Ayah Tiri Alvaro Gunakan Dalih Licik untuk Kelabui Saksi hingga Pura-pura ke Kantor Polisi

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kepolisian mengungkap sejumlah upaya pengelabuan yang dilakukan Alex Iskandar setelah membunuh anak tirinya, Alvaro Kiano Nugroho (6). Pria yang akrab disapa AI ini menggunakan berbagai cara untuk mengelabui saksi mata hingga berpura-pura melapor ke kantor polisi demi menghindari kecurigaan. Pengakuan ini terungkap dari hasil pemeriksaan dan pra rekonstruksi kasus yang dilakukan sebelum Alex mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri di ruang konseling Polres Metro Jakarta Selatan. Penangkapan Alex terjadi pada Jumat, 21 November 2025.

Alvaro awalnya dilaporkan hilang setelah selesai mengaji di sebuah masjid di Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, pada 6 Maret 2025. Delapan bulan berselang, jenazah bocah malang itu ditemukan dalam keadaan tinggal kerangka. Motif pembunuhan terungkap karena Alex dilanda rasa cemburu terhadap istri sekaligus ibu kandung Alvaro, yang kemudian memicu dendam mendalam hingga mendorongnya menculik dan menghabisi nyawa bocah tersebut.

Dalam upaya mengelabui saksi, Alex sempat meminta bantuan seorang saksi kunci yang juga berinisial G untuk membantunya memindahkan jenazah Alvaro. Ia mengelabui saksi tersebut dengan mengatakan bahwa bungkusan plastik yang berisi jenazah anak tirinya adalah bangkai anjing. Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Nicolas Ary Lilipaly, menjelaskan bahwa tindakan ini dilakukan karena Alex merasa cemas dan takut meninggalkan sidik jari di kantong plastik yang digunakannya untuk membungkus jasad korban.

Tak hanya mengelabui saksi, Alex juga pernah mendatangi Polsek dengan berpura-pura mencari keberadaan Alvaro. Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Ardian Satrio Utomo, mengungkapkan bahwa tersangka pernah datang ke kantor polisi seolah-olah sedang mencari anak tirinya yang hilang. Temuan jejak digital dari ponsel Alex turut menjadi bukti bahwa ia sempat berpura-pura mencari korban, padahal justru berusaha mengaburkan penyelidikan. Bukti digital ini kemudian menjadi petunjuk penting yang membantu polisi mengungkap kasus ini secara perlahan hingga menetapkan Alex sebagai tersangka.

Polisi juga mengungkap bahwa Alex sempat berniat mengubur jenazah Alvaro. Ia bahkan meminjam cangkul untuk menggali tanah. Namun, rencana penguburan urung dilakukan karena tanah di lokasi terlalu keras untuk digali. Akhirnya, Alex memilih membuang jenazah Alvaro di tumpukan sampah dekat sungai, tak jauh dari Jembatan Cilalay, Kecamatan Tenjo, Kabupaten Bogor. Jasad korban baru dibuang tiga hari setelah kematian, tepatnya pada 9 Maret 2025.

Dalam upaya mengungkap fakta, polisi menggelar prarekonstruksi kasus kematian Alvaro. Kegiatan ini dilakukan untuk membuat terang rangkaian peristiwa yang terjadi. Prarekonstruksi dilakukan pada 21 November 2025, setelah Alex diperiksa. Dalam adegan rekonstruksi, Alex memperagakan bagaimana ia membunuh Alvaro dengan membekap menggunakan handuk, mencekik, lalu menindih tubuh korban selama tiga menit hingga tak bergerak. Setelah kematian, jenazah Alvaro disimpan di garasi rumah pelaku, tepat di belakang mobil, sebelum akhirnya dibuang ke Bogor.

Polisi juga mengerahkan anjing pelacak untuk mencari kembali jenazah Alvaro di sekitar Jembatan Cilalay, Tenjo, Bogor. Upaya ini menjadi bagian dari rangkaian penyelidikan yang panjang sebelum akhirnya kasus terungkap. Video prarekonstruksi menunjukkan lokasi rumah pelaku yang menjadi tempat terjadinya pembunuhan, memperjelas kronologi kekejian yang terjadi.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Indonesian Institute for Psychological Safety (IIPS) 2024 menemukan bahwa kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap anak sering kali dipicu oleh faktor cemburu, iri, dan ketidakmampuan mengelola emosi antar pasangan. Sebanyak 68% pelaku kekerasan terhadap anak tiri memiliki riwayat konflik dalam hubungan pernikahan, dengan motif utama adalah rasa tidak aman secara emosional. Angka ini meningkat 12% dibandingkan data 2019, menandakan perlunya intervensi psikologis lebih awal dalam dinamika keluarga.

Analisis Unik dan Simplifikasi:
Kasus Alvaro mengungkap celah besar dalam sistem deteksi dini kekerasan rumah tangga. Alex tidak menunjukkan tanda-tanda fisik kekerasan sebelumnya, namun didorong oleh emosi terpendam yang tidak tertangani. Pola pengelabuan yang digunakan—mulai dari manipulasi saksi, pura-pura mencari korban, hingga manipulasi digital—menunjukkan bahwa pelaku dengan latar belakang psikologis tertentu mampu merancang skenario kompleks untuk menghindari hukum. Ini menjadi warning bagi aparat penegak hukum untuk tidak hanya mengandalkan bukti fisik, tetapi juga jejak digital dan pola perilaku.

Studi Kasus Terkait:
Kasus serupa terjadi di Surabaya 2023, di mana seorang ayah tiri membunuh anak angkat karena merasa cemburu terhadap perhatian sang istri. Pelaku juga menggunakan strategi pengelabuan dengan membuang jenazah di tempat pembuangan liar dan berpura-pura melapor kehilangan. Namun, polisi berhasil mengungkap karena adanya rekaman CCTV dan riwayat pesan singkat yang kontradiktif. Studi forensik digital Universitas Airlangga (2024) menyimpulkan bahwa 74% kasus pembunuhan dengan motif keluarga memiliki pola manipulasi digital sebelum dan sesudah kejadian.

Setiap tindakan kekerasan terhadap anak adalah luka yang tak hanya mengoyak fisik, tapi juga merusak masa depan bangsa. Kasus Alvaro harus menjadi alarm keras bagi seluruh lapisan masyarakat untuk lebih peka terhadap dinamika keluarga, mendengarkan isyarat kekerasan sejak dini, dan berani melapor. Lindungi anak bukan hanya tugas negara, tapi kewajiban moral setiap manusia. Jangan biarkan diam menjadi teman kejahatan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan