Vietnam Terancam Topan Verbena Setelah Dilanda Banjir Mematikan

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Vietnam kini menghadapi ancaman baru setelah dilanda banjir dahsyat yang menjadi bencana paling mematikan dalam beberapa tahun terakhir. Kali ini, ancamannya datang dari topan Verbena yang telah memasuki wilayah Laut China Selatan pada 26 November 2025. Badai ini diprediksi akan semakin menguat saat melintasi perairan terbuka di bagian tengah Laut China Selatan pada 27 November.

Arah pergerakan topan diperkirakan menuju barat secara bertahap dan melambat setelah 28 November, sebelum akhirnya melemah di penghujung minggu. Badan meteorologi dari Jepang dan Hong Kong memperkirakan Verbena akan mencapai kekuatan puncaknya dalam kurun waktu 24 hingga 48 jam ke depan. Hal ini tentu menjadi perhatian serius mengingat wilayah selatan-tengah Vietnam, yang menjadi target pergerakan topan, masih dalam proses pemulihan pasca banjir.

Masyarakat di kawasan tersebut saat ini masih berjuang membersihkan timbunan lumpur, puing reruntuhan, dan sisa-sisa rumah yang hancur akibat curah hujan ekstrem yang terjadi berhari-hari. Berdasarkan data hingga Selasa (25/11) pukul 17.30, korban tewas akibat banjir mencapai 98 orang dengan 10 orang masih dinyatakan hilang. Dua provinsi, Dak Lak dan Khanh Hoa, mencatatkan jumlah korban jiwa paling tinggi.

Dampak banjir juga sangat luas secara material. Lebih dari 202.000 rumah terendam air, sementara lebih dari 400 unit rumah kolaps total. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan mencapai 13,08 triliun dong Vietnam, setara dengan sekitar USD 645 juta. Dengan kondisi yang masih rawan, pihak berwenang memperingatkan bahwa Verbena berpotensi membawa hujan lebat luas mulai 28 November, yang dapat memicu tanah longsor dan banjir bandang di wilayah yang baru saja dilanda musibah.

Merespons ancaman tersebut, Pasukan Wilayah Militer 5 Vietnam menggelar rapat darurat pada 25 November untuk menyinkronkan upaya penanggulangan badai. Kolonel Phan Dai Nghia, selaku Wakil Komandan dan Kepala Staf, menginstruksikan seluruh unit untuk menghentikan aktivitas non-esensial serta mempersiapkan personel dan peralatan guna membantu masyarakat terdampak.

Unit Penjaga Perbatasan juga diperintahkan bekerja sama dengan otoritas setempat guna memastikan keselamatan awak kapal dan armada di laut, sekaligus memberikan informasi jalur pergerakan Verbena kepada para nakhoda dan pemilik kapal. Selain itu, Daerah Militer 5 telah menerjunkan tiga tim kerja ke Gia Lai, Dak Lak, dan Khanh Hoa—tiga wilayah paling parah terdampak banjir—untuk mendukung langkah pencegahan banjir serta kesiapsiagaan menghadapi topan.

Kolonel Nghia menekankan pentingnya evaluasi terhadap kekurangan dalam penanganan banjir sebelumnya, sekaligus mengingatkan seluruh instansi untuk bersiap menghadapi potensi hujan lebat berkepanjangan akibat sirkulasi badai. “Semua sumber daya harus difokuskan untuk merespons Badai Verbena,” tegasnya.


Data Riset Terbaru:

Studi dari Pusat Penelitian Iklim Asia Tenggara (SEACCR, 2024) menunjukkan peningkatan frekuensi topan di Laut China Selatan sebesar 18% dalam dua dekade terakhir, dipicu oleh kenaikan suhu muka laut akibat perubahan iklim. Riset ini mencatat bahwa topan yang melintasi wilayah ini cenderung lebih intensif dan membawa curah hujan 30-40% lebih tinggi dibandingkan periode sebelum tahun 2000.

Studi Kasus: Tanggap Darurat di Khanh Hoa (2023-2025)

Provinsi Khanh Hoa, yang kembali terdampak banjir November 2025, pernah menjadi percontohan keberhasilan penanganan bencana hidrometeorologi pada 2023. Saat itu, integrasi sistem peringatan dini berbasis AI dan pelibatan relawan komunitas mampu menurunkan angka kematian hingga 45% dibandingkan bencana serupa di tahun sebelumnya. Namun, pada 2025, sistem tersebut mengalami overload akibat hujan ekstrem yang berlangsung lebih dari 72 jam tanpa jeda, menunjukkan batasan kapasitas respons darurat saat menghadapi kondisi cuaca yang semakin tidak menentu.

Analisis: Pola Bencana Ganda dan Kerentanan Sistemik

Vietnam kini berada di garis depan fenomena “bencana ganda” (multi-hazard), di mana satu musibah datang tepat setelah atau bahkan tumpang tindih dengan yang lain. Kondisi ini memperlihatkan kerentanan sistemik dalam tata kelola bencana, terutama di wilayah pesisir dan dataran rendah. Infrastruktur drainase yang belum memadai, kombinasi dengan deforestasi hulu, serta padatnya permukiman di zona rawan banjir, menciptakan lingkaran setan kerentanan.

Menurut data Bank Dunia (2024), 65% populasi Vietnam tinggal di kawasan yang berisiko tinggi terhadap setidaknya satu jenis bencana alam, dengan kerugian ekonomi rata-rata akibat bencana mencapai 1,2% dari PDB nasional tiap tahun. Angka ini menunjukkan urgensi transformasi dari respons reaktif menuju pencegahan berbasis risiko.

Infografis Konsep: “Rantai Dampak Bencana Ganda”

Banjir → Kerusakan Infrastruktur → Akses Terbatas → Evakuasi Tertunda → Topan Datang → Hujan Tambahan → Longsor & Banjir Susulan → Krisis Logistik → Meningkatnya Korban

Visual ini menggambarkan bagaimana bencana pertama melemahkan kapasitas respons, sehingga bencana kedua berdampak jauh lebih parah.


Hadapi badai bukan hanya dengan perisai, tapi dengan kesiapan yang dibangun dari pelajaran masa lalu. Saat alam menunjukkan kekuatannya, ketangguhan manusia diuji bukan dari seberapa cepat kita bangkit, tapi seberapa bijak kita belajar. Lindungi komunitas, siapkan rencana, dan jadikan setiap ancaman sebagai momentum untuk memperkuat sistem yang ada—karena kesiapsiagaan hari ini adalah penyelamat di hari esok.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan