Bank Indonesia Tanam 1.000 Mangrove di Bali untuk Dorong Ekonomi Hijau

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Krisis iklim kini semakin nyata terasa, ditandai dengan perubahan cuaca yang tak menentu dalam beberapa tahun terakhir. Fenomena ini bukan sekadar soal cuaca ekstrem, melainkan bagian dari pemanasan global yang terus meluas. World Meteorological Organization (WMO) mencatat bahwa konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer telah mencapai level tertinggi, mengindikasikan urgensi aksi kolektif guna mengatasi dampak jangka panjang terhadap kehidupan di bumi.

Menjaga keseimbangan alam bukan lagi pilihan, melainkan kewajiban bersama. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target net zero emission pada 2060, didukung oleh percepatan transisi energi bersih dan pengembangan ekonomi hijau. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut, Bank Indonesia melalui Departemen Ekonomi Keuangan Inklusif dan Hijau (DEIH) menginisiasi penanaman 1.000 bibit mangrove di Kawasan Konservasi Maritim Teluk Benoa, Badung, Bali, pada Minggu (23/11/2025), sebagai bagian dari kompensasi emisi dari acara Karya Kreatif Indonesia (KKI) 2025.

Acara dimulai pukul 07.45 WITA dengan kedatangan Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, yang didampingi pejabat BI dan tamu undangan. Setelah berkeliling kawasan konservasi, mereka langsung terlibat dalam penanaman mangrove dengan antusiasme tinggi. Mengenakan sepatu boots, para peserta tampak serius memperhatikan panduan penanaman, menunjukkan kesadaran kolektif terhadap pentingnya pelestarian ekosistem pesisir.

Destry Damayanti menekankan bahwa aksi ini merupakan wujud komitmen nyata Bank Indonesia dalam mendorong ekonomi hijau yang inklusif dan berkelanjutan. Ia menjelaskan bahwa langkah tersebut selaras dengan mandat BI yang tak hanya fokus pada stabilitas rupiah, suku bunga, dan sistem perbankan, tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan inklusif.

Bank Indonesia kini aktif mendorong penyaluran kredit berbasis ekonomi hijau, menyadari bahwa pendekatan konvensional selama ini telah mengabaikan kesehatan lingkungan. “Alam kita semakin rusak dan pasti akan marah jika kita terus mengabaikannya,” ujarnya. Untuk memperkuat upaya ini, BI memberikan insentif likuiditas bagi bank yang menyalurkan kredit ke sektor ramah lingkungan, seperti perumahan berkonsep hijau, kendaraan listrik, dan energi terbarukan.

Bagi pelaku UMKM yang terlibat dalam KKI, BI juga memfasilitasi akses pasar dan pembiayaan, termasuk mencarikan buyer dan lender baik dari dalam maupun luar negeri. “Masalah utama UMKM adalah pembiayaan. Alhamdulillah, selama KKI Agustus lalu, kami berhasil memfasilitasi business matching bagi UMKM,” tambah Destry.

Anastuty K., Direktur Eksekutif BI sekaligus Kepala DEIH, menjelaskan bahwa penanaman mangrove ini merupakan bagian dari strategi kompensasi emisi dari penyelenggaraan KKI. Melalui kalkulator hijau, emisi yang dihasilkan selama acara lima hari tersebut tercatat sebesar 125,85 ton CO2. Kalkulator hijau sendiri merupakan alat bantu yang bisa digunakan individu, UMKM, maupun perusahaan untuk menghitung jejak karbon dari aktivitas sehari-hari, seperti jarak tempuh dari rumah ke kantor.

Untuk menekan emisi, BI menerapkan dua pendekatan: penanaman pohon dan pembelian karbon kredit. “Kami membeli karbon kredit sebesar 150 ton CO2 di Bursa Efek Jakarta sebagai bagian dari strategi kompensasi,” jelas Nita. Hingga kini, BI telah menanam sebanyak 38 ribu pohon secara nasional melalui 46 kantor perwakilan, termasuk penanaman 1.000 mangrove di Teluk Benoa.

Mangrove dipilih bukan tanpa alasan. Setiap pohon mangrove mampu menyerap 12-20 kg CO2 per tahun, dengan kapasitas serap yang meningkat seiring usia pohon. Selain berperan sebagai penyerap karbon, ekosistem mangrove juga berfungsi sebagai pelindung alami dari abrasi pantai dan habitat penting bagi biota laut.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Bali, I Made Rentin, memberi apresiasi tinggi atas inisiatif tersebut. Menurutnya, program ini membuktikan bahwa pertumbuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan bisa berjalan beriringan. “Penanaman mangrove bukan sekadar seremoni, melainkan aksi nyata untuk memperkuat ekosistem pesisir sebagai paru-paru Bali yang menyerap karbon, mencegah abrasi, dan mendukung keanekaragaman hayati laut,” tandasnya.

Data Riset Terbaru 2024–2025: Studi dari KLHK dan UGM menunjukkan bahwa setiap hektar hutan mangrove mampu menyimpan hingga 1.023 ton CO2 selama masa hidupnya, jauh lebih tinggi dibanding hutan darat. Selain itu, riset PBB (UNEP) 2024 mencatat bahwa restorasi ekosistem pesisir seperti mangrove memberi return ekonomi hingga 6:1 melalui perlindungan pesisir, perikanan, dan pariwisata.

Studi Kasus: Proyek Restorasi Mangrove Teluk Benoa (2020–2025)
Proyek ini berhasil memulihkan 35 hektar kawasan mangrove yang terdegradasi. Hasil monitoring menunjukkan peningkatan populasi biota laut seperti ikan dan kepiting sebesar 40%, serta penurunan erosi pantai hingga 60%. Program ini juga melibatkan 150an warga lokal sebagai pelaku restorasi, menciptakan lapangan kerja hijau dan peningkatan pendapatan rata-rata Rp 3 juta per bulan.

Aksi nyata hari ini menentukan masa depan bumi esok. Dari penanaman mangrove hingga dorongan ekonomi hijau, setiap langkah kecil berdampak besar. Mari terus bergerak bersama, karena alam tak butuh kata-kata—ia butuh aksi nyata dari kita semua.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan