Seorang pria berusia 41 tahun dari Ohio, Amerika Serikat, meninggal dunia setelah mengalami sembelit parah berkepanjangan. Kondisi ini menyebabkan penumpukan feses hingga mencapai 9 kilogram di dalam usus besarnya, mengakibatkan penyumbatan serius yang berujung pada kematian. James Stewart, demikian nama pria tersebut, dinyatakan meninggal pada 15 November 2024. Keluarganya kini mengajukan tuntutan hukum terhadap fasilitas perawatan jangka panjang Clear Skies Ahead di Bazetta Township, dengan dalih bahwa insiden ini sebenarnya dapat dicegah jika penanganan medis yang tepat diberikan.
James tinggal di rumah perawatan tersebut lantaran membutuhkan bantuan dan pengawasan harian akibat disabilitas intelektual yang dideritanya. Ia juga memiliki riwayat sembelit kronis serta mengonsumsi obat-obatan yang diketahui menimbulkan efek samping pada sistem pencernaan. Pihak keluarga menegaskan bahwa staf perawatan gagal mengenali tanda-tanda bahaya yang muncul, seperti pembesaran perut, memar, keluhan nyeri perut berulang, hingga perubahan perilaku. Dalam gugatan disebutkan bahwa James tidak buang air besar selama beberapa minggu hingga satu bulan sebelum ajal menjemput.
Meskipun kondisinya semakin memburuk, pihak pengelola rumah perawatan tidak menghubungi keluarga maupun tenaga medis. Bahkan sehari sebelum kematiannya, dua staf ikut dalam sesi telehealth psikiatri bersama James, tetapi tidak melaporkan gejala fisik yang dialaminya. “Mereka seharusnya memantau apakah James buang air besar. Mereka tahu soal riwayat sembelitnya, tetapi tetap mengabaikannya,” tegas Matt Mooney, pengacara keluarga James, mengutip laporan dari The Sun.
Pada 15 November 2024, seorang staf meminta James duduk di toilet, namun ia tetap tidak mampu buang air besar. Tidak lama setelah itu, James ditemukan tak sadarkan diri di kamarnya. Tim medis yang tiba di lokasi mencatat adanya perubahan warna pada perut serta pembengkakan hebat yang terasa kaku saat disentuh. Ia segera dibawa ke rumah sakit, tetapi nyawanya tidak tertolong. Hasil otopsi dari wilayah Trumbull mengungkap bahwa usus besar James tersumbat oleh tinja keras seberat lebih dari 9 kg.
Penumpukan feses tersebut memicu tension pneumoperitoneum, yaitu kondisi di mana udara terperangkap di rongga perut akibat robekan kecil pada dinding usus. “Tekanan di usus mendorong udara keluar ke rongga tubuhnya, dan itulah yang menyebabkan kematiannya. James seharusnya tidak mati,” ujar Mooney. Ia menambahkan bahwa jika James mendapatkan perawatan yang layak dan sesuai prosedur, tragedi ini tidak akan terjadi. Hingga kini, pihak Clear Skies Ahead belum memberikan pernyataan resmi mengenai kasus ini.
Konstipasi atau sembelit merupakan gangguan pencernaan yang ditandai dengan kesulitan buang air besar, feses keras, menggumpal, serta keharusan mengejan. Faktor penyebabnya antara lain asupan serat yang minim, kurang minum air, aktivitas fisik yang rendah, serta kebiasaan menahan buang air besar. Stres, kecemasan, dan penggunaan obat-obatan tertentu juga turut memengaruhi motilitas usus. Jika sembelit terus-menerus kambuh dan tidak membaik meski telah diubah pola hidup atau diberi obat pencahar, sebaiknya segera berkonsultasi ke tenaga kesehatan.
Salah satu komplikasi paling serius dari konstipasi adalah impaksi feses, yaitu penumpukan feses dalam jumlah besar yang menghambat saluran pencernaan. Kondisi ini bisa memicu rasa nyeri perut hebat, perut kembung, kelelahan, hingga hilangnya nafsu makan. Dalam kasus ekstrem seperti yang dialami James, impaksi feses dapat menyebabkan perforasi usus, peritonitis, dan kematian.
Data Riset Terbaru:
Studi dari Journal of Clinical Gastroenterology (2023) menunjukkan bahwa pasien dengan disabilitas intelektual memiliki risiko 3 kali lebih tinggi mengalami konstipasi kronis dibanding populasi umum, terutama jika mereka mengonsumsi obat psikotropika. Penelitian di The American Journal of Nursing (2022) juga mencatat bahwa 40% kasus kematian terkait impaksi feses terjadi pada lingkungan perawatan jangka panjang, sering kali karena kurangnya monitoring harian terhadap kebiasaan buang air besar.
Studi Kasus Terkait:
Pada 2021, rumah perawatan di Florida digugat setelah seorang penghuni dengan autisme meninggal akibat impaksi feses seberat 7,5 kg. Investigasi menemukan bahwa staf tidak mencatat aktivitas BAB selama 18 hari. Kasus ini memicu regulasi baru di negara bagian tersebut yang mewajibkan dokumentasi harian buang air besar untuk seluruh penghuni.
Kematian James bukan sekadar kasus medis, tetapi cerminan dari sistem perawatan yang mengabaikan tubuh sebagai bahasa. Ketika seseorang tidak bisa berbicara, tinjanya berbicara. Dengarkan. Setiap tubuh punya cara bicara—jangan biarkan suara itu tenggelam dalam diam yang mematikan. Perawatan bukan cuma obat dan diagnosis, tapi perhatian pada hal-hal kecil yang sering dianggap sepele. Karena nyawa, terkadang, bergantung pada seberapa teliti kita melihat sesuatu yang tak terlihat.
Baca Berita dan Info Kesehatan lainnya di Seputar Kesehatan Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.