Lokasi Penemuan Alvaro di Tenjo Bogor: Dibuang di Tempat Pembuangan Sampah oleh Ayah Tiri

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Jasad Alvaro Kiano Nugroho (6) ditemukan di kawasan Tenjo, Kabupaten Bogor, yang ternyata merupakan area pembuangan sampah. Hal tersebut diungkapkan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Budi Hermanto, dalam konferensi pers di Mapolres Metro Jakarta Selatan pada Senin (24/11/2025). Ia menjelaskan bahwa lokasi tersebut memang digunakan sebagai tempat membuang sampah secara ilegal.

Tim penyidik masih terus melakukan pengembangan kasus dengan mengerahkan anjing pelacak untuk menemukan sisa-sisa jenazah yang belum teridentifikasi. Budi menegaskan proses pencarian belum selesai dan akan terus dilanjutkan guna mengumpulkan bukti tambahan yang dapat membantu dokter forensik dalam proses identifikasi. “Penyelidik dan penyidik tidak berhenti sampai di sini. Pasti besok atau lusa selalu akan membawa anjing untuk mencari lagi beberapa potongan-potongan yang bisa membantu dokter forensik untuk menyatukan, membuat suatu kesimpulan,” ujarnya.

Dari sisi lain, Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP Ardian Satrio Utomo, memaparkan alasan mengapa ayah tiri Alvaro, tersangka AI, memilih kawasan Tenjo sebagai lokasi pembuangan jenazah. Tersangka memiliki keterikatan personal di wilayah tersebut karena salah satu kerabatnya tinggal di sana. “Dia sudah bolak-balik, memang pengakuan dari tersangka ini sudah bolak-balik untuk ke Tenjo,” kata Ardian.

Tersangka diketahui cukup familiar dengan kondisi sekitar dan mengetahui titik-titik sepi yang jarang dilalui orang. Dari hasil pengakuannya, ia sengaja memilih tempat tersembunyi di bawah jembatan untuk membuang jenazah Alvaro yang dibungkus dalam kantong plastik. “Dan dia tahu lokasi mana yang sepi untuk membuang di sana. Dan akhirnya memilih salah satu tempat yang mana di jembatan itu dibuang, almarhum, dibuang jenazah dalam bentuk plastik itu di bawah jembatan itu,” tambahnya.

Studi kasus serupa dalam literatur kriminologi menunjukkan bahwa pelaku kejahatan terhadap anak sering kali memilih lokasi terpencil yang sudah dikenalnya untuk menghindari deteksi dini. Menurut data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (2023), 68% kasus kekerasan anak melibatkan pelaku dari lingkaran terdekat, termasuk keluarga inti atau keluarga tiri. Kasus Alvaro kembali menggarisbawahi urgensi sistem perlindungan anak yang lebih kuat, terutama dalam konteks pengawasan terhadap anak-anak yang hidup dalam struktur keluarga campuran.

Sebuah infografis dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (2024) mencatat peningkatan 15% kasus kekerasan dalam rumah tangga yang melibatkan anak usia di bawah 10 tahun selama periode 2020–2023. Faktor risiko utama meliputi ketegangan ekonomi, kurangnya edukasi parenting, serta minimnya intervensi sosial dari lingkungan sekitar.

Kasus ini bukan sekadar soal penegakan hukum, tetapi juga cerminan dari rapuhnya perlindungan anak di level keluarga. Setiap dugaan kekerasan terhadap anak harus segera dilaporkan dan ditindaklanjuti dengan respons cepat. Lindungi masa depan mereka dengan keberanian untuk bersuara, waspada terhadap tanda bahaya, dan dukung kebijakan yang memperkuat sistem perlindungan anak di seluruh lapisan masyarakat.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan