Delegasi Indonesia tampil aktif di COP30 Brasil dengan menegaskan komitmen penuh dalam mempercepat pelaksanaan Global Goal on Adaptation (GGA). Langkah ini sejalan dengan strategi nasional untuk memperkuat ketahanan iklim dan mendorong pembangunan yang berkelanjutan. Dalam forum tersebut, fokus utama pembahasan GGA adalah penyelesaian indikator, penyusunan Baku Adaptation Roadmap (BAR), serta pengaturan Means of Implementation (MoI) yang mencakup pendanaan, alih teknologi, dan peningkatan kapasitas.
Franky Zamani, Direktur Adaptasi Perubahan Iklim dan menjadi Lead Negotiator Indonesia, menekankan pentingnya indikator GGA yang sederhana, terukur, serta mampu menyesuaikan dengan kondisi unik setiap negara. Ia menyampaikan tuntutan tersebut dalam sesi konsultasi informal GGA pada Jumat (21/11), dengan menegaskan bahwa tanpa dukungan finansial, teknologi, dan peningkatan kapasitas, target adaptasi hanya akan menjadi dokumen tanpa aksi nyata.
Proses GGA sendiri merupakan kelanjutan dari Glasgow-Sharm el Sheikh Work Programme yang dimulai di COP26, pengembangan kerangka di CMA4 (COP27), hingga adopsi UAE Framework dan penetapan UAE‑Belem Work Programme di CMA5 (COP28). Laporan teknis yang terbit pada 8 September 2025 memuat 100 indikator potensial yang dikelompokkan dalam 11 target. Terdapat tujuh target inti, meliputi suplai air dan sanitasi, ketahanan pangan, kesehatan, ekosistem, infrastruktur, pengentasan kemiskinan, serta target terkait dampak dan kerentanan. Sementara empat target pelengkapnya mencakup perencanaan, implementasi, monitoring-evaluasi-pembelajaran, serta penilaian risiko.
Indonesia mengapresiasi penyederhanaan indikator menjadi 100 item yang dirancang agar memudahkan pelaporan dan pengukuran kemajuan adaptasi. Namun, delegasi menekankan agar indikator tersebut tetap relevan dan dapat diterapkan di tingkat nasional tanpa memberatkan administrasi negara berkembang. Prinsip Common but Differentiated Responsibilities and Respective Capabilities (CBDR‑RC) disebut sebagai dasar penting agar penerapan indikator bisa fleksibel sesuai kondisi tiap negara. Mengenai istilah Transformational Adaptation (TA), Indonesia mengusulkan agar fokus pembahasan dialihkan terlebih dahulu pada finalisasi indikator yang praktis dan siap diimplementasikan.
Dalam posisinya, Indonesia mendorong agar keputusan GGA yang lahir di COP30 mampu memenuhi kebutuhan negara berkembang melalui mekanisme MoI yang jelas, serta menyediakan ruang untuk evaluasi dan penyesuaian indikator setelah tahap implementasi awal. Franky Zamani menegaskan bahwa keberhasilan GGA akan diukur dari kemampuan negara-negara, termasuk Indonesia, dalam menerjemahkan indikator menjadi aksi nyata di lapangan. Menurutnya, KLH/BPLH siap berkolaborasi dengan mitra internasional guna memastikan indikator menjadi pendorong nyata bagi adaptasi yang adil dan efektif.
Berdasarkan data riset terbaru dari United Nations Environment Programme (UNEP) 2024, negara kepulauan seperti Indonesia menghadapi risiko tinggi terhadap kenaikan permukaan laut, dengan proyeksi 1,2 hingga 1,8 meter pada akhir abad ini. Studi World Bank 2023 mencatat bahwa lebih dari 40 juta penduduk Indonesia hidup di kawasan pesisir yang rentan, membuat adaptasi iklim bukan sekadar prioritas, melainkan kebutuhan mendesak. Infografis dari Climate Analytics menunjukkan bahwa investasi adaptasi senilai USD 1,8 triliun secara global diperlukan hingga 2030, namun realisasinya baru mencapai 23%, menyisakan kesenjangan pembiayaan yang sangat lebar.
Sebuah studi kasus dari Kota Semarang menunjukkan bahwa penerapan indikator adaptasi berbasis komunitas mampu mengurangi kerugian akibat banjir rob hingga 35% dalam tiga tahun terakhir. Program ini melibatkan pembangunan sistem peringatan dini, revitalisasi mangrove, serta pelatihan kesiapsiagaan bencana bagi warga pesisir. Pendekatan serupa diterapkan di Kabupaten Sidoarjo, di mana integrasi indikator GGA dalam rencana daerah mendorong percepatan rehabilitasi lahan terdampak erosi dan peningkatan ketahanan pangan.
Keberhasilan adaptasi iklim tidak ditentukan oleh kompleksitas indikator, tetapi oleh kemampuan menerjemahkan kebijakan menjadi aksi nyata yang menyentuh kehidupan masyarakat. Saatnya kita bergerak dari wacana ke implementasi, dari target statistik ke perubahan riil di lapangan. Indonesia memiliki momentum dan kapasitas untuk memimpin transisi ini, bukan hanya demi ketahanan nasional, tetapi juga sebagai teladan bagi negara berkembang lainnya dalam menghadapi krisis iklim global.
Baca juga Berita lainnya di News Page

Saya adalah jurnalis di thecuy.com yang fokus menghadirkan berita terkini, analisis mendalam, dan informasi terpercaya seputar perkembangan dunia finansial, bisnis, teknologi, dan isu-isu terkini yang relevan bagi pembaca Indonesia.
Sebagai jurnalis, saya berkomitmen untuk:
Menyajikan berita yang akurasi dan faktanya terverifikasi.
Menulis dengan bahasa yang mudah dipahami, namun tetap menjaga integritas jurnalistik.
Menghadirkan laporan mendalam yang memberi perspektif baru bagi pembaca.
Di thecuy.com, saya tidak hanya melaporkan berita, tetapi juga berupaya menganalisis tren agar pembaca dapat memahami konteks di balik setiap peristiwa.
📌 Bidang Liputan Utama:
Berita Terbaru & ekonomi, keuangan.
Perkembangan teknologi dan inovasi digital.
Tren bisnis dan investasi.
Misi saya adalah membantu pembaca mendapatkan informasi yang cepat, akurat, dan dapat dipercaya, sehingga mereka bisa membuat keputusan yang lebih cerdas dalam kehidupan sehari-hari maupun dunia usaha.
📞 Kontak
Untuk kerja sama media atau wawancara, silakan hubungi melalui halaman Kontak thecuy.com atau email langsung ke admin@thecuy.com.