KTP, sebelumnya mengajukan permohonan praperadilan. Saat itu, ia menjabat sebagai Direktur Utama PT Sandipala Arthapura. KPK menduga ia terlibat dalam pengaturan pertemuan-pertemuan yang mengarah pada penyusunan peraturan teknis sebelum proyek dilelang. Sejak 19 Oktober 2021, Tannos berstatus buron.

Pada Januari 2025, Tannos berhasil ditangkap di Singapura atas permintaan otoritas Indonesia. Saat ini, ia masih menjalani proses persidangan ekstradisi di negara tersebut dan tetap menolak untuk dipulangkan ke Indonesia. Pengadilan Singapura juga telah menolak keterangan saksi ahli yang diajukan oleh Tannos.

Dalam gugatan praperadilannya, Tannos meminta pengadilan untuk:

  1. Menerima seluruh permohonan praperadilan
  2. Menyatakan tidak sah Surat Perintah Penangkapan KPK Nomor Sprin.Kap/08/DIK.01.02/01/11/2024
  3. Menyatakan tidak sah seluruh tindakan berdasarkan surat perintah penangkapan tersebut
  4. Membebankan biaya perkara kepada negara

KPK, melalui tim Biro Hukumnya, meminta hakim menolak gugatan praperadilan tersebut. Alasannya, Tannos masih berstatus DPO (Daftar Pencarian Orang) dan tidak ada bukti bahwa KPK telah melakukan penangkapan terhadap dirinya.

Dalam amar putusannya, Hakim Tunggal Halida Rahardhini menyatakan permohonan praperadilan Paulus Tannos tidak dapat diterima. Hakim berpendapat bahwa karena penangkapan dan penahanan dilakukan oleh otoritas Singapura, bukan oleh KPK, maka kasus ini berada di luar lingkup objek praperadilan yang diatur dalam KUHAP dan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 Tahun 2016.

Dengan demikian, upaya hukum Tannos melalui jalur praperadilan telah berakhir. Ia harus menghadapi proses hukum lebih lanjut terkait kasus korupsi e-KTP yang menjeratnya, baik di Singapura maupun setelah proses ekstradisi selesai. Keputusan ini menegaskan bahwa upaya menghindari proses hukum dengan mengajukan praperadilan sebelum penangkapan dilakukan tidak akan diterima oleh pengadilan. Sebuah pembelajaran bahwa hukum selalu menemukan jalannya untuk menegakkan keadilan bagi siapa pun yang melanggarnya.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan