Penjualan iPhone Air yang tidak sesuai harapan ternyata tidak hanya menjadi masalah internal Apple, tetapi juga mengguncang rencana strategis para pesaingnya di industri smartphone global. Dampaknya terasa hingga ke lini produksi dan perencanaan produk jangka panjang sejumlah merek besar.
Perusahaan teknologi asal Tiongkok seperti Xiaomi, Oppo, dan Vivo dikabarkan menghentikan atau menunda proyek ponsel ultra tipis mereka setelah melihat sambutan pasar yang dingin terhadap iPhone Air. Keputusan ini diambil setelah laporan dari Digitimes yang dipublikasikan pada Jumat (28/11/2025) mengungkapkan bahwa ketiga perusahaan tersebut merevisi arah pengembangan produk mereka.
Xiaomi, yang awalnya berniat kuat untuk menghadirkan penantang langsung iPhone Air, memutuskan membatalkan proyek tersebut secara total. Sementara itu, Vivo memilih menunda rencana memasukkan desain super tipis ke dalam seri S, lini smartphone mid-range mereka. Perubahan arah ini juga membuat mereka mengalihkan komponen eSIM yang sebelumnya disiapkan khusus untuk perangkat tipis ke produksi model lain.
Dampak pembatalan ini juga terasa di rantai pasokan global. Foxconn, mitra utama perakitan Apple, dilaporkan telah membongkar lini produksi khusus iPhone Air. Di sisi lain, Luxshare, pemasok kunci, bahkan telah menghentikan produksi secara total sejak akhir Oktober 2025. Sebelumnya, produksi iPhone Air sendiri sudah dipangkas sebanyak 1 juta unit akibat penjualan yang mengecewakan.
Kegagalan iPhone Air di pasaran disebabkan oleh ketidakseimbangan antara harga premium dan spesifikasi yang dikorbankan demi mencapai ketipisan ekstrem. Apple berhasil membuat perangkat setebal 5,6 mm, tetapi konsumen harus menerima kompromi besar, seperti hanya satu kamera belakang dan kapasitas baterai yang lebih kecil.
Di Indonesia, iPhone Air varian 256 GB dibanderol Rp21.249.000, versi 512 GB seharga Rp25.999.000, dan tipe 1 TB mencapai Rp30.249.000. Dengan selisih dana sekitar Rp2,5 juta, konsumen justru bisa mendapatkan iPhone 17 Pro 256 GB yang menawarkan spesifikasi jauh lebih lengkap. Bahkan, harga iPhone Air 512 GB hanya selisih Rp250 ribu dari iPhone 17 Pro Max 256 GB, sementara harga iPhone Air 1 TB setara dengan iPhone 17 Pro Max 512 GB. Model Pro jelas unggul dengan GPU lebih kencang, tiga kamera canggih, dan baterai lebih besar.
Ironisnya, meskipun penjualan generasi pertama mengecewakan, Apple tetap melanjutkan pengembangan iPhone Air 2, menunjukkan komitmen jangka panjang terhadap segmen smartphone tipis.
Fenomena ini bukan kali pertama terjadi. Sebelumnya, Samsung Galaxy S25 Edge juga mengalami nasib serupa dan akhirnya produksinya dihentikan, termasuk rencana penerusnya di tahun depan. Ini mengindikasikan pergeseran tren pasar global dari obsesi ketipisan menuju keseimbangan antara desain dan fungsionalitas.
Konsumen kini lebih mengutamakan baterai tahan lama dan kamera lengkap daripada desain ultra tipis yang mengorbankan fitur penting. Perubahan preferensi ini kemungkinan akan memengaruhi strategi peluncuran iPhone 18 dan produk flagship lainnya di masa depan. Perusahaan kini dituntut lebih bijak dalam mengejar inovasi desain tanpa mengabaikan kebutuhan nyata pengguna.
Perubahan arah dari brand China dan penyesuaian produksi oleh Apple menunjukkan bahwa industri smartphone sedang melakukan koreksi besar terhadap tren perangkat ultra tipis. Respons pasar terhadap iPhone Air menjadi pembelajaran penting: inovasi desain harus sejalan dengan nilai fungsional yang nyata bagi pengguna.
Data Riset Terbaru: Studi dari Counterpoint Research (2025) menunjukkan bahwa 68% konsumen global lebih memilih smartphone dengan baterai tahan lama dibanding desain tipis. Sementara itu, laporan IDC mencatat penurunan 22% dalam minat terhadap smartphone ultra tipis sejak Q3 2025.
Studi Kasus: Kasus iPhone Air menjadi contoh nyata bagaimana inovasi teknis yang terlalu fokus pada satu aspek (ketipisan) tanpa mempertimbangkan trade-off yang signifikan (baterai, kamera, harga) dapat gagal di pasar meskipun didukung branding kuat.
Pasar tidak lagi terpesona oleh tipisnya bodi, tetapi oleh seberapa banyak manfaat yang bisa dibawa pulang. Masa depan inovasi smartphone bukan tentang seberapa tipis, tapi seberapa pintar dan berguna perangkat itu bagi kehidupan sehari-hari.
Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Penulis Berpengalaman 5 tahun.