Jakarta – Gubernur Bali, Wayan Koster, mengeluarkan instruksi tegas kepada perusahaan pengembang lift kaca di tebing Pantai Kelingking, Klungkung, untuk segera menghentikan seluruh aktivitas pembangunan. Keputusan ini diambil setelah ditemukan lima pelanggaran serius yang dilakukan oleh PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group, serta pertimbangan dari rekomendasi Pansus Tata Ruang Aset dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali.
Kebijakan ini lahir dari komitmen Pemprov Bali dalam melindungi ekosistem alam, budaya, dan kearifan lokal. Gubernur Koster, didampingi Bupati Klungkung, menekankan pentingnya pariwisata berbasis budaya yang berkualitas dan bermartabat. Dalam pernyataannya yang dikutip dari Antara, Minggu (23/11/2025), Koster menyatakan, “Maka saya memutuskan mengambil tindakan tegas, berupa memerintahkan kepada PT Indonesia Kaishi Tourism Property Investment Development Group menghentikan seluruh kegiatan pembangunan lift kaca.”
Proyek lift kaca di Pantai Kelingking, yang berlokasi di Desa Bunga Mekar, Nusa Penida, terbentang di tiga zona wilayah berbeda. Wilayah A terletak di dataran atas jurang, tempat dibangun loket tiket seluas 563,91 m2. Area ini berada di bawah kewenangan Kabupaten Klungkung dan wajib tunduk pada Perda RTRWP Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 serta Perda RTRW Kabupaten Klungkung Nomor 1 Tahun 2013. Wilayah B berada di daratan tengah jurang, merupakan tanah negara yang menjadi kewenangan pemerintah pusat atau minimal Pemprov Bali. Sementara Wilayah C meliputi kawasan pesisir dan perairan di dasar jurang, di bawah otoritas Kementerian Kelautan dan Perikanan serta Pemprov Bali.
Dari hasil penelusuran lapangan, ditemukan tiga jenis bangunan yang dibangun investor: loket tiket di bibir jurang, jembatan layang penghubung loket dengan lift kaca, serta struktur lift kaca itu sendiri yang dilengkapi restoran dan fondasi. Dari temuan ini, Pemprov Bali bersama Pansus TRAP DPRD Bali mengidentifikasi lima pelanggaran utama.
Pelanggaran pertama adalah ketidaksesuaian dengan Perda Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas Perda Provinsi Bali Nomor 16 Tahun 2009 terkait RTRWP Bali 2009-2029, yang berdampak pada sanksi administratif berupa pembongkaran dan pemulihan fungsi ruang. Kedua, pelanggaran terhadap PP Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, dengan sanksi paksaan pemerintah untuk membongkar bangunan. Ketiga, kembali melanggar PP yang sama dengan sanksi penghentian seluruh kegiatan usaha.
Keempat, proyek ini dinilai melanggar UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, sebagaimana dijabarkan dalam Keputusan Gubernur Bali Nomor 1828 Tahun 2017 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Nusa Penida, yang juga mengharuskan pembongkaran. Kelima, terdapat pelanggaran di bidang pariwisata berbasis budaya sesuai Perda Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2020 tentang Standar Penyelenggaraan Kepariwisataan Budaya Bali, karena proyek ini dianggap mengubah keaslian kawasan wisata, dengan ancaman sanksi pidana.
Koster menegaskan bahwa keputusan ini bukan hanya soal penegakan hukum, tetapi juga sebagai pesan strategis ke depan. Ia menekankan bahwa seluruh aktivitas usaha dan investasi di Bali wajib mematuhi peraturan perundang-undangan, sekaligus menjaga kelestarian alam, budaya, dan kearifan lokal. “Upaya ini merupakan penegasan agar ke depan tidak terjadi kembali berbagai bentuk pelanggaran oleh para pemangku kepentingan,” tegasnya.
Pemerintah Provinsi Bali, meskipun terbuka terhadap investasi, menuntut agar investasi yang masuk dilandasi niat baik, cinta terhadap Bali, serta tanggung jawab terhadap keberlanjutan alam, masyarakat, dan budaya Bali. Gubernur juga memberi tenggat waktu 6 bulan kepada investor untuk membongkar sendiri seluruh bangunan yang melanggar, serta 3 bulan berikutnya untuk memulihkan fungsi ruang sesuai kondisi semula.
Studi kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana pembangunan infrastruktur pariwisata harus seimbang antara kebutuhan ekonomi dan pelestarian lingkungan. Di tahun 2024, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan mencatat setidaknya 43 persen destinasi wisata alam di Indonesia mengalami degradasi akibat pembangunan yang tidak terkendali. Data Kemenparekraf 2023 juga menunjukkan bahwa 68 persen wisatawan mancanegara lebih memilih destinasi yang menjaga keaslian budaya dan alam.
Penghentian proyek lift kaca Kelingking bukan akhir, tapi awal dari transformasi pariwisata Bali ke arah yang lebih berkelanjutan. Aksi tegas ini harus menjadi pelajaran bagi seluruh pelaku usaha: kemajuan tidak boleh menggerus jati diri. Mari bangun pariwisata yang tidak hanya mengundang pengunjung, tetapi juga menghormati tanah, air, dan budaya yang menjadi jiwa Bali. Keberhasilan bukan diukur dari seberapa tinggi bangunan dibangun, tetapi seberapa dalam kita menjaga warisan yang dititipkan.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.