Tanah liat yang biasa ditemukan di kerak samudra, dikenal sebagai talk, ternyata memiliki kemampuan menyerap air jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya. Dalam eksperimen laboratorium terkendali, talk berubah menjadi bentuk kristal superhidrasi yang mampu menyimpan sekitar 31% air berdasarkan beratnya. Perubahan ini terjadi pada kedalaman sekitar 90 hingga 94 kilometer dan dapat bertahan hingga sekitar 125 kilometer di zona subduksi yang dingin. Penelitian ini dilakukan oleh kolaborasi ilmuwan dari Korea Selatan, Jerman, dan Amerika Serikat.
Dalam lingkungan air asin yang sedikit basa, talk menyerap kelebihan air dan mengembang hingga 60%. Struktur kristal baru ini menjebak molekul air di antara lapisan-lapisannya, sehingga kandungan air totalnya naik menjadi sekitar 31%. Studi yang terbit di Nature Communications dan dipimpin oleh Yoonah Bang, PhD dari Universitas Yonsei, mengkaji reaksi mineral bertekanan tinggi yang mengangkut air ke dalam interior Bumi.
Satuan angstrom, setara satu persepuluh miliar meter, digunakan untuk mengukur jarak antar atom dalam struktur kristal. Fase angstrom mengacu pada tahapan mineral yang ditentukan oleh jarak antar lapisan atomnya. Angka angstrom yang lebih besar menunjukkan jarak lapisan yang lebih lebar, biasanya karena air atau molekul lain masuk ke celah-celah tersebut. Fase 15 angstrom stabil pada kedalaman 90 hingga 125 km, lalu berubah menjadi fase 10 angstrom yang lebih dikenal di sekitar 165 km, dan tetap stabil hingga sekitar 180 km. “Temuan kami menunjukkan transformasi mineral dalam kondisi subduksi yang lebih realistis, yang mengharuskan penilaian ulang terhadap geokimia, seismisitas, serta transportasi air ke dalam Bumi,” ujar Bang.
Lapisan tengah dalam struktur talk terisi oleh molekul air yang berikatan dengan gugus hidroksil dalam kristal. Tim peneliti mengamati satu lapisan air pada fase 10 angstrom dan tiga lapisan air pada fase 15 angstrom. Eksperimen tekanan tinggi sebelumnya menunjukkan talk dan air membentuk fase 10 angstrom pada tekanan 5 hingga 7 gigapascal dengan suhu 450 hingga 650 derajat Celsius. Namun, ketika diuji dengan cairan alkali yang sedikit basa dan asin—mirip dengan air lempengan di dekat palung—talk langsung membentuk fase 15 angstrom pada tekanan dan suhu yang jauh lebih rendah.
Para peneliti menggunakan sel landasan berlian untuk menekan bubuk talk hingga tekanan ekstrem, lalu mengamati perubahan struktur kristal dengan sinar-X dari sinkrotron. Hasilnya menunjukkan struktur kristal yang mengembang muncul di kedalaman sekitar 96 km di bawah permukaan Bumi, pada suhu sekitar 662 derajat Fahrenheit. Tekanan ini sesuai dengan kondisi batuan di sekitar 90 km pada lempeng dingin menurut model termal global. Dalam air murni atau larutan garam saja, talk melewati fase 15 angstrom dan langsung masuk ke fase 10 angstrom, yang menunjukkan bahwa kombinasi garam dan sedikit alkalinitas menjadi pemicu penyerapan air tambahan.
Fase 15 angstrom mampu menyimpan air delapan kali lebih banyak dibanding talk biasa, dihitung berdasarkan air yang terikat dalam struktur kristal. Saat fase ini menyusut menjadi 10 angstrom di kedalaman sekitar 165 km, sekitar dua pertiga air yang terperangkap dilepaskan ke batuan sekitarnya. Penyimpanan ekstra ini berarti lebih banyak air permukaan dapat terbawa ke dalam mineral terhidrasi, sekaligus membuka kemungkinan pelepasan gelombang air lebih dalam dari yang diperkirakan sebelumnya. Air di kedalaman berperan menurunkan titik leleh batuan dan melemahkan zona patahan, yang dapat memengaruhi pasokan magma serta karakteristik gempa bumi.
Air yang dilepaskan dari lempeng yang tenggelam berkontribusi pada pembentukan magma yang mengisi busur vulkanik, seperti dicatat USGS. Pelepasan air yang lebih dalam akibat penyusutan talk dapat menggeser titik awal pelelehan batuan. Dalam studi kasus lempeng dingin, tim menemukan kedalaman sumber magma sekitar 156 km, yang sesuai dengan batas laboratorium untuk fase 10 angstrom. Keselarasan ini mengindikasikan bahwa transisi dari fase 15 angstrom ke 10 angstrom mungkin turut menentukan lokasi busur vulkanik. Aktivitas gempa di wilayah tersebut menurun pada kedalaman 75 hingga 125 km, lalu meningkat kembali di rentang 143 hingga 199 km—pola yang sejalan dengan pembentukan dan dehidrasi fase 15 angstrom. Pola ini perlu diteliti lebih lanjut.
Geolog dapat mencari jejak mineral purba bertekanan tinggi yang menunjukkan jarak 15 angstrom dan perilaku pengembangan mirip smektit. Ahli geofisika juga dapat mendeteksi konduktivitas atau jejak seismik yang mengindikasikan keberadaan air tambahan di kedalaman tersebut. Model geodinamika masa depan harus memasukkan komposisi fluida, tidak hanya tekanan dan suhu. Dengan fluida yang tepat, talk kemungkinan berperan jauh lebih besar dalam siklus hidrologi dalam Bumi daripada yang selama ini diperkirakan.
Data Riset Terbaru:
Studi tahun 2024 dari Nature Geoscience menunjukkan bahwa mineral phengite di zona subduksi mampu menyimpan hingga 40% lebih banyak air dibanding temuan sebelumnya, memperkuat hipotesis bahwa siklus air dalam Bumi lebih kompleks dari yang dipahami. Penelitian independen di Jepang juga mencatat peningkatan konduktivitas listrik di kedalaman 100–150 km yang konsisten dengan akumulasi air dalam mineral lewat proses serpentinisasi.
Analisis Unik dan Simplifikasi:
Temuan ini mengubah cara kita memahami siklus air global. Selama ini, air dianggap hanya beredar di permukaan dan atmosfer, tapi kini terbukti bahwa Bumi bagian dalam juga aktif menyimpan, mengangkut, dan melepaskan air lewat mineral seperti talk. Ini ibarat ada “lapisan laut dalam” yang tersimpan di batuan, yang bisa memengaruhi vulkanisme dan gempa bumi. Dengan kata lain, apa yang terjadi di permukaan—hujan, sungai, laut—juga terhubung erat dengan apa yang terjadi ratusan kilometer di bawah kaki kita.
Studi Kasus:
Di zona subduksi Mariana, salah satu yang paling dalam di Bumi, data seismik menunjukkan anomali kecepatan gelombang yang konsisten dengan adanya fase mineral terhidrasi seperti talk 15 angstrom. Studi 2023 dari Universitas Tokyo mencatat bahwa pola aktivitas gempa di sana menunjukkan penurunan frekuensi di kedalaman 100 km, diikuti peningkatan di 170 km—mirip dengan pola yang dijelaskan dalam penelitian talk ini.
Air bukan hanya soal permukaan, tapi juga soal apa yang terjadi jauh di dalam Bumi. Setiap kali kita berhadapan dengan air, ingatlah bahwa ada “dunia lain” di bawah sana yang juga bernapas, menyerap, dan melepaskan air—dan itu semua memengaruhi kehidupan di atasnya. Mari kita hargai air tidak hanya sebagai sumber kehidupan, tapi juga sebagai arsitek yang membentuk dinamika Bumi dari dalam ke luar.
Baca juga Info Gadget lainnya di Info Gadget terbaru

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.