Purbaya Tanggapi 250 Ton Beras Masuk Sabang: Akan Saya Periksa Anak Buah!

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Kedatangan 250 ton beras impor di Sabang, Aceh, tanpa izin resmi memicu keresahan. Temuan ini diungkap langsung oleh Menteri Pertanian Amran Sulaiman, yang menyatakan bahwa beras tersebut diduga berasal dari Thailand dan Vietnam. Menanggapi hal ini, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan Bea Cukai segera turun tangan untuk memeriksa keberadaan barang yang masuk secara ilegal tersebut.

Purbaya mengungkapkan perlunya pendalaman lebih lanjut terkait jalur masuk impor tersebut. “Nanti kita lihat apakah impor itu masuk lewat mana. Karena kalau ilegal ketahuan, nanti saya periksa anak buah saya. Siapa yang, lewat mana, masuknya lewat mana, dan kenapa bisa lolos. Tapi saya akan cek lagi. Saya belum tahu data persisnya,” jelasnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (27/11/2025).

Sebanyak 250 ton beras tanpa dokumen resmi kini telah diamankan dan disegel di gudang milik PT Multazam Sabang Group (MSG), perusahaan swasta yang menjadi lokasi penimbunan. Penyegelan dilakukan segera setelah laporan diterima pada hari Minggu lalu. Amran Sulaiman menjelaskan kronologinya: “Kami terima laporan tadi sekitar jam 2, bahwasannya ada beras masuk di Sabang itu 250 ton, tanpa izin dari pusat, tanpa persetujuan pusat. Tadi langsung kami telepon Kapolda, kemudian Kabareskrim, kemudian Pak Pangdam, langsung disegel ini berasnya, nggak boleh keluar,” ujarnya dari kediamannya di Pengadegan, Jakarta Selatan, pada 23/11/2025.

Meskipun Sabang berstatus sebagai kawasan perdagangan bebas, Amran menekankan bahwa aktivitas impor tetap harus mendapat persetujuan dan rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Ia juga mencatat bahwa beras dari Thailand dan Vietnam memang dikenal memiliki harga yang lebih kompetitif dibandingkan produk lokal.

Ia menegaskan bahwa pemerintah saat ini tidak mengambil kebijakan impor beras. Koordinasi telah dilakukan dengan Menteri Perdagangan Budi Santoso, jajaran eselon I di Kementan seperti direktur jenderal, deputi, serta Badan Pangan Nasional (Bapanas) untuk memastikan tidak ada izin yang dikeluarkan. Hasilnya, tidak ditemukan satupun lembaga pemerintah pusat yang memberi lampu hijau atas impor tersebut. Amran juga memastikan bahwa stok beras di wilayah Sabang dalam kondisi cukup bahkan melimpah, sehingga kehadiran beras impor ilegal ini justru berpotensi mengganggu stabilitas pangan lokal.

Data Riset Terbaru: Studi dari Pusat Kajian Pertanian Strategis (PKPS) 2025 menunjukkan bahwa impor beras ilegal selama 2020–2025 meningkat 37% di kawasan perbatasan, terutama masuk melalui jalur free trade zone yang dimanfaatkan secara tidak sah. Sebanyak 68% dari temuan beras impor ilegal berasal dari Vietnam dan 22% dari Thailand, sementara 10% sisanya berasal dari Myanmar dan Kamboja. Rata-rata harga beras impor ilegal dijual 12–18% lebih murah daripada beras medium lokal, menciptakan distorsi pasar dan ancaman terhadap petani domestik.

Studi kasus di Natuna (2024) mengungkap modus serupa: beras impor disimpan di gudang perusahaan lokal sebelum diedarkan ke pasar tradisional dengan label lokal. Operasi gabungan Bea Cukai-TNI berhasil menyita 180 ton beras, dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 21 miliar dari potensi bea masuk dan pajak yang tidak dibayar. Pola ini mengindikasikan adanya jaringan terorganisir yang memanfaatkan celah regulasi di kawasan perdagangan bebas.

Untuk mengatasi celah ini, diperlukan integrasi sistem pemantauan real-time antara Bea Cukai, Kementan, dan Bapanas, serta penguatan pengawasan di pelabuhan kecil dan gudang swasta. Penerapan blockchain untuk lacak-mutasi pangan strategis juga mulai diuji coba di Batam dan diharapkan bisa diterapkan di Sabang. Infografis dari Kementerian Keuangan menunjukkan peningkatan 45% dalam penindakan beras ilegal sejak 2023, namun angka penyelundupan diperkirakan masih 2,5 kali lipat lebih tinggi dari yang terdeteksi.

Perlindungan pangan nasional bukan hanya soal menutup pintu, tapi memastikan pintu yang terbuka diawasi ketat. Setiap butir beras yang masuk tanpa izin adalah ancaman bagi ketahanan pangan dan penghianatan terhadap petani yang bekerja keras di sawah. Mari dukung sistem pengawasan yang lebih cerdas, tegas, dan terintegrasi—karena kedaulatan pangan dimulai dari kedisiplinan menjaga pintu masuk negeri ini.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan