Wakil Ketua MPR RI Soroti Ketimpangan Gender dalam Sistem Demokrasi Indonesia

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat mengangkat isu ketimpangan gender yang masih terjadi di Indonesia, khususnya dalam dunia politik. Ia menekankan perlunya upaya kolektif guna memperkuat partisipasi perempuan dalam tatanan bernegara. Menurutnya, dinamika penyelenggaraan sistem ketatanegaraan saat ini masih diwarnai oleh fragmentasi politik dan ketidakseimbangan representasi gender yang hingga kini belum mampu diatasi secara tuntas.

Pernyataan tersebut disampaikan Lestari secara virtual dalam kegiatan Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, yang diikuti oleh pengurus dan anggota Kaukus Perempuan Politik Indonesia (KPPI) di Gedung Nusantara IV, Kompleks DPR RI/MPR RI/DPD RI Senayan, Jakarta, Selasa (25/11/2025). Ia menjelaskan bahwa demokrasi di Indonesia saat ini sedang mengalami kelelahan dan membutuhkan energi baru agar mampu berjalan sesuai dengan amanat konstitusi.

Lestari menegaskan bahwa UUD 1945 telah memberikan dasar yang jelas bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat, serta menjamin hak yang sama bagi seluruh warga negara tanpa diskriminasi. Dari sini, negara memiliki tanggung jawab untuk mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender. Tantangan utama saat ini adalah bagaimana negara mampu hadir secara nyata dalam mewujudkan amanat konstitusi tersebut.

Ia menekankan bahwa penyelenggaraan demokrasi harus dilakukan secara menyeluruh, di mana pemilu dan partai politik bukan sekadar proses teknokratis, melainkan instrumen strategis untuk mewujudkan keadilan sosial, termasuk keadilan gender. Namun, realita menunjukkan masih terdapat ketimpangan dalam regulasi pemilu dan partai politik. Aturan kuota 30% perempuan di lembaga legislatif, misalnya, belum mencapai target yang diharapkan.

Struktur internal partai politik yang masih didominasi laki-laki, hierarkis, dan kurang inklusif menjadi penghambat utama. Rekrutmen kader perempuan yang masih bersifat sporadis dan tidak transparan turut memperparah kondisi ini. Lestari yang juga merupakan anggota Majelis Tinggi Partai NasDem menyerukan seluruh pihak, terutama anggota KPPI, untuk ambil peran aktif dalam mendorong reformasi regulasi pemilu dan partai politik. Proses ini, kata dia, bukan hanya soal perbaikan hukum semata, tetapi juga harus kembali kepada nilai-nilai konstitusi dan demokrasi Pancasila.

Dalam acara tersebut hadir sejumlah tokoh perempuan dari berbagai partai politik, termasuk Kanti W. Janis, Rahayu Saraswati, Saniatul Lativa, Irma Suryani Chaniago, dan Hindun Anisah.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri (2024), partisipasi perempuan di DPRD kabupaten/kota baru mencapai rata-rata 18,7%, sementara di DPR RI sebesar 22,3%, masih di bawah target 30%. Studi dari Institut Perempuan (2023) menunjukkan bahwa partai politik dengan struktur kepengurusan perempuan di atas 25% cenderung mengusung lebih banyak calon legislatif perempuan. Infografis dari Komnas Perempuan (2024) mengungkap bahwa provinsi dengan keterwakilan perempuan di atas 25% di legislatif menunjukkan indeks pembangunan gender yang lebih tinggi.

Transformasi sistem politik harus dimulai dari dalam partai. Dengan memperkuat keterlibatan perempuan, bukan hanya adil secara hak, tetapi juga memperkaya kualitas kebijakan publik. Saatnya seluruh elemen bangsa bersatu mewujudkan demokrasi yang benar-benar inklusif, tempat perempuan tidak sekadar hadir, tetapi menjadi motor perubahan.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan