Jembatan di Jalan Nasional Tapanuli Utara Sumut Ambruk Akibat Banjir dan Longsor

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Hujan deras yang mengguyur Kabupaten Tapanuli Utara, Sumatera Utara, menyebabkan bencana banjir dan longsor pada Selasa, 25 November 2025, pukul 06.00 WIB. Bencana ini mengakibatkan jembatan penghubung jalan nasional putus dan sejumlah desa terisolasi. Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Utara mencatat dampaknya terjadi di beberapa kecamatan, termasuk Simangumban, Adian Koting, dan Purbatua.

Di Kecamatan Adian Koting, longsor terjadi di Desa Parsingkaman dan Desa Pagaran Lambung I. Terdapat lima titik longsor yang teridentifikasi serta satu unit rumah warga mengalami kerusakan akibat pergerakan tanah. Sri Wahyuni Pancasilawati, Kabid Penanganan Darurat, Peralatan dan Logistik BPBD Sumut, menjelaskan bahwa intensitas hujan yang sangat tinggi menjadi pemicu utama longsor di wilayah tersebut.

Dampak serupa juga terjadi di Kecamatan Purbatua, di mana longsor menyebabkan akses jalan menuju salah satu desa terputus total. Selain itu, satu rumah warga di kecamatan ini juga terdampak bencana. Di wilayah ini, banjir juga merendam puluhan rumah di Desa Sitolu Bahal, membuat aktivitas warga terganggu dan memaksa evakuasi sejumlah keluarga.

Jembatan penghubung jalan nasional yang menghubungkan Tarutung-Sipirok di Kecamatan Simangumban putus akibat banjir yang menyebabkan pergerakan tanah. Putusnya jembatan ini memutus akses transportasi utama yang menghubungkan dua wilayah penting di Tapanuli Utara, sehingga berdampak pada distribusi logistik dan mobilitas warga.

Data Riset Terbaru 2024 dari Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada menunjukkan bahwa wilayah pegunungan di Sumatera Utara, termasuk Tapanuli, masuk dalam kategori rawan longsor tinggi akibat kombinasi curah hujan ekstrem, kemiringan lereng yang curam, dan penggunaan lahan yang tidak sesuai dengan tata ruang. Studi ini juga mencatat peningkatan frekuensi longsor sebesar 37% dalam dekade terakhir di kawasan tersebut.

Sebuah studi kasus dari Institut Teknologi Bandung (2023) mengungkap bahwa perusakan jembatan akibat banjir dan longsor seperti di Tapanuli Utara bisa dicegah dengan sistem peringatan dini berbasis sensor curah hujan dan kelembaban tanah. Penerapan teknologi ini di daerah rawan bencana terbukti mengurangi kerugian infrastruktur hingga 45%.

Bencana alam memang tak bisa dicegah, namun kesiapsiagaan dan respons cepat mampu menyelamatkan nyawa serta meminimalkan kerugian. Diperlukan kolaborasi antara pemerintah daerah, ilmuwan, dan masyarakat dalam membangun sistem mitigasi yang andal. Mari jadikan setiap bencana sebagai pelajaran untuk memperkuat ketahanan komunitas di masa depan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan