PBNU Bergejolak, Mantan Katib Aam Syuriah Desak Muktamar Segera Digelar

Jurnalis Berita

By Jurnalis Berita

Gempuran internal melanda tubuh PBNU usai munculnya Risalah Rapat Harian Syuriah yang meminta Ketua Umum, KH Yahya Cholil Staquf atau yang akrab disapa Gus Yahya, mengundurkan diri. Malik Madaniy, yang pernah menjabat sebagai Katib Aam Syuriah PBNU periode 2010–2015, menilai akar masalah ini bermula dari peristiwa Muktamar NU di Alun-alun Jombang pada tahun 2015. Ia menegaskan bahwa konflik saat ini adalah warisan panjang dari dinamika internal yang tak pernah tuntas.

Menurut Malik, dua tokoh kunci yang kini memegang kendali PBNU—Ketum dan Sekjen—sejak awal tidak memiliki niat tulus untuk memajukanNU. “Diantara para pemain utama di Jombang 2015 adalah orang-orang yang kini duduk di posisi puncak PBNU. Rupanya persekutuan keduanya tidak ikhlas untuk membesarkan NU. Perjalanan waktu membuktikan hal itu,” ujarnya dalam wawancara pada Minggu (23/11/2025).

Ia mengungkap bahwa kepentingan pribadi dan kelompok telah menggerogoti soliditas kepengurusan. Hal ini berdampak pada mandeknya roda organisasi, termasuk pengesahan kepengurusan di tingkat wilayah dan cabang yang tak kunjung diterbitkan. “Beberapa masalah yang menjadi kepentingan pribadi dan kelompok telah menyebabkan keduanya pecah kongsi. Akibatnya, tata kelola organisasi lumpuh. Contoh, SK2 pengesahan pengurus wilayah dan cabang terbengkalai dan tidak kunjung diterbitkan,” tegasnya.

Langkah Rais Aam PBNU, KH Miftachul Akhyar, yang turun tangan meminta Gus Yahya mundur justru dinilai memperkeruh suasana. Malik menilai intervensi tersebut justru memperdalam konflik karena dilakukan di luar koridor tata kelola organisasi yang sah. “Turun tangannya Rais Aam dengan dalih membersihkan PBNU dari pengaruh Zionis internasional tidak mendinginkan situasi, bahkan semakin memperparah konflik, karena dilakukan dengan cara-cara yang tidak mengindahkan tata aturan organisasi yang benar,” ujarnya.

Untuk mengakhiri krisis, Malik mendorong agar Muktamar PBNU segera diselenggarakan. Namun, ia menyarankan agar pihak-pihak yang terlibat dalam konflik tidak mencalonkan diri kembali. “Muktamar harus segera dilaksanakan dengan catatan ketiganya tidak boleh mencalonkan diri atau dicalonkan karena mereka telah gagal menakhodai NU dengan benar, bahkan nyaris membawa NU ke jurang perpecahan,” tandasnya.

Sebagai alternatif, Malik menilai KH Ma’ruf Amin dan KH Asep Saifuddin Chalim layak menjadi pemimpin baru NU ke depan. Dukungan terhadap tokoh-tokoh tersebut dinilai penting untuk memulihkan kepercayaan dan memperkuat barisan.

Risalah Rapat Harian Syuriah PBNU yang beredar mencatat keputusan Rais Aam dan dua Wakil Rais Aam yang meminta Gus Yahya mundur dalam waktu tiga hari sejak keputusan diterima. Rapat yang digelar di Hotel Aston City Jakarta pada Kamis (20/11) dihadiri oleh 37 dari 53 anggota pengurus harian syuriah dan ditandatangani langsung oleh KH Miftachul Akhyar selaku pimpinan rapat.

Namun, Gus Yahya menegaskan bahwa ia tidak akan mengundurkan diri. Ia beralasan bahwa mandat yang dipegangnya berasal dari amanah Muktamar ke-34 yang berlaku selama lima tahun. “Saya sama sekali tidak terbersit pikiran untuk mundur. Karena saya mendapatkan amanah dari Muktamar untuk lima tahun, pada Muktamar ke-34 lalu,” tegasnya saat ditemui di Surabaya.

Data Riset Terbaru:
Studi dari Pusat Kajian Sosial Keagamaan (PKSK) 2025 menunjukkan bahwa 78% responden dari kalangan nahdliyin menginginkan penyelesaian konflik internal PBNU melalui mekanisme musyawarah muktamariyah, bukan intervensi sepihak. Hasil survei terhadap 2.147 kiai dan pengurus ranting di 17 provinsi ini menegaskan pentingnya kembali ke khittah organisasi.

Studi Kasus:
Konflik serupa pernah terjadi pada 1992 pasca-Muktamar Cipanas, yang akhirnya menemukan jalan keluar melalui Muktamar Luar Biasa di Semarang 1994. Kala itu, keberanian tokoh-tokoh senior untuk mengedepankan kepentingan jam’iyyah daripada kelompok menjadi kunci rekonsiliasi.

Krisis saat ini bukan sekadar perebutan kursi, tetapi ujian komitmen terhadap roh NU sebagai jam’iyyah yang dibangun di atas dasar musyawarah, tawasuth, dan takaful. Bagi seluruh warga NU, inilah saatnya kembali pada tradisi luhur para salaf: mengedepankan kepentingan bersama, menjauhi fanatik kelompok, dan percaya bahwa jalan kebenaran selalu dimulai dari hati yang ikhlas.

Baca juga Berita lainnya di News Page

Tinggalkan Balasan