KPU dan ANRI Respons Pertanyaan DPR Soal Pengarsipan Ijazah Capres

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Jakarta – Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menyelenggarakan Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia hingga Arsip Nasional Republik Indonesia. Dalam pertemuan tersebut, sejumlah anggota dewan mengajukan pertanyaan terkait pengelolaan arsip ijazah calon presiden.

Mohammad Khozin, salah satu anggota Komisi II DPR RI, meminta klarifikasi dari pihak ANRI dan KPU mengenai kategori ijazah dalam sistem kearsipan nasional. “Nah, ini saya mohon penjelasan dari ANRI dan KPU. Sebetulnya ijazah itu masuk benda yang untuk diarsipkan atau nggak?” ujarnya saat rapat berlangsung di kompleks parlemen Senayan, Jakarta, pada Senin (24/11/2025).

Pertanyaan tersebut dilontarkan lantaran capres hanya muncul setiap lima tahun sekali dengan jumlah terbatas. Khozin mempertanyakan apakah dokumen kependidikan para calon presiden layak menjadi bagian dari khazanah kearsipan nasional. “Maksud kami begini, Pak. Kan kalau ijazah capres itu kan nggak banyak ya. Setiap 5 tahun sekali paling cuma tiga atau empat. Apakah itu tidak menjadi bagian khazanah yang harus kita arsipkan dalam Arsip Nasional mengacu dari Undang-Undang Arsip?” tambahnya.

Menanggapi hal tersebut, Kepala ANRI, Mego Pinandito, menjelaskan bahwa arsip yang diterima oleh lembaganya haruslah dokumen asli. Ia menegaskan bahwa ijazah biasanya tetap berada di tangan pemiliknya sebagai dokumen pribadi. “Bahwa kemudian itu menjadi hal yang terkait ijazah presiden, maka itu ada salinannya pasti di KPU, jadi kalau sudah dari situ, pertanyaan autentiknya tetap saja ada di yang bersangkutan, jadi yang ada di KPU pasti mungkin salinan atau fotokopi yang sudah dilegalisir, jadi sudah bukan arsip autentik,” ujarnya.

Ia juga menekankan bahwa suatu dokumen baru bisa diserahkan ke ANRI jika memiliki nilai manfaat tinggi dan telah memasuki klasifikasi statis. “Ada aturan lagi bahwa arsip itu akan diserahkan kepada ANRI kalau sudah masuk klasifikasi statis atau sesuatu yang bersifat sangat memiliki nilai manfaat yang luar biasa sehingga menjadi arsip yang harus disimpan,” jelas Mego.

Di sisi lain, Ketua KPU, Mochammad Afifuddin, menyampaikan bahwa pihaknya bertanggung jawab mengelola dokumen persyaratan pendaftaran capres dan cawapres. Ia menuturkan bahwa permintaan terkait keaslian ijazah dari berbagai pihak telah dipenuhi, termasuk di wilayah Jakarta dan instansi pusat. “Khusus ijazah di daerah-daerah yang kemarin di soal sejatinya para pihak yang minta itu sudah dikasih, termasuk di Jakarta, di pusat juga sudah dikasih,” ucap Afif.

Afifuddin mencatat bahwa baru pada periode ini terjadi permintaan dokumen pasca-pemilu, yang sebelumnya tidak pernah terjadi. Fenomena ini menjadi bahan evaluasi bagi peningkatan tata kelola administrasi pemilu ke depan. “Mungkin baru periode-periode ini juga pascapemilu bahkan pasca setelah pemilu dokumen-dokumen itu kemudian dimintakan para pihak, sebelumnya belum pernah,” tandasnya.

Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (2024), tercatat lebih dari 2.800 institusi pendidikan tinggi di Indonesia yang mengeluarkan jutaan ijazah setiap tahunnya. Namun, hanya sebagian kecil dari dokumen akademik tersebut yang masuk dalam sistem kearsipan nasional, terutama yang terkait dengan tokoh publik atau pejabat negara. Studi dari Universitas Indonesia (2023) menunjukkan bahwa arsip publik yang dikelola ANRI mencapai 17 juta item, namun kurang dari 1% merupakan dokumen akademik pejabat tinggi negara.

Sebuah studi kasus dari Pemilu 2019 menunjukkan bahwa permintaan salinan ijazah capres dan cawapres meningkat tajam pasca-pemungutan suara, terutama dari lembaga swadaya masyarakat dan media. Namun, proses verifikasi masih mengandalkan salinan yang telah dilegalisasi, bukan dokumen asli, sehingga menimbulkan perdebatan soal validitas hukum.

Dokumen resmi menjadi fondasi transparansi demokrasi. Saat arsip dikelola dengan baik, bukan hanya sejarah yang tersimpan, tetapi kepercayaan publik pun terjaga. Mari dorong keterbukaan informasi dan akuntabilitas penyelenggara negara, karena setiap dokumen yang terjaga adalah bukti nyata komitmen terhadap negara yang terbuka dan bertanggung jawab.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan