Vonis Tiga Tahun Penjara Mantan Ketua DPRD Kota Banjar dalam Kasus Korupsi Tunjangan Rumah Dinas

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Mantan Ketua DPRD Banjar, Dadang Ramdhan Kalyubi (DRK), resmi divonis tiga tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Bandung. Vonis ini dibacakan langsung oleh Ketua Majelis Hakim, Gatot Ardian Agustriono SH MH, dalam sidang yang digelar pada Rabu (26/11/2025) sore. Selain hukuman penjara, DRK juga diwajibkan mengganti kerugian negara sebesar Rp131 juta.

Putusan ini sepenuhnya mengikuti tuntutan jaksa penuntut umum. Gatot menyatakan bahwa vonis tersebut merupakan keputusan bulat dari majelis hakim. “Menjatuhkan pidana penjara tiga tahun, dan uang pengganti sebesar Rp131 juta terhadap terdakwa Dadang Ramdhan Kalyubi. Kami sepakat dengan tuntutan dari jaksa penuntut umum,” tegasnya di ruang sidang.

Tidak jauh dari vonis DRK, sidang dilanjutkan terhadap terdakwa lain, Rachmawati (R), yang sebelumnya menjabat sebagai Sekretaris DPRD Kota Banjar. Ia divonis 2,6 tahun penjara serta denda Rp200 juta dengan ketentuan subsider tiga bulan kurungan. Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa, meski tetap menegaskan pertanggungjawaban hukum atas perannya dalam kasus tersebut.

Kasus ini bermula ketika DRK ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Kota Banjar pada April 2025. Ia diduga terlibat dalam penyimpangan pengajuan dan pengelolaan kenaikan tunjangan rumah dinas serta transportasi untuk pimpinan dan anggota DPRD Kota Banjar periode 2017–2021. Rachmawati turut terlibat karena diduga bekerja sama dalam proses pengajuan yang dinilai tidak wajar.

Akibat dari tindakan keduanya, negara dirugikan hingga mencapai Rp3.523.950.000 selama empat tahun anggaran. Praktik ini dianggap melampaui kewajaran dan melanggar aturan keuangan negara. Penggunaan anggaran yang tidak transparan dan tidak sesuai mekanisme menjadi dasar penuntutan.

Dari sisi keluarga, Afan yang mewakili pihak Dadang Ramdhan Kalyubi menyatakan penerimaan atas vonis yang dijatuhkan. “Nggak akan ngajuin banding. Semua nerima,” ujarnya singkat usai sidang. Keluarga terdakwa tampak hadir memberi dukungan moral selama proses pembacaan vonis berlangsung.

Data Riset Terbaru 2024 dari Indonesia Corruption Watch (ICW) mencatat bahwa sektor legislatif masih menjadi salah satu area rawan korupsi, terutama dalam pengelolaan tunjangan dan fasilitas anggota dewan. Sebanyak 22 persen kasus korupsi yang ditangani lembaga tersebut melibatkan anggota DPRD di berbagai tingkatan. Temuan ini mengindikasikan perlunya sistem pengawasan internal yang lebih ketat di lingkungan dewan.

Studi kasus serupa pernah terjadi di Kabupaten Cirebon tahun 2022, di mana sejumlah anggota dewan divonis bersalah atas penyalahgunaan dana tunjangan rumah dinas. Kerugian negara mencapai Rp2,8 miliar dalam kurun waktu tiga tahun. Pola yang muncul hampir identik: pengajuan fiktif, persetujuan kolektif tanpa verifikasi, serta lemahnya kontrol internal.

Transparansi anggaran dan partisipasi publik menjadi kunci mencegah praktik serupa terulang. Dengan sistem pelaporan yang terbuka dan akses informasi yang mudah diakses masyarakat, potensi penyalahgunaan kekuasaan bisa ditekan secara signifikan. Momentum vonis ini seharusnya menjadi peringatan keras bagi penyelenggara negara di seluruh Indonesia: integritas bukan pilihan, melainkan kewajiban. Mari jaga kepercayaan publik, karena setiap rupiah uang negara adalah amanah dari rakyat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan