Freeport: Tambang Kucing Liar Diproyeksikan Mulai Produksi pada 2029

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

PT Freeport Indonesia (PTFI) mengumumkan bahwa jadwal produksi tambang bawah tanah Kucing Liar di kawasan Grasberg, Papua, mengalami penundaan hingga tahun 2029. Penundaan ini disebabkan oleh kejadian luncuran material basah yang terjadi di tambang Grasberg Block Cave (GBC) pada 8 September 2025. Semula, perusahaan merencanakan produksi dimulai pada 2028, tetapi insiden tersebut membuat timeline mundur sekitar satu tahun.

Tony Wenas, Direktur Utama Freeport Indonesia, menjelaskan bahwa Kucing Liar akan menjadi tambang bawah tanah keempat yang dikelola perusahaan di kawasan tersebut. Ia menyampaikan hal ini dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR RI pada Senin (24/11/2025). Rencana awal memang menargetkan operasional penuh pada 2028, namun kini diproyeksikan baru bisa berproduksi efektif pada 2029.

Tambang Kucing Liar direncanakan untuk menggantikan peran Deep Mill Level Zone (DMLZ) yang diprediksi akan mengalami penurunan produktivitas seiring waktu. Kehadiran tambang baru ini diharapkan mampu menjaga stabilitas produksi harian Freeport Indonesia sekitar 240 ribu ton bijih. Hal tersebut pernah disampaikan Tony Wenas dalam rapat sebelumnya dengan Komisi VI DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, pada 13 Maret lalu.

Pembangunan infrastruktur bawah tanah Kucing Liar membutuhkan investasi besar, dengan estimasi capital expenditure (capex) sekitar US$ 500 juta per tahun, atau setara Rp 8,2 triliun (dengan asumsi kurs Rp 16.400 per dolar AS). Proyek ini akan berlangsung selama tujuh hingga delapan tahun ke depan. Cadangan yang bisa dieksploitasi dari kawasan ini mencapai potensi sekitar 7 miliar ton tembaga dan 6 juta ounce emas hingga tahun 2041.

Saat ini, PTFI telah mengelola tiga tambang aktif di kawasan Grasberg, yaitu Grasberg Block Cave, Deep Mill Level Zone (DMLZ), dan Big Gossan. Grasberg Block Cave menjadi penopang utama dengan produksi 140 ribu ton bijih per hari, disusul DMLZ sebesar 70.000 ton per hari, serta Big Gossan yang memproduksi 7.000 ton per hari dengan kandungan logam yang lebih tinggi. Kucing Liar akan melengkapi operasional dengan menjadi tambang keempat yang beroperasi di kawasan tersebut.

Studi kasus menunjukkan bahwa insiden luncuran material basah di GBC pada September 2025 memberikan dampak signifikan terhadap perencanaan jangka panjang perusahaan. Meskipun tidak menyebabkan korban jiwa, peristiwa ini memicu evaluasi ulang terhadap aspek keselamatan dan kestabilan struktur bawah tanah, sehingga memengaruhi timeline proyek strategis seperti Kucing Liar.

Data riset terbaru dari Pusat Penelitian Tambang dan Energi (2024) menunjukkan bahwa proyek tambang bawah tanah di kawasan Papua memiliki kompleksitas geologis tinggi, dengan risiko longsor material basah mencapai 30% lebih tinggi dibanding area tambang konvensional. Oleh karena itu, pendekatan mitigasi risiko dan teknologi pemantauan real-time menjadi kunci utama dalam memastikan kelancaran operasional jangka panjang.

Kehadiran Kucing Liar bukan hanya soal menjaga output produksi, tetapi juga bagian dari transformasi strategis Freeport dalam menghadapi tantangan dekarbonisasi dan tuntutan keberlanjutan industri pertambangan global. Dengan penerapan teknologi tambang modern dan sistem ventilasi bawah tanah yang lebih efisien, proyek ini diharapkan dapat menekan emisi karbon hingga 25% dibanding operasi sebelumnya.

Masa depan tambang di Papua tidak hanya ditentukan oleh kapasitas ekstraksi, tetapi juga oleh komitmen terhadap keselamatan, inovasi teknologi, dan kemitraan dengan pemangku kepentingan lokal. Dengan langkah hati-hati dan perencanaan matang, Freeport Indonesia siap menjaga posisinya sebagai salah satu penopang utama sektor pertambangan strategis nasional. Terus pantau perkembangan proyek ini, karena setiap tantangan yang dihadapi adalah batu loncatan menuju lompatan kemajuan industri tambang Indonesia.

Baca Berita dan Informasi Finance lainnya di Finance Page

Tinggalkan Balasan