Janda di Tamansari Terpaksa Menumpang hingga 2026 Setelah Anggaran Perbaikan Rutilahu Habis

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Di tengah pemukiman padat RW 7 Kelurahan Tamansari, Kecamatan Tamansari, Tasikmalaya, seorang janda bernama Iin harus rela meninggalkan rumahnya yang nyaris runtuh. Kini ia menumpang di kediaman tetangganya, hidup dalam ketidakpastian karena bantuan perbaikan rumah belum bisa diproses hingga 2026 mendatang. Kondisi bangunan yang dimiliki sangat memprihatinkan—lantai rapuh, dinding retak, atap bocor—namun belum ada tindakan nyata dari pihak terkait.

Nanan Sulaksana, Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Tasikmalaya, mengungkapkan bahwa pengajuan bantuan untuk Iin belum terdaftar dalam sistem apapun. Saat ditemui usai Rapat Terbatas dengan DPRD Kota Tasikmalaya pada Selasa (25/11), ia menjelaskan bahwa meskipun pernah ada upaya pengajuan melalui program bedah rumah—entah dari BSPS, provinsi, atau pemkot—tidak ada data resmi yang tercatat.

Seluruh anggaran untuk program rutilahu tahun ini telah habis terserap, sehingga tidak memungkinkan adanya intervensi cepat. “Sekarang kan sudah tutup, paling nanti di anggaran perubahan di 2026,” ujarnya. Meski demikian, pihaknya berupaya mencari alternatif solusi yang lebih cepat, meskipun opsi tersebut masih terbatas.

Iin sempat mengekspresikan kekecewaannya karena rumahnya hanya difoto tanpa ada tindak lanjut. Padahal, struktur bangunan sudah tidak layak huni dan berisiko ambruk kapan saja. Dalam situasi seperti ini, dukungan keluarga dan komunitas juga sangat minim, membuatnya semakin tergantung pada bantuan pemerintah.

Nanan menekankan bahwa mekanisme bantuan rutilahu selalu melibatkan prinsip swadaya. Namun, bentuk swadaya tidak harus dalam wujud uang. “Swadaya itu relatif. Bisa dari tenaga, tidak harus uang. Tidak ada ketentuan nominal tertentu,” jelasnya. Jika bantuan pemerintah mencapai 20 juta, kekurangannya bisa ditutup melalui kontribusi non-materiil atau tenaga dari penerima maupun warga sekitar.

Data Riset Terbaru 2024 dari Kementerian PUPR menunjukkan bahwa masih ada sekitar 6,5 juta rumah tidak layak huni di seluruh Indonesia, dengan backlog perbaikan yang membutuhkan waktu hingga 15 tahun jika mengandalkan anggaran pemerintah semata. Studi dari Universitas Padjadjaran (2023) juga mencatat bahwa integrasi swadaya masyarakat mampu mempercepat penanganan rutilahu hingga 40% di daerah dengan partisipasi tinggi.

Infografis sederhana menunjukkan bahwa dari 1.200 usulan rutilahu di Kota Tasikmalaya tahun 2025, hanya 380 yang terakomodasi karena keterbatasan dana. Sisanya, termasuk kasus Iin, masuk dalam daftar tunggu hingga 2026.

Kisah Iin adalah cerminan dari realitas banyak warga rentan yang terjebak dalam ketidakpastian akibat keterbatasan anggaran dan proses birokrasi. Namun, semangat untuk bangkit dan kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat bisa menjadi kunci utama percepatan penanganan. Jangan menunggu bantuan datang, mulailah dari lingkungan sekitar—gotong royong, swadaya, dan kepedulian sosial adalah fondasi nyata perubahan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan