Rp 700 Miliar Tak Lagi Berputar di Priangan Timur Akibat Pelarangan Study Tour

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Pemerintah Provinsi Jawa Barat mengeluarkan larangan resmi terhadap kegiatan study tour di seluruh jenjang pendidikan, dari TK hingga SMA/SMK. Instruksi ini disampaikan melalui Surat Edaran (SE) Nomor 43/PK.03.04/Kesra tentang 9 Langkah Pembangunan Pendidikan Jawa Barat Menuju Terwujudnya Gapura Panca Waluya yang diterbitkan pada Mei 2025. Langkah ini diambil sebagai respons atas beban ekonomi yang sering kali membebani keluarga, potensi kesenjangan sosial yang muncul akibat perbedaan kemampuan finansial, serta risiko keselamatan yang mengancam peserta didik selama perjalanan.

Selain alasan tersebut, pemerintah menilai bahwa study tour kerap kali lebih menyerupai kegiatan rekreasi daripada aktivitas edukatif yang sesungguhnya. Tujuan jangka panjang dari kebijakan ini adalah menciptakan generasi muda yang memenuhi kriteria cageur (sehat), bageur (berbudi luhur), bener (benar dalam sikap dan tindakan), pinter (cerdas), serta singer (gesit dan cepat bertindak). SE tersebut juga mencabut sejumlah surat edaran sebelumnya dan memperkenalkan sembilan strategi pembangunan pendidikan yang mencakup peningkatan infrastruktur, peningkatan kualitas pendidik, pembentukan karakter, moral, dan spiritual, serta pelarangan terhadap kegiatan yang bersifat membebani secara finansial seperti piknik dan wisuda.

Kebijakan ini juga dimaksudkan untuk mencegah keluarga murid terjerat dalam hutang rentenir atau pinjaman online yang marak terjadi belakangan ini. Meski demikian, dampak negatif muncul di sektor pariwisata, khususnya wisata edukasi. Tempat-tempat seperti museum, kebun binatang, dan kawasan edukasi alam melaporkan penurunan jumlah pengunjung yang signifikan sejak larangan diberlakukan. Pelaku industri perjalanan yang selama ini mengandalkan pasar pelajar mengaku mengalami penurunan pendapatan drastis dan kesulitan mencari alternatif sumber pendapatan pengganti.

Banyak sekolah kemudian memilih bersikap hati-hati, enggan mengambil risiko yang bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap aturan. Ketua Komunitas Tour Leader Tasikmalaya, Bari Rosdi Amrulloh, menyatakan bahwa larangan ini menghantam langsung roda ekonomi wisata edukasi di wilayah Priangan Timur, yang meliputi Tasikmalaya, Ciamis, Banjar, dan Pangandaran. Ia menjelaskan bahwa pasar pelajar selama ini merupakan konsumen utama dengan volume transaksi terbesar. Berdasarkan analisis komunitasnya, perputaran dana dari kegiatan study tour di kawasan tersebut bisa mencapai lebih dari Rp 700 miliar per tahun. Sejak larangan diberlakukan, semua saluran distribusi paket wisata ke sekolah-sekolah tertutup rapat, karena pihak sekolah tidak lagi memfasilitasi kegiatan perjalanan.

Sebelumnya, pola kerja agen perjalanan sangat bergantung pada koordinasi langsung dengan pihak sekolah untuk memperkenalkan paket-paket wisata edukasi kepada siswa. Namun kini, komunikasi tersebut terhenti total akibat kekhawatiran akan sanksi administratif maupun citra negatif di mata dinas terkait.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Lembaga Kajian Pariwisata Indonesia (LKPI) 2025 menunjukkan bahwa 68% sekolah di Jawa Barat pernah menggelar study tour minimal satu kali dalam tiga tahun terakhir, dengan rata-rata biaya per siswa berkisar antara Rp 1,2 juta hingga Rp 3,5 juta tergantung jarak dan durasi. Riset juga mencatat penurunan 45% dalam pendapatan destinasi wisata edukasi sejak Mei 2025, khususnya di kawasan selatan Jawa Barat.

Studi Kasus:
Destinasi wisata edukasi di Pangandaran, seperti akuarium raksasa dan kawasan konservasi penyu, melaporkan penurunan kunjungan pelajar dari 1.200 siswa per bulan menjadi hanya 200 siswa pasca larangan. Sejumlah pelaku wisata setempat beralih ke pasar keluarga dan komunitas umum, namun belum mampu menutupi defisit pendapatan.

Kebijakan ini mengingatkan kita bahwa setiap keputusan publik selalu membawa dampak berganda. Di tengah upaya melindungi keluarga dari beban finansial, penting juga menyusun skema alternatif yang tetap memungkinkan pembelajaran berbasis pengalaman tanpa memberatkan. Inovasi dalam bentuk field trip terbatas, kunjungan lokal berbasis kurikulum, atau program kolaborasi antar sekolah bisa menjadi jalan tengah. Pendidikan sejati bukan hanya tentang menghindari beban, tetapi bagaimana menciptakan ruang belajar yang inklusif, aman, dan bermakna bagi seluruh anak bangsa.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan