Jakarta – Vonis 4,5 tahun penjara yang diterima mantan Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi (IP), dalam kasus akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP menjadi sorotan luas. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan penanganan perkara ini didasarkan pada bukti-bukti yang cukup dan kuat.
Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa kasus ini bukanlah rekayasa atau pencarian-carian kasus semata. Ia menegaskan awal mula pengungkapan kasus ini berasal dari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang mengindikasikan adanya potensi fraud dan tindak pidana korupsi.
Asep mengungkapkan sejumlah pelanggaran serius yang dilakukan oleh para terdakwa. Salah satunya adalah keputusan sepihak yang diambil jajaran direksi dalam proses akuisisi kapal. Perubahan aturan internal PT ASDP dilakukan sedemikian rupa sehingga menciptakan celah dalam persyaratan kerja sama usaha (KSU) antara PT ASDP dan PT JN.
Pada 6 Maret 2019, dilakukan perubahan dari Keputusan Direksi Nomor 35 menjadi Keputusan Direksi Nomor 86. Perubahan ini dimaksudkan untuk mempermudah pelaksanaan KSU dengan menambahkan sejumlah ketentuan pengecualian. Namun, pada 11 Oktober 2019, Ira Puspadewi mengesahkan Keputusan Direksi Nomor 237/KH.002/ASDP.2019 yang menggantikan Keputusan Direksi Nomor 86.
Keputusan Direksi Nomor 237 justru menghapus pengecualian-pengecualian yang sebelumnya ada di pedoman KSU Nomor 86. Asep menilai perubahan ini mencurigakan karena kembali mengacu pada ketentuan awal di Keputusan Direksi Nomor 35, namun dengan penambahan pasal-pasal yang dinilai janggal oleh KPK.
KPK juga menemukan indikasi manipulasi data usia kapal yang diakuisisi. Sejumlah kapal yang diambil alih ternyata berusia sangat tua, bahkan ada yang dibuat sejak tahun 1959, atau lebih dari 60 tahun yang lalu. Kapal-kapal tua semacam ini membahayakan keselamatan penumpang.
PT JN disebut sengaja memanipulasi data usia kapal dengan mencantumkan tahun pembuatan yang lebih muda dari kenyataannya. Padahal, data sebenarnya bisa diverifikasi melalui database International Maritime Organization (IMO). KPK menyesalkan tidak adanya verifikasi mendalam dari tim ASDP terhadap data yang diberikan.
Dari total 53 kapal yang diakuisisi, sebanyak 16 kapal ternyata masih dalam status docking atau perbaikan saat dilakukan pengecekan pada Maret 2025. Artinya, kapal-kapal tersebut tidak siap operasi dan belum bisa digunakan untuk pelayaran.
Kondisi keuangan PT ASDP selama empat tahun terakhir juga menjadi sorotan. Data KPK menunjukkan perusahaan mengalami kerugian Rp 110 miliar pada 2021, rugi Rp 126 miliar pada 2022, baru mencatat laba Rp 9 miliar di 2023, dan kembali merugi Rp 35 miliar di 2024 yang masih dalam proses audit. Dari empat tahun tersebut, tiga di antaranya mencatatkan kerugian.
Mantan Direktur Utama PT ASDP periode 2017-2024, Ira Puspadewi, divonis 4 tahun 6 bulan penjara setelah dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam akuisisi saham PT Jembatan Nusantara periode 2019-2022. Hakim Ketua Sunoto menyatakan vonis tersebut sesuai dengan dakwaan alternatif kedua yang diajukan jaksa penuntut.
Selain Ira, dua direktur lainnya juga dihukum. M Yusuf Hadi, selaku Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP (2019-2024), serta Harry Muhammad Adhi Caksono, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP (2020-2024), masing-masing dijatuhi hukuman 4 tahun penjara.
Studi Kasus: Dalam kasus ini, KPK mengungkap pola manipulasi data dan penyimpangan prosedur yang sistematis. Mulai dari perubahan keputusan direksi yang menguntungkan pihak tertentu, hingga pemalsuan data usia kapal, semuanya dilakukan untuk memuluskan akuisisi yang merugikan keuangan negara. Temuan 16 kapal dalam kondisi docking menunjukkan aset yang dibeli tidak sesuai dengan nilai yang dikeluarkan.
Data Riset Terbaru: Berdasarkan analisis KPK, kerugian negara dalam kasus akuisisi ini mencapai ratusan miliar rupiah jika dihitung dari nilai akuisisi, kerugian operasional, dan aset yang tidak berfungsi. Rata-rata usia kapal yang diakuisisi ternyata 20 tahun lebih tua dari yang dilaporkan, menunjukkan tingkat kecurangan yang sangat terstruktur.
Integritas prosedur korporasi harus dijaga ketat, terutama dalam transaksi besar yang melibatkan aset negara. Kasus ini menjadi pelajaran betapa pentingnya pengawasan internal dan verifikasi data independen. Jangan pernah anggap remeh setiap anomali dalam laporan keuangan atau aset, karena di baliknya bisa tersembunyi kerugian besar yang membahayakan masa depan layanan publik. Lindungi aset bangsa, awasi setiap keputusan, dan jadilah garda terdepan antikorupsi di lingkungan kerja Anda.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.