Kapolri, Irwasum, dan Dankorbrimob Pimpin Ikrar serta Renungan Nilai Ksatria Bhayangkara

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) menggelar acara Renungan Nilai-Nilai Ksatria Bhayangkara sebagai bagian dari Apel Kasatwil 2025. Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo dan dilaksanakan di Mako Satuan Latihan Korbrimob Polri Cikeas, Bogor, Jawa Barat, pada Selasa (25/11) pukul 21.00 WIB. Acara ini dihadiri oleh seluruh jajaran kepemimpinan Polri dari berbagai tingkatan, mencerminkan komitmen kolektif terhadap nilai-nilai luhur institusi.

Suasana renungan diciptakan secara simbolis dengan pencahayaan ribuan obor dalam gelap malam, menggambarkan semangat perjuangan yang tak padam. Lebih dari 600 peserta, termasuk Pejabat Utama (PJU) Mabes Polri, para Kapolda, Karo Ops, dan Kapolres dari seluruh Indonesia, hadir sesuai formasi resmi. Mereka membentuk lima lingkaran konsentris mengelilingi api unggun utama, merepresentasikan persatuan dan solidaritas tanpa batas antar kesatuan.

Dalam momen yang penuh makna spiritual ini, Irwasum Polri Komjen Wahyu Widada, Dankorbrimob Polri Komjen Ramdani Hidayat, dan Komjen Imam Widodo secara bergiliran membacakan naskah Renungan Ksatria Bhayangkara. Suasana semakin haru ketika seluruh peserta saling mengikatkan pita merah putih bertuliskan ‘Ikrar Ksatria Bhayangkara’ di lengan kanan rekan mereka, sebagai simbol ikatan moral dan komitmen bersama.

Irwasum Polri membuka renungan dengan pertanyaan retoris yang menggugah hati: “Jika Komjen Pol (P) Moeh. Jasin hidup hari ini… Jika ia melihat kita malam ini… Apa ia akan tersenyum? Atau ia akan mengingatkan kita, bahwa kehormatan Polri bukan diukur dari pangkat, tapi dari ketulusan dalam melayani rakyat?” Ia melanjutkan dengan ajakan introspeksi: “Apakah tindakan kita sudah bersih? Apakah keputusan kita berani? Apakah rakyat merasakan kita melayani? Apakah masyarakat mencintai dan mempercayai kita? Ataukah api itu mulai redup dalam diri kita?” Pesannya tegas: “Tidak ada yang sempurna di dunia ini—tapi ada satu hal yang tidak boleh padam: Keinginan untuk memperbaiki diri.”

Dankorbrimob Polri menegaskan bahwa esensi pengabdian bukan pada pangkat, fasilitas, atau penghargaan, melainkan pada kepercayaan—kepercayaan rakyat, bangsa, dan sejarah. Ia mengenang sosok Komjen Pol (P) Moeh. Jasin yang pernah menolak tawaran kekuasaan Jepang dengan kalimat heroik: “Polisi bukan alat penjajah.” Kalimat sederhana yang menyimpan keberanian sejati seorang ksatria. “Dalam hening malam ini, mari kita bertanya pada diri sendiri: Apa yang membuat kita berdiri di sini? Apa yang membuat kita tetap mengenakan seragam ini, meski tekanan datang, kritik menghantam, dan tugas semakin berat?” tanyanya.

Komjen Imam Widodo menekankan bahwa tugas Polri bukan hanya menegakkan hukum, tetapi juga menjaga rasa aman, harapan, dan masa depan generasi muda. “Kita hidup di zaman modern, tapi nilai yang kita butuhkan tetap sama seperti zaman perang: kejujuran, keberanian, kesetiaan, dan ketulusan,” ujarnya. Ia mengajak seluruh personel untuk menghidupkan kembali “api Komjen Pol (P) Moeh. Jasin”—api pengabdian dan keberanian moral—agar setiap anggota kembali pulang dengan hati lebih terang, mata lebih jernih, dan langkah lebih tegas.

Puncak acara terjadi saat Kapolri melakukan penyalaan Api Unggun Utama atau Api Ksatria Bhayangkara. Sebelumnya, Jenderal Sigit menerima pemasangan pita merah putih dari Dankorbrimob Polri Komjen Ramdani Hidayat. Ritual penyalaan dilakukan secara simbolis: Kapolri membakar bola api yang digantung di atas tiang, lalu bola api tersebut bergulir dan menyulut tumpukan kayu di api unggun utama, menandai kebangkitan semangat ksatria.

Dalam sambutannya, Kapolri menegaskan komitmen moral seluruh jajaran: “Melalui kegiatan malam ini, mari kita hidupkan kembali nilai-nilai perjuangan para pendahulu Polri.” Ia mengingatkan bahwa Polri ada dan besar karena perjuangan para senior dan pendahulu. “Kita ada karena seragam ini. Siapa lagi yang mau menjaga institusi ini, jika bukan kita yang ada saat ini.” Pesannya jelas: “Kehormatan Polri bukan diukur dari tingginya pangkat, tapi dari ketulusan kita dalam melayani rakyat, karena kepercayaan rakyat adalah hal yang paling utama.”

Ia menegaskan bahwa rakyat tidak menuntut Polri sempurna, tetapi mengharapkan kepolisian yang mau berubah, menjawab harapan masyarakat, dan melayani dengan tulus. “Untuk itu, tegakkan kejujuran, keberanian, kesetiaan, dan ketulusan dalam setiap langkah pengabdian,” tegasnya. Meski pemimpin dan generasi silih berganti, nilai Tri Brata dan Catur Prasetya harus tetap kokoh. “Para kasatwil dan kasatker merupakan kunci untuk kita kembali bangkit lagi. Terus kobarkan semangat ini dan terus tanamkan nilai-nilai ini kepada seluruh jajaran kita,” pungkasnya.

Data Riset Terbaru: Transformasi Kepolisian di Era Digital 2025
Studi dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) 2025 menunjukkan bahwa 78% masyarakat Indonesia menginginkan polisi yang lebih responsif dan transparan. Survei Lembaga Kajian Kepolisian (LKK) mencatat peningkatan kepercayaan publik terhadap Polri sebesar 12,4% sejak 2020, namun tantangan utama masih terletak pada persepsi integritas di level operasional. Riset Universitas Indonesia (2024) mengungkap bahwa pelatihan nilai kepemimpinan berbasis karakter meningkatkan kinerja personel hingga 31% dalam penanganan konflik sosial.

Studi Kasus: Program Bhayangkara Masuk Desa
Pilot project di 50 desa terpencil Sumatera dan Papua menunjukkan penurunan 40% kasus kejahatan konvensional dan peningkatan 65% kepercayaan masyarakat terhadap polisi setelah penerapan pendekatan humanis berbasis nilai Ksatria Bhayangkara. Program ini menjadi model nasional mulai 2026.

Jadilah pelopor perubahan, bukan penonton sejarah. Setiap langkahmu dalam melayani adalah percikan api yang menjaga negeri ini tetap menyala. Jadikan integritas sebagai pedang, ketulusan sebagai tameng, dan keberanian sebagai panji yang tak pernah runtuh di tiang kehormatan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan