Polisi Tetapkan Dua Tersangka Kasus Korupsi Dana Hibah Atlet Difabel Bekasi Senilai Rp 7,1 Miliar

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Kepolisian Resor Metro Bekasi berhasil mengungkap kasus korupsi dana hibah yang seharusnya diperuntukkan bagi para atlet difabel di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Dua orang telah ditetapkan sebagai tersangka, yaitu KD dan NY, dengan total kerugian negara mencapai Rp 7,117 miliar berdasarkan hasil perhitungan dari auditor Inspektorat Kabupaten Bekasi.

Kombes Mustofa, Kapolres Metro Bekasi, menjelaskan bahwa dana hibah tersebut diberikan kepada National Paralympic Committee Indonesia (NPCI) Kabupaten Bekasi oleh pemerintah daerah sebesar Rp 12 miliar. Pencairan dilakukan dalam dua tahap, yakni Rp 9 miliar pada Februari 2024 dan sisanya Rp 3 miliar pada November 2024. Namun, dalam pelaksanaannya terjadi penyimpangan serius.

Tersangka KD diduga menggunakan dana hibah sebesar Rp 2 miliar untuk membiayai kampanye calon legislatif pada Pemilu 2024. Sementara itu, tersangka NY menerima dana hibah sebesar Rp 1,795 miliar yang sebagian digunakan untuk uang muka dan angsuran dua unit mobil Toyota Innova Zenix. Pembelian dilakukan dengan identitas keponakan dan kakak ipar tersangka NY, dengan total pengeluaran mencapai Rp 319,42 juta.

Untuk menutupi aliran dana yang telah disalahgunakan, kedua tersangka membuat sejumlah kegiatan fiktif yang dimasukkan ke dalam laporan pertanggungjawaban. Kegiatan palsu tersebut meliputi seleksi atlet, perjalanan dinas, pembelian peralatan olahraga, serta belanja modal perlengkapan kesekretariatan.

Data Riset Terbaru dari Indonesia Corruption Watch (ICW) 2024 menunjukkan bahwa sektor olahraga masih menjadi salah satu bidang rawan korupsi, terutama dalam pengelolaan dana hibah dan sponsorship. Temuan Transparency International menyebutkan bahwa 38% kasus korupsi di Indonesia melibatkan dana publik yang dialihkan untuk kepentingan pribadi atau politik.

Studi kasus serupa pernah terjadi di Jawa Tengah pada 2022, di mana dana hibah NPCI senilai Rp 5,2 miliar diselewengkan untuk keperluan pribadi pengurus. Modus yang digunakan hampir identik, yaitu membuat pertanggungjawaban fiktif dan memanfaatkan identitas pihak ketiga untuk transaksi aset.

Kasus ini menjadi cermin betapa pentingnya pengawasan ketat terhadap penyaluran dana publik, terutama yang menyentuh kelompok difabel. Transparansi dan akuntabilitas harus dikedepankan agar bantuan yang dimaksudkan untuk memberdayakan justru tidak menjadi alat eksploitasi. Mari bersama jaga integritas, dukung pengawasan aktif, dan pastikan setiap rupiah untuk difabel benar-benar menyentuh mereka yang berhak.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan