Generasi Z, yang mencakup kelompok usia 15 hingga 29 tahun, ternyata menjadi penyumbang terbesar angka pengangguran di Indonesia. Hal ini diungkapkan langsung oleh Shinta Kamdani, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO), yang menyatakan bahwa 67% atau sekitar 4,9 juta dari total pengangguran berasal dari generasi muda tersebut. Fenomena ini menjadi perhatian serius mengingat usia tersebut seharusnya berada dalam masa produktif, namun justru banyak yang terpaksa beralih ke pekerjaan informal yang tingkat kesejahteraan dan keamanannya masih rendah.
Dalam seminar Indonesia Economic Outlook yang diselenggarakan di Universitas Indonesia pada Senin (24/11/2025), Shinta menekankan bahwa ketersediaan lapangan pekerjaan yang terbatas menjadi penghambat utama. Ia menjelaskan bahwa tingginya angka pengangguran di kelompok usia muda memberikan dampak signifikan terhadap struktur ketenagakerjaan nasional. “Ini menjadi kendala besar saat ini, yaitu tidak cukupnya lapangan pekerjaan. Dampaknya sangat terasa, terutama pada tingginya angka pengangguran usia muda. 67% dari total pengangguran saat ini adalah Gen Z, atau sekitar 4,9 juta penduduk,” ujarnya.
Shinta juga mengkritisi cara pemerintah mendefinisikan seseorang sebagai ‘bekerja’. Ia mempertanyakan standar yang digunakan, di mana seseorang yang hanya bekerja selama 1 jam dalam satu minggu sudah dianggap sebagai pekerja aktif. Hal ini, menurutnya, membuat statistik pengangguran tampak membaik, padahal kenyataannya tidak mencerminkan kualitas pekerjaan yang sebenarnya. “Kami sering berargumen, kok angka pengangguran Indonesia terlihat bagus dan terus menurun? Ternyata karena definisi bekerja di Indonesia sangat longgar. Cukup 1 jam dalam seminggu, seseorang sudah dianggap bekerja. Makanya angka pengangguran tampak tidak terlalu tinggi,” jelas Shinta.
Fenomena ini terlihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat penurunan pengangguran sebanyak 4.000 orang per Agustus 2025, dengan total mencapai 7,46 juta orang. Namun, jika mengacu pada definisi kerja yang hanya 1 jam per minggu, maka sebagian besar dari mereka sebenarnya bergantung pada sektor informal yang rentan dan tidak menjamin kesejahteraan jangka panjang. “Masalahnya, perhitungan 1 jam dalam seminggu itu sudah dianggap bekerja. Lalu di mana mereka bekerja? Ya di sektor yang lebih informal. Jika diperhatikan, jumlah pekerja mandiri atau gig worker melonjak tajam hingga mencapai 31,5 juta orang,” tambahnya.
Data Riset Terbaru 2025 dari Institute for Development Research (IDR) menunjukkan bahwa 78% pekerja Gen Z di Indonesia berada dalam kondisi underemployment, artinya jam kerja dan pendapatan mereka jauh di bawah standar layak hidup. Studi ini juga mencatat bahwa hanya 22% lulusan SMK dan 31% lulusan perguruan tinggi yang terserap secara optimal di sektor formal. Infografis dari Kementerian Ketenagakerjaan 2024 memperlihatkan tren peningkatan pekerja gig di platform digital seperti transportasi online, marketplace, dan jasa kreatif, yang didominasi oleh usia 18-27 tahun.
Sebuah studi kasus di Yogyakarta mengungkap bahwa dari 100 responden Gen Z pencari kerja, 65 di antaranya memilih bekerja sebagai driver ojek online meski memiliki latar belakang pendidikan D3 dan S1, dengan alasan fleksibilitas waktu meski pendapatan tidak stabil. Sementara itu, riset dari Universitas Gadjah Mada (2024) menemukan hubungan kuat antara rendahnya keterampilan digital dan kemampuan adaptasi industri sebagai faktor penghambat penyerapan tenaga kerja Gen Z di sektor formal.
Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia bukan sekadar soal jumlah lapangan kerja, tetapi juga kualitas pekerjaan dan kesesuaian antara keterampilan dengan kebutuhan industri. Mendorong kolaborasi antara dunia pendidikan, pelatihan vokasi, dan sektor industri menjadi kunci utama. Generasi muda butuh ruang untuk berkembang, bukan hanya pekerjaan semata. Saatnya kita bangun ekosistem kerja yang memberdayakan, inklusif, dan berkelanjutan—karena masa depan bangsa ditentukan oleh bagaimana kita memperlakukan generasi yang sedang berjuang di awal karier mereka.
Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.