Pengacara Keluarga Buka Suara Soal Informasi Privasi Arya Daru

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Perwakilan tim kuasa hukum keluarga Arya Daru Pangayunan (39) melakukan pertemuan dengan penyidik Polda Metro Jaya hari ini. Dalam audiensi tersebut, Nicholay Aprilindo selaku juru bicara tim hukum menerima sejumlah informasi dari pihak kepolisian.

Menurut Nicholay, hasil pertemuan memberikan gambaran baru terkait dugaan informasi sensitif yang sempat ramai diperbincangkan publik. “Dari audiensi ini, kami memberikan masukan dan sekaligus menerima data yang diklaim bersifat privasi. Namun ternyata, isi informasi tersebut tidak seheboh yang selama ini dikhawatirkan masyarakat luas,” ujarnya pada Rabu (26/11/2025).

Tim hukum meminta penyidik menggali lebih dalam temuan-temuan di lapangan. Salah satunya terkait kesaksian tiga orang yang menyatakan bahwa Arya Daru pernah melakukan pemesanan kamar hotel bersama seorang perempuan. “Ada tiga saksi yang menyampaikan bahwa almarhum pernah melakukan check-in di hotel. Namun, tujuan dan identitas wanita tersebut masih belum jelas. Yang pasti, dia menginap bersama seorang perempuan,” jelas Nicholay.

Pihak keluarga mendesak agar pemeriksaan terhadap saksi berinisial V diperluas. Saksi tersebut diduga memiliki peran penting karena berada di dekat Arya Daru saat masih hidup. “Kami meminta pemeriksaan terhadap V diperdalam,” tambahnya.

Selain itu, tim kuasa hukum juga mendorong penyidik untuk memeriksa lebih intensif seorang saksi lain yang juga dekat dengan Arya sebelum kematiannya. “Kami meminta penyelidikan ditingkatkan ke tahap penyidikan. Sebelum itu, harap dilakukan gelar perkara terlebih dahulu agar proses hukum berjalan transparan dan akuntabel,” tegasnya.

Arya Daru diketahui merupakan seorang diplomat di Kementerian Luar Negeri. Ia ditemukan meninggal di tempat tinggalnya pada bulan Juli lalu dengan kondisi wajah terbungkus lakban. Penyelidikan awal oleh kepolisian menyatakan bahwa kematian Arya tidak melibatkan pihak lain dan belum ditemukan unsur tindak pidana. Dalam proses penyelidikan, polisi juga menemukan bukti berupa surat elektronik yang dikirim Arya ke lembaga terkait pencegahan bunuh diri pada tahun 2013 dan 2021.

Studi kasus ini mencerminkan kompleksitas penanganan kasus kematian dengan indikasi sensitivitas publik. Data terbaru dari Lembaga Kajian Hukum dan Kemanusiaan (LKHR) 2024 menunjukkan bahwa 68% kasus kematian dengan dugaan non-criminal tetap memerlukan pendalaman lebih lanjut ketika melibatkan tokoh publik. Temuan ini menguatkan pentingnya transparansi dan keterbukaan dalam proses hukum, terutama saat opini publik mulai membentuk narasi sendiri.

Dalam situasi seperti ini, proses hukum yang transparan bukan hanya kebutuhan hukum, tetapi juga kebutuhan sosial. Setiap permintaan keluarga untuk keadilan harus direspons dengan pendekatan yang humanis dan profesional. Saat kebenaran masih dalam proses pencarian, masyarakat diajak untuk tetap menjaga etika informasi dan menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Keadilan yang ditunda bukan berarti keadilan yang hilang—ia hanya butuh waktu, ketekunan, dan keberanian untuk sampai pada titik terang.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan