Bahlil Tepis Isu Ekspor Konsentrat Tertahan: Tidak Ada yang Ditahan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menegaskan bahwa Kementerian ESDM tidak pernah menahan ekspor konsentrat dari PT Freeport Indonesia (PTFI). Pernyataan ini disampaikan untuk meluruskan informasi terkait dugaan penahanan ekspor yang disebut-sebut menjadi faktor penurunan pertumbuhan ekonomi Papua Tengah hingga minus 8%.

Bahlil menjelaskan bahwa pihaknya justru memberikan relaksasi kepada Freeport untuk mengekspor konsentrat selama smelter PTFI di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) JIIPE, Gresik, Jawa Timur, mengalami gangguan operasional. Perpanjangan izin ekspor darurat tersebut berlaku hingga September 2025 dan telah berakhir sesuai jadwal.

“Saya harus katakan bahwa untuk ekspor konsentrat Freeport itu tidak ada yang tertahan. Semua prosesnya selesai, tidak ada yang ditahan-tahan,” tegas Bahlil saat berbicara di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/11/2025).

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian melaporkan kondisi ekonomi Papua Tengah yang mengalami kontraksi kepada Presiden Prabowo Subianto. Dalam paparannya, Tito menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi daerah tersebut tercatat minus 8%, salah satunya dipicu oleh terganggunya operasional Freeport.

“Ada yang minus yaitu Papua Tengah saya sampaikan. Dia (Prabowo) tanya, kenapa penyebabnya? Di antaranya karena adanya ekspor dari Freeport yang tertahan, adanya smelter yang pernah terbakar, kemudian ada longsor ya, di mana produksinya mereka menjadi tertahan,” ujar Tito usai rapat di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Senin (24/11/2025).

“Itu semua mengakibatkan ekonomi Papua Tengah, Timika, itu mengalami kontraksi minus 8%,” tandasnya.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2025, sektor pertambangan masih menjadi penopang utama perekonomian Papua Tengah, khususnya dari aktivitas PT Freeport Indonesia. Gangguan operasional yang berkelanjutan, termasuk kerusakan infrastruktur smelter dan bencana alam, berdampak signifikan pada pendapatan daerah, lapangan kerja, dan aktivitas ekonomi sektor informal di sekitar area penambangan.

Studi kasus dari Universitas Gadjah Mada (2024) menunjukkan bahwa wilayah yang bergantung pada satu komoditas tambang rentan mengalami fluktuasi ekonomi ekstrem ketika terjadi gangguan produksi. Dalam konteks Papua Tengah, lebih dari 60% tenaga kerja lokal bergantung langsung atau tidak langsung pada operasional Freeport, sehingga setiap hambatan produksi berdampak luas pada kesejahteraan masyarakat.

Untuk jangka panjang, diversifikasi ekonomi regional dan percepatan pembangunan smelter dalam negeri menjadi kunci mengurangi ketergantungan pada ekspor konsentrat. Pengembangan industri pengolahan mineral di Tanah Air tidak hanya meningkatkan nilai tambah, tetapi juga menciptakan stabilitas ekonomi daerah penghasil tambang.

Dorongan terus-menerus terhadap hilirisasi industri mineral harus diimbangi dengan tata kelola yang transparan dan responsif terhadap dinamika operasional perusahaan tambang. Keberlanjutan ekonomi Papua Tengah bergantung pada kolaborasi kuat antara pemerintah, pelaku industri, dan masyarakat lokal. Saatnya bangkit dari ketergantungan, ciptakan nilai tambah, dan wujudkan kemandirian ekonomi yang inklusif.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan