Pemkab Tasikmalaya Gelar Validasi Data Anak Tidak Sekolah dengan Libatkan Pemerintah Desa

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah Kabupaten Tasikmalaya sedang menggenjot upaya untuk mengurangi jumlah Anak Tidak Sekolah (ATS) yang diperkirakan mencapai puluhan ribu. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) melalui Bidang SMP kini menggencarkan validasi data secara besar-besaran dengan melibatkan seluruh desa, sekolah, dan perangkat wilayah termasuk pemerintah desa.

Jani Maulana, Kepala Bidang SMP Disdikbud Kabupaten Tasikmalaya, menjelaskan bahwa data awal menunjukkan banyak anak tidak melanjutkan pendidikan, baik karena putus sekolah maupun belum pernah mengenyam pendidikan formal. Ia menegaskan bahwa jumlah anak yang tidak sekolah memang cukup signifikan, namun data pastinya harus menunggu hasil validasi lapangan.

Pemkab Tasikmalaya mengelompokkan ATS ke dalam tiga kategori: anak yang sama sekali belum pernah bersekolah, anak yang tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya, serta anak yang putus sekolah sebelum menyelesaikan jenjangnya. Proses pendataan dilakukan serentak melibatkan Disdikbud, Dinas Sosial, kecamatan, pemerintah desa, hingga RT/RW. Sebanyak 351 desa diberi akses langsung untuk menginput data melalui aplikasi ATS.

Setiap desa telah diberikan password khusus untuk memasukkan data jumlah anak yang putus sekolah beserta alasan di baliknya. Selain desa, seluruh SD dan SMP juga diwajibkan memperbarui data siswa. Upaya ini diperkuat dengan pembentukan Satgas Penanggulangan ATS berdasarkan Surat Keputusan Bupati, yang bertugas memastikan akurasi data dan percepatan penanganan.

Langkah ini tidak hanya fokus pada pendataan semata, tetapi juga menelusuri akar penyebab anak-anak putus sekolah, seperti kendala ekonomi, minat bekerja, atau faktor sosial lainnya. Untuk memperluas akses pendidikan, Pemkab menyediakan alternatif di luar sekolah reguler. Selain program sekolah terbuka yang sudah berjalan, pemerintah juga merencanakan pembangunan sekolah rakyat di Sariwangi dan Karangnunggal.

Menurut Jani, pemahaman masyarakat terhadap pentingnya pendidikan masih perlu ditingkatkan. Dengan proses validasi data yang sedang berjalan, diharapkan bisa ditemukan formula terbaik untuk menyelesaikan persoalan ATS secara tuntas.

Di sisi lain, Yayan Kusmayadi, aktivis dari Tasikmalaya Selatan, menilai angka ATS yang mencapai sekitar 29.000 anak menjadi cerminan lemahnya pengelolaan sistem pendidikan di daerah. Angka ini, menurutnya, harus menjadi alarm serius bagi seluruh pemangku kepentingan.

Studi kasus dari Desa Sukamaju menunjukkan bahwa dari 120 anak usia sekolah, 18 di antaranya tidak pernah mengenyam pendidikan formal akibat keterbatasan ekonomi dan jarak sekolah yang jauh. Data serupa muncul di Kecamatan Karangnunggal, di mana 7 dari 10 desa melaporkan lebih dari 50 anak putus sekolah akibat harus bekerja membantu perekonomian keluarga.

Infografis internal Disdikbud mencatat tren peningkatan ATS sejak 2022, dengan konsentrasi terbesar di wilayah perbatasan dan pegunungan. Faktor utama yang teridentifikasi meliputi kemiskinan (45%), kurangnya akses transportasi (25%), pernikahan dini (15%), dan rendahnya kesadaran pendidikan (15%).

Percepatan penanganan ATS bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi butuh kolaborasi luas dari seluruh elemen masyarakat. Dengan data yang akurat, intervensi bisa dilakukan secara tepat sasaran. Pendidikan adalah fondasi masa depan, dan setiap anak berhak mendapatkan kesempatan yang sama. Saatnya kita bergerak serentak: dukung kebijakan, perluas akses, dan pastikan tidak ada satu pun anak tertinggal dari bangku sekolah. Masa depan Tasikmalaya ditentukan oleh kepedulian kita hari ini.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan