Aktivitas Gunung Semeru Meningkat, Lava Pijar Terlihat Jelas dari Pronojiwo

Peningkatan aktivitas vulkanik Gunung Semeru kembali teramati dengan intens. Dari wilayah Kecamatan Pronojiwo, aliran lava pijar tampak jelas memercik dari puncak kawah, menerangi kegelapan malam dengan cahaya kemerahan yang menyala-nyala. Fenomena ini menjadi indikator nyata dari meningkatnya tekanan internal di dalam tubuh gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa tersebut. Pantauan visual malam hari menunjukkan bahwa aliran material magmatik mulai aktif bergerak menuju lereng, menciptakan tontonan yang dramatis sekaligus mengkhawatirkan bagi warga sekitar. Kondisi ini mengingatkan kembali pada pola erupsi sebelumnya, di mana peningkatan emisi lava pijar sering kali menjadi pertanda awal dari aktivitas erupsi yang lebih besar. Petugas pengamat gunung api terus memantau perkembangan situasi dengan menggunakan berbagai instrumen pemantauan, termasuk seismograf dan kamera termal, guna mendeteksi perubahan tekanan dan aliran magma secara real time.

Berdasarkan data Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG), kenaikan level aktivitas Gunung Semeru telah dicatat dalam beberapa hari terakhir. Frekuensi gempa vulkanik dangkal dan dalam mengalami peningkatan signifikan, dari rata-rata 5 kali per hari menjadi lebih dari 20 kali dalam periode 72 jam. Selain itu, deformasi tanah di sekitar kawah juga menunjukkan pola mencurigakan, dengan pencatatan elongasi sebesar 1,8 sentimeter menggunakan alat tiltmeter. Suhu di sekitar kubah lava naik hingga 450 derajat Celsius, jauh di atas rata-rata harian yang biasanya berkisar antara 200–300 derajat Celsius. Data ini diperkuat oleh citra satelit Himawari yang merekam anomali termal di puncak gunung sejak 23 November 2025.

Studi kasus erupsi Semeru tahun 2021 memberikan pelajaran penting tentang pola awal erupsi. Saat itu, peningkatan lava pijar selama tiga hari berturut-turut diikuti oleh letusan pyroclastic flow yang menghancurkan permukiman di Desa Sumberwuluh. Analisis pasca-erupsi menunjukkan bahwa 78 persen korban jiwa bisa dicegah andai sistem peringatan dini diaktifkan 30 menit lebih awal. Kini, sistem Early Warning System (EWS) di sekitar Semeru telah diperbarui dengan sensor inframerah dan drone pemantau yang mampu mendeteksi perubahan aktivitas secara otomatis. Infografis risiko erupsi yang dipasang di 12 desa terdampak juga telah diperbarui, mencakup rute evakuasi, titik kumpul, dan zona bahaya berdasarkan skenario erupsi rendah, sedang, dan tinggi.

Kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci utama keselamatan saat bencana datang. Latihan evakuasi rutin yang melibatkan 3.500 warga dari enam desa rawan erupsi telah digelar setiap bulan sejak awal 2025. Pelatihan ini tidak hanya fokus pada prosedur penyelamatan, tetapi juga mencakup manajemen stres, pertolongan pertama, dan penggunaan perangkat komunikasi darurat. Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan pemahaman risiko sebesar 64 persen dibandingkan tahun lalu. Namun, tantangan masih ada: akses jalan menuju pos pengungsian masih terbatas, dan ketergantungan pada informasi daring membuat kelompok rentan seperti lansia dan penyandang disabilitas rentan tertinggal saat bencana terjadi.

Kejadian seperti ini mengingatkan kita bahwa kekuatan alam tak bisa ditaklukkan, tetapi bisa dikelola dengan kesiapan dan pengetahuan. Kewaspadaan harus terus dijaga, bukan hanya oleh petugas terlatih, tetapi juga oleh setiap warga yang tinggal di bawah bayang-bayang gunung api. Mari jadikan informasi sebagai pelindung, latihan sebagai bekal, dan gotong royong sebagai kekuatan kolektif menghadapi ketidakpastian alam.

Baca juga Berita lainnya di News Page