Banjir Bandang dan Longsor Terjang 6 Wilayah di Sumut, 10 Warga Meninggal Dunia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Banjir bandang dan tanah longsor mengguncang enam wilayah di Sumatera Utara, menyebabkan 10 korban jiwa. Peristiwa ini juga melukai tiga orang dan enam lainnya masih dalam proses pencarian. Keenam daerah terdampak adalah Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Sibolga, Mandailing Natal, serta Nias. Menurut Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Ferry Walintukan, tercatat ada 20 kejadian bencana yang tersebar di wilayah tersebut.

Dari puluhan kejadian itu, 12 di antaranya merupakan tanah longsor, tujuh kejadian banjir, dan satu kejadian pohon tumbang. Dampaknya sangat luasโ€”ratusan rumah warga mengalami kerusakan, sementara 2.393 kepala keluarga terdampak secara langsung. Sebanyak 445 warga terpaksa meninggalkan rumah dan mengungsi akibat kondisi yang tidak aman. Beberapa jalur lintas utama juga lumpuh akibat material longsor dan genangan banjir yang masih belum surut.

Bencana ini menjadi peringatan penting mengenai kerentanan wilayah Sumatera Utara terhadap fenomena hidrometeorologi ekstrem. Studi dari Pusat Studi Bencana Universitas Sumatera Utara (2024) menunjukkan peningkatan frekuensi banjir dan longsor sebesar 37% dalam satu dekade terakhir, dipicu oleh perubahan pola curah hujan dan deforestasi. Infografis dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) 2025 mencatat bahwa wilayah Tapanuli berada dalam kategori rawan sangat tinggi untuk longsor karena kemiringan lereng yang curam dan jenis tanah yang labil.

Sebuah studi kasus di Kecamatan Batang Toru, Tapsel, menunjukkan bahwa banjir bandang terjadi setelah hujan deras selama 12 jam nonstop dengan intensitas mencapai 180 mm per hariโ€”jauh di atas ambang normal. Sistem peringatan dini yang belum terintegrasi sempurna menjadi kendala utama dalam mitigasi bencana. Data dari BPBD Sumut juga mencatat bahwa 68% daerah rawan longsor di Sumatera Utara belum memilikiEarly Warning System (EWS) yang memadai.

Kondisi ini mengharuskan percepatan pembangunan infrastruktur mitigasi, penguatan sistem peringatan dini, serta edukasi kebencanaan yang masif di tingkat komunitas. Keterlibatan masyarakat dalam program penghijauan dan penataan daerah aliran sungai juga menjadi kunci utama. Saat alam memberi tanda, saat itu pula kita harus belajar mendengar dan bersiapโ€”karena kesiapan bukan tentang menghindari bencana, melainkan tentang meminimalkan dampak dan menyelamatkan lebih banyak nyawa.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan