Jakarta – Cambridge Dictionary secara resmi mengumumkan bahwa kata parasocial atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai parasosial ditetapkan sebagai Word of the Year 2025. Penghargaan tahunan ini menandai meningkatnya frekuensi penggunaan istilah tersebut dalam percakapan budaya digital kontemporer. Penetapan ini tidak hanya mencerminkan tren linguistik, tetapi juga menggambarkan pergeseran sosial yang signifikan dalam cara individu membentuk koneksi di era media sosial.
Istilah parasosial, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mengacu pada hubungan yang bersifat sepihak atau dekat secara sosial semu, seperti yang sering terjadi antara seorang artis dan para penggemarnya. Meskipun terlihat akrab dan personal, hubungan ini sebenarnya tidak melibatkan interaksi timbal balik yang seimbang. Di sisi lain, Cambridge Dictionary mendefinisikan parasocial sebagai ikatan satu arah di mana seseorang merasa memiliki kedekatan emosional dengan tokoh yang dikenal melalui layar, seperti selebriti, kreator konten, atau influencer.
Peningkatan popularitas istilah ini sejalan dengan maraknya budaya penggemar yang intens, ledakan jumlah content creator, serta konsumsi media digital yang masif. Banyak orang kini merasa mengenal dekat tokoh idola mereka karena akses terus-menerus ke kehidupan pribadi yang dipamerkan di platform online, meskipun tanpa adanya respons atau hubungan nyata dari pihak figur publik tersebut.
Cambridge Dictionary mencatat lonjakan signifikan dalam penggunaan kata parasocial sepanjang 2025, yang menjadi dasar utama pemilihannya sebagai kata tahun ini. Lonjakan ini tidak hanya terlihat dalam percakapan daring, tetapi juga dalam pemberitaan media, diskusi akademis, dan wacana kesehatan mental. Lembaga ini menekankan bahwa pemahaman tentang dinamika parasosial kini semakin krusial, mengingat dampaknya terhadap psikologi individu, termasuk harapan yang tidak realistis, keterikatan emosional berlebihan, dan potensi gangguan dalam membentuk relasi sosial yang sehat.
Lebih dalam, fenomena parasosial juga mengungkap bagaimana teknologi mengubah makna “kedekatan”. Di ruang digital, batas antara interaksi nyata dan ilusi keintiman menjadi semakin kabur. Banyak pengguna merasa “mengenal” tokoh idola mereka seolah-olah mereka adalah teman dekat, padahal hubungan itu hanya berlangsung di satu sisi. Hal ini memicu diskusi luas tentang etika konten, batasan personal, serta tanggung jawab figur publik dalam menyajikan diri mereka kepada audiens.
Pemilihan parasocial sebagai Word of the Year 2025 bukan sekadar pengakuan linguistik, melainkan cerminan dari transformasi sosial yang sedang berlangsung. Di tengah dunia yang semakin terhubung secara digital namun rentan terhadap isolasi emosional, kesadaran akan sifat sebenarnya dari hubungan parasosial menjadi penting untuk kesejahteraan mental dan sosial masyarakat.
Data riset terbaru dari Journal of Digital Psychology (2024) menunjukkan bahwa 68% pengguna media sosial di Indonesia pernah mengalami perasaan kedekatan emosional terhadap kreator konten yang tidak mereka kenal secara langsung. Studi ini juga mencatat korelasi antara intensitas mengonsumsi konten harian dan munculnya ekspektasi irasional, terutama pada kelompok usia 18–30 tahun. Sebuah studi kasus di Yogyakarta mengungkap bahwa seorang mahasiswa menghabiskan hingga 5 jam sehari mengikuti aktivitas seorang influencer, hingga merasa “kehilangan” saat sang idola tidak aktif selama seminggu.
Infografis dari riset tersebut menunjukkan bahwa 4 dari 10 pengguna merasa cemas atau sedih ketika tokoh yang mereka ikuti secara intensif tiba-tiba menghilang dari platform. Angka ini mengindikasikan betapa dalamnya dampak psikologis dari hubungan sepihak ini. Di sisi lain, konten edukatif tentang kesehatan mental yang membahas parasosial mulai mendapatkan tempat di platform seperti TikTok dan Instagram, dengan tagar #HubunganSehat dan #AwarenessParasosial yang telah ditonton jutaan kali.
Memahami dinamika parasosial bukan berarti menghakimi kecenderungan manusia untuk mencari koneksi, melainkan mengajak kita semua untuk lebih kritis dan sadar dalam menjalani interaksi digital. Di tengah derasnya arus konten dan tekanan untuk terus terhubung, penting untuk mengenali batas antara kenyataan dan ilusi kedekatan. Jadilah audiens yang cerdas, bangun relasi yang seimbang, dan jangan biarkan layar menggantikan sentuhan nyata dalam kehidupan sosialmu.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.